Happy Reading
•••
Terhitung sudah lima hari aku berada di dunia ini dan banyak pula hal yang sudah terjadi. Setelah kelas profesor Emmy berakhir waktu itu, aku dikucilkan dan bahkan dicap sebagai murid terlemah di akademi.
Hidupku akan menjadi sangat berat di sini. Namun, apa boleh buat?
"Nadin, ayo, kita makan siang," ajak Athalia. Ya, di kelas hanya dia yang ingin berteman denganku.
Elio? Aku dan dia saja seperti orang asing. Oh, bukannya memang asing, ya?
Tibanya di ruang makan atau biasa yang aku sebut kantin, aku langsung memesan makanan dan Athalia mencari tempat untuk kami duduk.
Setelah mendapatkan pesananku, aku berjalan menuju Athalia.
"Sop dagingnya sudah sampai, silahkan dinikmati," ucapku meniru pramusaji.
"Terima kasih, Nadin. Ini pasti enak." Aku mengangguk, dari baunya saja ini sudah menggunggah selera.
"Permisi, apa kami boleh duduk di sini?" tanya seseorang yang memberhentikan suapan pertamaku.
"Owh, kalian. Ayo, duduk." Athalia mempersilahkan.
Aku menatap dua orang gadis yang duduk di depanku. Sepertinya aku pernah melihat mereka, tapi di mana?
"Nadin, mereka teman-temanku," ucap Athalia.
"Namaku Florensia Aiyana, aku dari kelas Latero A." Aku amati wajahnya, matanya berwarna coklat, kulit putih, hidup mancung, dan rambutnya berwarna golden brown bergelombang. Jika Athalia adalah gadis yang menggemaskan, Florensia adalah gadis yang sangat cantik.
"Namaku Naomi Gheana, aku juga berasal dari Latero A." Gadis ini memiliki netra berwarna biru langit, dan rambut berwarna golden white seperti salju, kulit putih, aku seperti melihat boneka salju berbicara.
"Namaku Nadindra Arylithea, aku dari kelas Latero B sama dengan Athalia." Aku membalas senyuman kedua gadis itu.
"Apa kita sebelumnya pernah bertemu?" tanyaku.
"Kau tidak mengingatnya?" Naomi balik bertanya sambil menyuapi mie ke dalam mulutnya.
Aku menggeleng. Jika aku ingat aku tidak akan bertanya.
"Kita pernah bertemu waktu di hutan, lalu kami juga yang mengantarmu bertemu dengan kepala sekolah," jelas Florensia
Aku berhenti menyuapi makanan ke dalam mulut, dan langsung menatap mereka. Mataku berbinar, aku pikir aku tidak akan pernah bertemu mereka lagi.
"Terima kasih untuk bantuannya waktu itu, jika tidak ada kalian mungkin aku sudah jadi santapan serigala es."
Mereka berdua tersenyum. "Sama-sama, saling membantu sudah menjadi tugas manusia, 'kan?"
"Tunggu, jadi kalian pernah bertemu sebelumnya?" tanya Athalia heran.
Kami bertiga kompak mengangguk.
"Kenapa tidak memberi tauku?" tanyanya kesal.
"Maaf, Lia, aku tidak terpikir untuk memberi taumu." Aku menyuapinya daging agar berhenti memasang wajah kesal yang semakin menambah keimutannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Way Home for Nadindra
ФэнтезиNote : Bukan novel terjemahan! Ini jernih hasil pemikiran sendiri, plagiat jangan mendekat! **** Nadindra adalah murid kelas 3 SMA Swastamita Candrasila. Siapa sangka study tour yang ia ikuti malah menjadi malapetaka. Niat hanya ingin mengambil foto...