Meskipun jarum infus masih tertancap dipergelangan tangan kanannya, Audrey akhirnya melewati masa krisisnya. Heri dan Kevin tak beranjak dari kamar inap sejak gadis itu dikeluarkan dari ruang ICU. Sementara mami dan papi mengumpulkan kekuatan yang tersisa untuk selalu berada disamping anak bungsunya.
"Kita holiday nanti ya Drey." Kata Heri sambil menggengam tangan gadis itu.
Gadis itu menoleh dan menatap lelaki itu. "Mana Ema?" Tanya Audrey dengan suara lirih.
Heri mencium tangan gadis itu, seketika airmatanya mengalir deras. "Drey .."
"Mana Ema?" Katanya lagi.
Heri menundukkan kepalanya diatas tangan Audrey. Lelaki itu menangis tersedu.
"Mana Ema kak?!" Audrey mulai berteriak dan memberontak. Kevin segera menahan tangan gadis itu, begitupun dengan Heri saat melihat jarum infus ditangannya hampir terlepas.
"Drey. Sabar sayang, sabar." Ujar Heri menenangkannya namun gadis itu semakin memberontak. Karena kewalahan dan tak tahu harus berbuat apa, Kevin akhirnya menekan tombol darurat. Tak berapa lama kemudian dokter dan dua suster datang bersamaan. Dengan sigap dokter pria itu memeriksa tubuh Audrey lalu mengatakan sesuatu ke perawat. Heri dan Kevin masih memegangi tubuh Audrey saat dokter menyuntik gadis itu. Tak berapa lama kemudian Audrey langsung terkulai, gadis itu tertidur pulas.
"Sepertinya dia syok. Kalau dia bangun dan masih seperti ini, saya anjurkan untuk berkonsultasi dengan seorang psikiater." Kata dokter. Mendengar itu, Heri dan Kevin hanya terdiam.
Keesokan harinya kejadian itu terulang lagi. Hanya Ema yang ia tanyakan setiap saat terbangun lalu ia akan berteriak histeris tak terkendali. Heripun mencegah mami untuk datang kerumah sakit karena kondisi mental Audrey yang tak stabil. Ia tak ingin maminya bertambah menderita. Audrey mulai menyakiti dirinya dengan apapun yang ada disekitarnya. Dokter menyarankan agar Audrey mendapatkan perawatan yang semestinya demi keselamatan gadis itu. Dengan berat hati papi akhirnya sepakat untuk membawa Audrey kerumah sakit jiwa agar mendapatkan perawatan dan penjagaan yang maksimum.
Heri akhirnya memutuskan untuk tinggal di Jakarta sampai Audrey membaik fisik dan mentalnya. Tentu saja keputusan Heri membuat mami bahagia dan diam-diam papi bersyukur dengan keberadaan anak lelakinya itu. Mungkin ini saatnya untuk papi melupakan egonya sebagai seorang ayah yang menginginkan anaknya terlihat maskulin dan bekerja sebagaimana normalnya seorang lelaki. Bukankah Heri seorang anak yang baik untuknya dan adik-adiknya? Papi menghela napas, memandangi sebuah foto didalam dompetnya. Foto dirinya bersama Heri saat dia berumur sepuluh tahun. Foto yang disimpannya sejak Heri memutuskan meninggalkan rumah. Foto itu diambil disebuah kapal, saat mereka sedang berlibur di Sydney. Airmata papi mengalir memandangi foto itu. Seharusnya dia tak memperlakukan anaknya tak adil hanya karena lelaki itu ingin memilih jalan hidupnya sendiri.
"Papi." Panggil Heri sambil memberikan secangkir kopi panas. Papi menerima kopi itu, sementara Heri melirik foto yang ada ditangan papi. Pria itu memberikannya ke Heri.
"Ini di Sydney kan pap?" Tanya Heri. Papi mengangguk tersenyum samar.
"Papi simpan foto ini didompet?" Tanya Heri lagi. Papi hanya mengalihkan pandangannya, ia tak ingin Heri melihat matanya yang sudah membendung. Heri tersenyum memandangi foto itu. Ia tak menyangka papi akan menyimpan foto itu didompetnya.
"Aku ingat foto ini, papi mau aku nyebur kelaut tapi aku nggak mau walaupun sudah pakai pelampung. Tapi akhirnya aku nyebur juga berkat sandiwara papi sama Ema yang pura-pura tenggelam." Kata Heri tersenyum mengenang memori hari itu. Diantara ketiga anak Deni Wijoyo, dialah yang paling takut dengan air, itulah yang menyebabkan dirinya tidak bisa berenang hingga kini. Sama halnya dengan Ema, kejadian masa kecil saat dilempar papi kedalam kolam renang mengakibat trauma dalam hidupnya. Hanya Audrey yang tak memiliki trauma dari lemparan papi kekolam renang, malahan gadis itu seharusnya menjadi atlet renang olimpiade.
KAMU SEDANG MEMBACA
BROKEN DREAMS
RomanceAudrey terbangun dari koma dan kehilangan memori hingga tak mengenal siapapun orang di sekitarnya. Kecuali Kevin, tetangga yang tinggal di depan rumahnya. Namun ingatan Audrey tentang Kevin hanyalah sebatas nama dan wajahnya saja. Kendati Kevin seha...