Chapter 19

49.9K 4.7K 135
                                    

©Claeria


Aku mengisi cangkir dengan air mineral dari dispenser dan meletakkannya di atas nampan yang sudah terisi sepiring makanan. Setelah Mas Jo setuju untuk disuapi, aku memanaskan masakanku di dapur. Tadinya Mas Jo bersikeras menemaniku, tapi karena dia tidak berhenti mengekoriku dan membuatku risi, aku akhirnya meminta Mas Jo beristirahat saja di kamar.

Sambil membawa nampan berisi makanan, aku beranjak ke kamar utama yang terletak di samping ruang tengah.

"Mas, makanannya udah siap," ucapku dari balik pintu. "Mas?"

Karena tidak ada balasan dari dalam, aku menggumamkan 'permisi' sebelum membuka perlahan pintu kamar, khawatir menimbulkan suara decitan yang mengganggu istirahat Mas Jo.

Dia rupanya tertidur pulas di ranjang.

Setelah menutup pintu dengan hati-hati, aku meletakkan nampan di nakas yang terletak di samping ranjang. Karena tidak ada kursi —sebenarnya hanya ada kasur, nakas, dan lemari baju— aku terpaksa duduk di atas ranjang, persis di sebelah Mas Jo.

Tadinya, aku berniat mengguncang tubuhnya hingga dia terbangun. Tetapi begitu melihat wajahnya yang tampak damai, aku lupa akan tujuan awalku dan malah duduk memerhatikannya.

Tubuh Mas Jo bergerak sedikit dalam tidurnya, membuat rambutnya yang tidak tersisir rapi jatuh menutupi dahi dan mata. Kedua alisnya bertaut, seperti merasa tidak nyaman.

Tanpa sadar, senyum tersungging di wajahku. Dengan hati-hati, aku mengulurkan tangan dan merapikan rambutnya, menyingkirkan helaian hitam kecoklatan itu dari dahi dan mata Mas Jo. Tidak berhenti di sana, tanganku bergerak turun dari dahi kini ke pipi Mas Jo yang terasa begitu halus. Aku jadi penasaran, apakah Mas Jo rutin menggunakan skincare?

"Hngggg," erang Mas Jo dengan suara rendahnya tatkala jemariku mengelus pipinya.

Seperti tertangkap basah sedang mencuri, aku langsung panik dan menarik tanganku menjauh. Sambil berdeham untuk mengembalikan fokus, aku lalu mengguncang bahu Mas Jo sesuai rencana awalku. "Mas, bangun. Ayo makan dulu baru tidur lagi."

Butuh tiga kali guncangan hingga Mas Jo akhirnya membuka mata dan memaksa dirinya duduk bersandar pada headboard ranjang.

Aku mengambil piring berisi makanan yang tadi kuletakkan di atas nakas. Mas Jo tampak tertarik, matanya langsung tertuju pada piring yang kupegang. Aku membawakannya nasi yang disiram sop jagung, ditambah dengan lauk ayam panggang dan perkedel.

"Ayamnya udah aku suwir biar gampang dimakan," jelasku tanpa diminta. Mas Jo tidak melepaskan pandangannya dari sendok di tanganku, hingga akhirnya aku menyodorkan benda itu ke depan mulutnya. "Ayo, buka mulutnya. Bilang 'aaaa'."

Aku sengaja bicara dalam nada dibuat-dibuat, seperti sedang bicara dengan anak kecil, untuk meledek Mas Jo. Namun, dia tidak memberikan respons apapun selain membuka mulutnya dengan patuh lalu mengunyah.

"Enak," komentarnya singkat. Dia membuka mulutnya dan berkata dengan suara sengaunya, "Mau lagi..."

Demi seluruh susu kotak di seluruh dunia! Jantungku berdebar kencang melihat tingkah menggemaskan pria yang hampir berusia tiga puluh tahun ini!

Entah karena masakanku enak atau dia memang sudah kelaparan, Mas Jo makan dengan penuh semangat. Setelahnya, dia meminum obat flu dengan patuh.

Merasa tugasku sudah selesai, aku membereskan piring dan cangkirnya, hendak beranjak pergi. Baru saja mengambil satu langkah, tanganku sudah ditahan oleh Mas Jo, memaksaku menoleh ke arahnya.

The Proposal EscapeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang