Happy reading!
Sorry for typos 🤪***
Akhir-akhir ini, Jonathan perhatikan Resyakilla semakin sibuk. Sejak pulang dari Singapura hampir 3 minggu yang lalu ia merasa Resyakilla menjaga jarak dengannya. Tidak secara fisik karena Resyakilla masih sama seperti sebelumnya, tapi seperti ikatan batin, seolah Resyakilla semakin menutup dirinya dari Jonathan. Jonathan selalu memastikan keadaan gadis itu, tapi setiap hari jawabannya selalu sama—karena dia harus menyiapkan ujian akhir semesternya. Ia juga sering melihat Lukas dan Mika, teman Resyakilla belajar bersama di rumah.
Jonathan menginginkan waktu quality time berdua saja, tapi terlihat sangat sulit untuknya. Kalau saja Resyakilla luang, yang tidak ada malah waktunya. Jadwal meeting dan pekerjaan krusial yang sama sekali tidak bisa ia tunda, akhirnya tiga minggu terakhir mereka layaknya manusia tanpa hubungan tapi selalu bersama dan bertemu setiap hari.
“Hari ini hari terakhir kamu ujian, ya?”
Saat sarapan Jonathan mencoba untuk mengajak bicara Resyakilla. Gadis itu tampak malas dengan sarapannya. “Iya Mas.” Balasnya singkat.
“Kamu nggak suka makannya?” tanya Jonathan saat melihat Resyakilla belum menyentuh piringnya.
Resyakilla memandang kepadanya lalu tersenyum. Anehnya Jonathan sama sekali tidak menyukai senyuman itu. Senyuman yang malah tampak sedih baginya.
“Nggak kok. Habis makan obat maag aja barusan. Nunggu bentar sebelum makan.” Jawabnya.
“Maag kamu kambuh?”
Resyakilla tidak menjawab.
“Kapan?”
“Kemarin malam sakit. Kayaknya stress gara-gara ujian deh. Biasanya baik-baik aja kok.”
Jonathan meletakkan sendok garpunya di meja. Ia meminum air putihnya. “Nggak bisa dibiarin. Kita ke dokter sekarang.”
Resyakilla menggeleng kuat. “Nggak Mas. Aku ada ujian habis ini.”
Jonathan menatap tajam ke Resyakilla.
“Ini ujian hari terakhir. Lagi pula gejalanya udah mendingan pas minum obat.”
“Kamu tuh selalu saja gini. Menekan diri kamu sendiri, nggak sadar kalau tubuh kamu juga punya batasan!”
Resyakilla tersenyum lemah. “Nggak Mas. Ini sebagian usahaku. Jangan di judge gitu dong.”
“Kamu selesai ujian jam berapa?”
“Jam 1 Mas.”
“Kalau gitu kita kerumah sakit. Aku jemput kamu nanti dikampus.”
“Tapi aku kan bawa mobil sendiri Mas.” Resyakilla menolak halus, “nggak perlu diantar. Kalau Mas mau aku periksa, aku akan periksa habis ujian nanti.”
Jonathan semakin muak dengan sikap mandiri, dan seolah tidak terjadi apa-apa milik Resyakilla ini. Ia hanya ingin gadis itu bergantung sedikit padanya. Ia tahu kalau selama ini mungkin Reyakilla tidak menyukainya, bahkan membencinya. Ia juga paham kemungkinan jika saat lulus nanti, Resyakilla bisa bekerja menghidupi dirinya sendiri—maka kemungkinan Resyakilla akan pergi dari sisinya semakin menguat.
Jonathan sadar, awalnya Jonathan tidak memikirkannya tapi makin kesini Jonathan makin tau jika ia tidak ingin Resyakilla memiliki kesempatan itu. Kesempatan untuk meninggalkan dirinya.
“Tidak ada bantahan. Kamu aku antar. Aku akan menunggu di kampusmu.”
“Apa?”
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Billionaire Marriage Partner
Chick-LitResyakilla tau kalau suaminya itu pendiam, emotionless, kaku, moody, galak, tidak bisa disentuh. Segala aspek yang dimiliki suaminya berkebalikan dengan laki-laki idamannya. Tapi disisi lain, suaminya juga merupakan manusia yang disiplin, bertanggun...