{• Happy Reading •}
•
•
•Pagi ini aku bangun dengan tubuh yang amat sakit karena tekanan yang diberikan oleh Raja Shefon tadi malam. Tulang-tulang lansiaku meronta ingin tidur lebih lama. Namun, aku tidak mungkin menolak ajakan Florensia untuk pergi ke butik dan pasar hari ini. Kapan lagi aku bisa berkeliling dan belanja gratis?
"Apa kau tidur dengan nyenyak tadi malam Nadin?" tanya Athalia ketika melihatku tiba di halaman istana.
"Aku sedikit susah tidur di tempat baru," dustaku berkali-kali pada mereka. Sebenarnya aku orang yang sangat mudah sekali tidur di mana pun, meski hujan, badai, angin ribut melanda rumah aku tidak akan bangun kecuali kipas angin dimatikan oleh ibuku.
Aku melirik ke arah Elio, sepertinya dia pun kurang tidur tadi malam. Terlihat jelas lingkaran hitam pada matanya. Apa dia memikirkan masalah malam tadi? Yang aku pikirkan setelah keluar dari ruangan itu hanya satu bersyukur masih bisa menghirup oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida.
Aku melihat dua kereta kuda datang mendekat dan berhenti tepat di depanku.
Sang kusir turun dan membukakan pintu untuk kami. "Terima kasih," ucap Florensia sebagai orang pertama yang memasuki kereta dan aku sebagai orang terakhirnya.
Ayden, Sakya, dan Elio ada di kereta kuda satunya lagi seperti pertama kali kami sampai di istana. Pengawal yang diutus untuk menjaga kami, lebih tepatnya Florensia hanya lima orang. Ratu Frinea tidak setuju jika anaknya hanya ditemani oleh satu prajurit meski dia adalah prajurit terbaik.
Saat gerbang istana dibuka, barulah aku melihat ramainya orang berlalu lalang menjalankan aktivitasnya.
Sejujurnya aku tidak bisa naik kereta kuda ini. Kepalaku seperti berputar dan isi perutku ingin keluar. Namun, aku tahan dengan mengalihkan pandangan keluar agar udara segar menerpa wajahku.
"Kau baik-baik saja Nadin?" tanya Florensia.
"Aku mengangguk, hanya tidak terbiasa naik kereta kuda." Aku sama sekali tidak melihat ke arah mereka. Takut, jika aku menoleh pandanganku berubah menjadi gelap.
Hampir sepuluh menit kami di perjalanan akhirnya kereta kuda ini berhenti. Aku langung keluar saat kusir membukakan pintu.
"Apa yang mempunyai butik ini orang berpengaruh di kerajaaan?" tanyaku karena butik yang ada di depanku begitu besar.
"Iya. Pemiliknya adalah seorang Countess."
Saat memasuki ruangan aku langsung terpukau dengan pakaian yang mereka jual. Semuanya indah.
"Salam Matahari Kerjaan, Tuan Putri Florensia. Ada yang bisa saya bantu?" Seseorang langsung menghampiri kami. Dari penampilannya yang mewah dari yang lain aku pikir dia adalah pemilik butik ini.
"Salam Countess Wenna, aku di sini ingin mencari gaun untuk pesta ulang tahunku. Apakah kau bisa membantu mencarikan yang terbaik?" tanya Florensia dengan senyum lembutnya.
"Tentu Tuan Putri, suatu kebanggaan bagiku bisa melayani matahari kerajaan ini."
Kami pun mengikuti Countess Wenna mencari gaun terbaik untuk Florensia. Countess Wenna menunjukkan dua puluh gaun terbaiknya pada Florensia.

KAMU SEDANG MEMBACA
A Way Home for Nadindra
ФэнтезиNote : Bukan novel terjemahan! Ini jernih hasil pemikiran sendiri, plagiat jangan mendekat! **** Nadindra adalah murid kelas 3 SMA Swastamita Candrasila. Siapa sangka study tour yang ia ikuti malah menjadi malapetaka. Niat hanya ingin mengambil foto...