Keberadaan Heri seperti cahaya yang menerangi kehidupan gadis itu, Audrey sedikit demi sedikit mulai beraktifitas normal. Ia sudah mau makan bersama, berenang, bahkan jalan-jalan ke mall bersama mami dan Ema. Meskipun kegiatan jalan-jalan ke mall bukanlah hobi gadis itu, namun paling tidak ada toko buku yang bisa dikunjunginya. Sepertinya jalan-jalan ke mall adalah satu-satunya tempat bertamasya untuk orang yang tinggal di Jakarta.
"Gimana Drey, kamu udah punya cowok disini?" Tanya Heri membuka percakapan saat mereka sedang makan siang direstoran mall. Ema langsung meresponnya dengan tersenyum.
Dengan acuh Audrey membalas. "Nggak ada."
"Serius nggak ada? Dari sekian dua ratus juta lebih penduduk masa nggak ada cowok yang nyangkut dikepala kamu Drey?"
"Ada Her. Tuh cowok ganteng, jago komputer, jago diving. Super friendly. Lo pasti suka deh sama dia." Balas Ema sambil melirik ke gadis itu. Mendengar celotehan Ema, gadis itu hanya menggerutu.
"Kayaknya dia yang naksir sama tuh cowok. Bukan aku." Balas Audrey. Heri tertawa mendengar ucapan sang adik.
"Bisa jadi Drey. Kedengarannya sih dia yang naksir." Saut Heri.
Ema terkekeh. "Beneran ya Drey, aku ambil Tedi kalau kamu nggak mau?"
Mami yang sedang membolak-balik majalah hanya tersenyum simpul mendengar gurauan mereka. Hari ini kebahagiaannya bertambah duakali lipat, Heri datang dan Audrey sudah kembali normal. Tak ada yang lebih membahagiakan wanita itu selain melihat anak-anaknya tertawa bahagia. Walaupun ke salon, shopping, botoks dan filler membuat hidupnya bahagia namun anak-anaknya selalu menjadi prioritas dalam hidupnya.
"Her, mami mau dong dibuatin gaun yang begini." Katanya sambil menunjuk ke majalah yang dipegangnya.
Heri memperhatikan gaun itu sesaat. "Boleh mam. Nanti aku buatin yang lebih bagus. Habis makan kita belanja bahan ya."
"Asik asik." Saut mami kegirangan bagai anak remaja yang lagi puber.
"Aku mau juga dong Her!" Seru Ema tak mau kalah. Dialah yang paling menantikan momen ini, momen kakaknya merancang gaun yang banyak untuknya.
"Nanti aku ukur badan kalian semua. ODREY, kamu mau juga?" Tanya Heri menoleh ke adik bungsunya. Audrey mengangkat bahunya acuh tak acuh. Mau dipakai kemana kalau dia punya gaun? Kondangan sunatan?
Siang itu juga setelah makan siang mereka berempat semangat menuju ke pusat toko bahan baju. Audrey yang biasanya tak gemar belanja, apalagi untuk fashion, hari ini dia memilih bahan gaun untuknya.
"Good choice Drey!" Seru Heri saat melihat bahan brokat berwarna pastel yang Audrey pilih.
"Kayaknya kamu bakat deh jadi perancang busana." Kata Heri tersenyum. Audrey tersenyum mendengar pujian kakak lelakinya.
Mungkin bukan bakat tapi hanya seleranya saja yang bagus. Batin Audrey.
Didalam toko bahan beberapa gadis muda saling berbisik dan memandang ke Heri. Mami mengamati sekumpulan gadis muda itu lalu memanggil mereka. "Kalian mau foto sama dia?" Mereka tersipu malu namun mengangguk bersemangat. Mami tersenyum bangga lalu memanggil anak lelakinya itu.
Mereka tersenyum dan nampak gugup begitu Heri datang menghampiri. "Kami mahasiswa dari Sekolah fashion Mode kak. Kami lagi cari bahan untuk tugas. Boleh saya minta tanda tangan dan foto sama kak Heri?"
Beberapa saat kemudian Emapun sibuk menjadi fotograper dadakan. Gara-gara segelintir mahasiswa dari sekolah fashion, akhirnya pelanggan lain ikutan ingin difoto bersama Heri, begitupun dengan pemilik toko. Mami tak hentinya tersenyum dan memperkenalkan dirinya sebagai orang tuanya. Tentu saja bangga, anak lelakinya ternyata tidak hanya terkenal di luar negri tapi juga ditoko bahan grosiran di Jakarta.
KAMU SEDANG MEMBACA
BROKEN DREAMS
RomanceAudrey terbangun dari koma dan kehilangan memori hingga tak mengenal siapapun orang di sekitarnya. Kecuali Kevin, tetangga yang tinggal di depan rumahnya. Namun ingatan Audrey tentang Kevin hanyalah sebatas nama dan wajahnya saja. Kendati Kevin seha...