09.

921 117 2
                                    

•••

Khao membuka suara di tengah tengah cerita, dengan percaya diri dia berkata, "biar aku tebak, kau terpaksa berpisah dengannya hanya karena kak Rey akan melanjutkan kuliahnya benar?"

"Sedikit benar tapi bukan itu inti utama nya," jawab First.

Khao sedikit memiringkan kepalanya, "Ayo ke intinya saja. Ini sudah sore, aku bisa di marahi kedua kakakku jika pulang terlambat."

First melirik jam yang melingkar di tangannya, "Kau benar, yasudah aku lanjutkan bercerita kain kali."

"Tidak! lanjutkan sekarang. Ayolah, kak," mohonnya.

"Nanti kedua kakakmu menyalahkan ku untuk itu. Ayo aku antar pulang sana," tolak First.

Khao menyipitkan matanya, dia yakin jika First sedang melarikan diri. "Apa kau takut bermusuhan dengan Kak Gawin?" Khao sedikit menggoda First. "Kau tak perlu khawatir aku bisa menangani itu."

Wajah First sedikit memerah. "T-tidak seperti itu. Baiklah akan aku lanjutkan."

Khao mengeluarkan senyuman kemenangannya.

2 tahun kebelakang,

Rey memberikan amplop putih pada First. "Bukalah dan lihat hasilnya sendiri, aku akan mengambil mangkuk terlebih dahulu."

First mengangguk dengan antusias, ia membuka amplop itu perlahan. Selembar kertas yang berada di amplop itu First lihat dan dibacanya dengan seksama. Senyum First terlukis sempurna di wajahnya. "Hey Rey,"

Rey membawa semangkuk sup yang baru saja ia beli. "Apa?" Rey duduk kembali di samping ranjang dimana First berbaring. "Makanlah, aku akan menyuapi mu."

"Hebat sekali pacarku bisa lolos ke universitas impian banyak orang." Puji First dengan bangganya.

"Aaa, makanlah yang banyak agar kau cepat sembuh." Rey menyuapinya.

•••

Satu Minggu telah Rey lewati, ia menjaga First dengan sangat baik di apartemen, First bahkan merasa beruntung sekali memiliki Rey di sisinya. Sampai suatu saat hal yang tak mereka berdua inginkan tiba-tiba terjadi begitu saja. Mungkin banyak orang mendukung hubungan mereka berdua, tapi tak sedikitnya ada juga yang menentang hubungan mereka.

Kali ini Rey pulang ke rumah orangtuanya, bukannya di sambut hangat ia malah di suguhi pemandangan yang membuatnya ingin kembali pergi dari rumah. Ibunya tengah duduk di sofa sembari memberi tatapan tajam ke arahnya.

"Ternyata kau ingat memiliki rumah, satu Minggu tanpa pulang ke rumah?" Sindir Ibunya.

Rey menghela napasnya. "Ayolah, Bu, First sedang sakit, dan kalian sedang tidak ada di rumah."

"First, First, dan First," Wanita itu mendekat ke arah Rey. "Ibu tidak masalah jika kau berpacaran dengannya, tapi ingat kau punya keluarga dan kita pergi hanya selama tiga hari."

Rey terdiam tak berkata apa-apa.

"Bagaimana hasil tes mu? Dan jangan lupa pada janjimu," tanya Ibunya.

Rey mengangguk. "Aku ingat," Rey mengeluarkan amplop berisikan hasil tes pada ibunya. "Aku lolos, tapi beri aku waktu untuk mempertimbangkan janjiku."

"Atau perlu ibu yang mengatakannya lagi pada kekasihmu itu?"

"Bu...,"

"Ketika kau di kampus nanti kau akan mendapatkan wanita yang cantik, pintar, ingat kau itu calon dokter."

Rey merasa tersinggung dengan ucapan ibunya itu. "Yang aku inginkan itu First bukan yang lain, dan berhenti mengungkit masalah ini Bu!"

"Terserah." Ibunya kembali mengembalikan hasil tesnya. "Tepati janjimu, aku ingin anakku normal kembali."

MILKSHAKE |FKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang