16.

902 119 8
                                    

•••
"Memelukmu untuk membuktikan perkataanmu. Kau bisa menilainya nanti setelah aku memberimu pelukan."

Khao tak mengharapkan ini dari First. Maksudnya adalah, First orang luar ia canggung jika harus berpelukan dengan orang luar. Entahlah apa yang ada di pikirannya saat ini, tapi itu hanya sebuah pelukan.

"Apa yang harus aku nilai?" Tanya Khao, jujur saja dia sedikit gugup.

"Ketulusanku padamu," kata First dengan santai. "Pelukanku maksudnya."

"Tidak perlu, Kak, aku ingin sakit lebih lama agar bisa lebih banyak bolos." Penolakan Khao yang lembut, membuat keinginan First harus terwujud saat itu juga.

First memandang wajah Khao. Kemana dia selama ini, mengapa dia harus cinta pada kakaknya yang bahkan cintanya tak berbalas. First terlalu berlebihan menganggap kebaikan Gawin padanya. Jika saja sebelum bertemu Gawin dia bertemu Khao, mungkin lukanya sedikit berkurang walaupun hanya sebatas teman.

"Setidaknya aku mencoba, bukankah aku ini sudah kau anggap sebagai kakakmu?"

Khao memalingkan wajahnya, ia menggaruk hidungnya sembari batinnya berbicara. "Apa ini? Bukankah ini salah satu bentuk pemaksaan?" katanya.

"Kau tahu aku sangat khawatir? Sungguh. Melihat kau sakit seperti ini aku terus memikirkanmu. Ingin sekali aku menanyakan kabar, tapi aku tak memiliki nomor mu."

Mereka sudah lumayan lama berteman tapi tak saling bertukar nomor telepon, aneh. Waktu itu sempat First ingin meminta nomor Khao hanya saja gagal, Khao terlalu fokus pada teman-temannya.

Khao menoleh dengan cepat, selain kedua kakaknya mungkin tak yang mengkhawatirkan dirinya. Khao terkejut mendengar itu dari First. "Kau? Khawatir padaku?"

"Sangat," First mengangguk.

"Mengapa? Apa karena aku mirip...,"

"Tidak, bukan itu alasannya," First memotong ucapan Khao. "Sangat aneh bukan jika aku menyukaimu?"

Pertanyaan itu berhasil membuat khao membulatkan matanya dengan sempurna. Khao sedari tadi salah tingkah karena perilaku First yang aneh, maksudnya apa?

Melihat wajah Khao yang tegang, First terkekeh. "Maksudnya aku menyukaimu sebagai adikku sama seperti Perth, itu sebabnya aku sangat khawatir."

Apa ini, dia selalu memakai kata 'maksudnya' untuk mengelak. Sebenarnya bisa saja First mengatakan isi hatinya saat ini juga, tapi ia masih belum yakin apakah Khao yang tepat untuknya.

Khao bernapas lega mendengarnya. Perkataan demi perkataan yang First ajukan membuat jantung Khao bekerja dua kali lipat dari biasanya.

"Jangan berpikir aku menyukaimu dan ingin menjadikanmu sebagai pacar ku," kata First di tengah tengah kesunyian itu.

Entah mengapa rasanya sedikit sakit mendengar First mengatakan itu. Hatinya seperti tertancap satu duri kaktus, apa yang salah dengannya.

Tanpa basa-basi lagi, First segera duduk di samping Khao dan membawa tubuh Khao ke pelukannya dengan cepat. "Demam-mu sangat tinggi," kata First.

Sial!

Jantung Khao sepertinya bekerja tiga kali lipat dari sebelumnya. Hangat, itulah yang Khao rasakan. Ia tidak bisa bohong saat ini, pelukan yang di berikan First sangat nyaman. Rasanya ia tak ingin lepas dari pelukan itu.

Mata Khao terpejam. First membawanya kedalam kenyamanan yang Khao inginkan saat ini. Tangannya bergerak membalas pelukan yang First berikan. Yang paling membuat First tersenyum lebar adalah Khao yang menenggelamkan wajahnya pada dada First.

MILKSHAKE |FKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang