8# Insecurities

2.1K 133 1
                                    

Haloo apa kabar semuanya?
Semoga masih mau membaca cerita saya ini, aamiin ❤
Jangan lupa vote, commentnya yaa 😍😆 mau kritik juga boleh 😁
Happy reading

***

Seperti janjinya, Jonathan mengantarkan Resyakilla sampai di halaman depan gedung fakultasnya. Selagi melepaskan seatbelt, Resyakilla mengatakan, “nanti nggak usah jemput deh. Aku pulang sama Lukas aja Mas.”

Setelah lepas, ia bersiap untuk turun membawa tas dan bukunya, tapi ia menemukan lagi-lagi Jonathan tidak meresponnya. Ketika Resyakilla memandangnya, Jonathan menatapnya sinis. Ya Tuhan, apalagi ini? kubur aku hidup-hidup saja Mas!

“Gimana Mas?”

“Tidak.”

“Tidak apa?” tanya Resyakilla jengah.

“Tidak perlu nebeng Lukas. Kamu aku jemput saja. Sudah ku bilang kan, akan aku antar jemput.”

Resyakilla menarik nafas, lalu membuangnya perlahan. “Mas, aku tau kalau Mas itu sibuk. Ini aja Mas jadi delay meeting nya Mas, padahal cuma alasan sepele, anterin aku. Waktu mas berharga, jangan dibuang dengan hal sepele seperti ini.” terang Resyakilla panjang lebar.

Resyakilla memuji dirinya sendiri dalam hati, ia memang istri yang sangat pengertian bukan? Ia bahkan tidak pernah merengek minta antar jemput oleh Jonathan, ia memiliki prinsip kalau ia akan menjadi wanita mandiri suatu hari nanti.

Tapi bukannya senang, Jonathan malah mengunci pintu mobilnya. Resyakilla terkejut, mendadak merasa kesal dengan tingkah kekanakan Jonathan sejak pagi.

“Kok dikunci sih Mas? Aku mau masuk kelas, hampir telat ini.” keluh Resyakilla sambil mencoba membuka pintu mobilnya.

Jonathan memegang pundak Resyakilla, menghadapkan gadis itu tepat didepannya.

“Mas?!”

“Kenapa?!” nada Jonathan ikut meninggi sedikit, Jonathan dengan raut kesal menghela nafasnya.

“Siapa yang bilang ini hal sepele?! Siapa yang bilang waktuku terlalu berharga buat anterin kamu kayak gini?!” nadanya dingin menusuk. Suaranya yang berat semakin rendah, membuat Resyakilla mendadak merinding ketakutan.

Resyakilla mencoba melepaskan tangan Jonathan dari pundaknya, tapi sia-sia. Jonathan tidak berniat untuk melepaskannya, “Nggak gitu maksud aku Mas. Dilihat dari segi pentingnya, aku bisa berangkat sendiri juga. Lagi pula ini hanya sementara. Kalau Mas tetep anterin aku, kerjaan Mas bisa menumpuk. Aku hanya pengen lebih pengertian sama Mas.”

Jonathan melepaskan tangannya, ia menghela nafas, memalingkan wajah kesisi lain. “Kamu yang bilang ini hanya sementara kan? Jadi sementara ini biarkan aku yang mengantarmu. Kerjaan bisa dilakukan lain kali lagi. Nurutin kerjaan nggak ada habisnya.”

Resyakilla mendadak dadanya terasa sesak. Hawa dingin mobil tidak terasa ditubuhnya yang mendadak memanas. Oh, jangan bilang wajahnya yang memanas. Mungkin sebentar lagi kalau ia tidak segera pergi, ia bisa menangis lagi. Kenapa sih, setiap beragrumen dengan Jonathan, Resyakilla akan selalu kalah dan merebak?! Cengeng sekali!

Jonathan menatap serius kearah Resyakilla. “Yang aku maksud, kamu nggak merampas waktu aku. Waktu aku untuk kerjaan udah lebih dari cukup. Aku hanya ingin menghabiskan waktu lebih banyak untuk kamu.”

Anehnya, ungkapan Jonathan yang jujur seperti itu malah menenangkan Resyakilla. Resyakilla mengangguk, ia menunduk malu. “Maaf mas.”

Jonathan memegang sebelah pipi Resyakilla, menggerakkan agar gadis itu melihat padanya. “Aku pengen kamu lebih terbuka sama aku. Aku nggak minta kamu lebih pengertian dan sebagainya. Jadilah dirimu sendiri.”

Billionaire Marriage PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang