©Claeria
Aku mengusap dagu. Kebiasaanku ketika sedang berpikir. Kepalaku menoleh ke kiri dan kanan, menatap bergantian strawberry shortcake dan blueberry cheesecake di balik etalase kaca.
Di sore hari setelah gajian ini, aku ingin memanjakan diri dengan sepotong cake dari Le Sucre, kafe langgananku di lobi gedung kantor. Namun, aku lupa kalau sepertinya banyak orang yang berpikiran sama denganku. Ketika jam baru menunjukkan jam lima lewat sepuluh menit, etalase Le Sucre sudah hampir kosong.
Mataku menatap strawberry shortcake yang tampak lezat dengan buah stroberi segar di atasnya. Namun, aku juga tidak bisa mengindahkan cheesecake yang seolah terus memanggilku sejak tadi untuk memilihnya.
Atau aku pesan dua-duanya saja? Ah, tidak boleh! Bisa-bisa perutku makin buncit dan dikira benar-benar hamil oleh Mas Jo!
"Mas, strawberry shortcake satu!"
Huh?
Ketika aku mengucapkan itu, kalimat yang persis terdengar diucapkan oleh seseorang yang berdiri di sampingku.
Karena tidak punya tenaga untuk berebut, aku menggeser telunjukku ke kue di sebelahnya, "Blueberry cheesecake aja deh!"
Hah?! Lagi?
Aku berseru heran dalam hati ketika mendapati orang itu lagi-lagi mengucapkan hal yang sama dan ikut menunjuk blueberry cheesecake.
Bingung dengan kemiripan selera kami, aku langsung menoleh ke sebelah. Aku melebarkan mata tidak percaya. Mulutku bahkan menganga mendapati perempuan cantik yang kini balas menatapku sama terkejutnya.
"...Kamu," wanita tinggi langsing yang tampak seperti keluar dari majalah fashion itu menelengkan kepala. "Kita pernah ketemu sebelumnya. Pacarnya Jo kan?"
Aku hampir refleks menggeleng kalau tidak mengingat bahwa Mas Jo berpura-pura bahwa aku adalah pacarnya demi menolak wanita ini tempo hari. Alhasil, aku hanya tersenyum sopan dan mengangguk.
"Jadi kamu mau strawberry shortcake atau blueberry cheesecake?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.
Aku tidak berniat berinteraksi terlalu lama dengan Gianna. Walau sejujurnya aku penasaran alasan dia berada di sini. Tidak mungkin dia jauh-jauh datang ke gedung perkantoran seperti ini hanya untuk membeli kue?
"Aku pilih blueberry cheesecake aja," jawabnya.
Setelah kami masing-masing memilih kue yang kami inginkan, aku bergegas membawa nampanku yang berisi strawberry shortcake dan coklat hangat ke meja di samping jendela kafe, meninggalkan Gianna di belakang.
Dalam hati aku tak bisa berhenti bertanya-tanya. Apakah dia sedang menunggu Mas Jo? Kalau tiba-tiba Mas Jo muncul, apakah situasinya tidak akan canggung kalau aku ada di sini juga? Kalau begitu, sebaiknya aku pergi atau bagaimana?
Ah, masa bodoh! Kenapa aku harus memikirkannya? Aku kan sudah berencana untuk me time dan menikmati kue di sini. Lagipula memangnya kenapa? Aku kan bukan siapa-siapa untuk Mas Jo.
Dengan hati mantap, aku memotong ujung kue dengan garpu. Baru saja hendak menyuap potongan kue dan buah stroberi yang tampak menggoda, aku menyadari bayangan yang tiba-tiba muncul di atas piringku.
Ketika mendongak, aku menemukan Gianna berdiri di samping meja sambil membawa nampan.
"Boleh aku duduk di sini?"
Sejenak ekor mataku melihat ke sekeliling. Masih ada beberapa kursi lain yang kosong, kenapa dia harus duduk di sini?
Tanpa menunggu jawabanku, Gianna langsung menaruh nampannya di meja dan duduk di depanku sambil tersenyum lebar. Tidak mungkin mengusirnya, aku hanya bisa memaksakan seulas senyuman dan menyuap kue.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Proposal Escape
ChickLitSeperti perempuan pada umumnya, Sheren Callista Winata memimpikan kisah romantis yang berakhir dengan mengucapkan janji suci bersama di depan altar. Namun, ketika Joseph Kartawiharja, pria idaman wanita kantor yang tampan dan mapan meminangnya, Sher...