Ini hari kedua Airin di Bali. Mereka tidak bisa jalan-jalan karena diluar sedang hujan deras. Memaksa mereka untuk tetap berada di dalam villa dan gagal pergi.
"Selama tinggal di sini, Mbak sama Ibu pernah liat hantu gak? Atau dengar suara aneh gitu?" tanya Airin.
"Bu Sri pernah liat, kalau saya Alhamdulillah gak pernah," jawab Ningsih.
"Bentuknya gimana, Bu? Hantu apa?!" Airin menatap Sri.
"Kuntilanak, Non. Tempatnya di pohon besar belakang," jawab Sri.
"Ceritain, Bu! Aku suka cerita horor."
Saat ini, Airin dan kedua wanita yang mengurus villa sedang duduk di ruang tengah sambil menonton tv.
"Waktu itu ibu niatnya mau buang sampah di belakang, waktunya gak pas juga, soalnya mbak ke belakangnya saat magrib. Entah kenapa ibu tiba-tiba noleh ke atas pohon dan ya ... dia duduk di sana sambil menatap ibu. Syukurnya dia gak ganggu, cuma merhatiin ibu aja."
"Serem gak, Bu? Ibu takut?"
"Takut, kalau serem sih enggak, wajahnya pucat, rambutnya panjang, kira-kira rambutnya itu sampai punggung. Satu kali itu saja ibu pernah liat. Kalau pak Jajang, beliau sering, Non. Katanya di dalam sini juga pernah liat. Ada penunggunya, tapi Alhamdulillahnya dia gak ganggu, cuma numpang tinggal saja."
Airin merinding mendengar cerita Sri, walaupun ia menyukai hal-hal yang berbau horor, ia juga punya rasa takut.
"Dia beneran gak ganggu kan?"
"In syaa Allah enggak, asal kita jangan ganggu dia," ucap Ningsih.
"Syukurlah kalau gitu. Aku takut loh," ucap Airin membuat kedua wanita yang ada di sampingnya itu terkekeh.
"Mau kemana, Mas?" tanya Airin menatap Reyhan yang baru saja turun dari lantai atas.
"Mau makan mie," jawab Reyhan.
"Biar aku aja. Mau mie apa?"
"Apa saja, yang penting mie kuah."
"Oke deh. Mas tunggu di kamar, nanti aku antar."
"Iya."
"Biar ibu yang bikinkan, Non," ucap Sri.
"Eh, gak usah. Aku saja, Bu. Aku ke dapur dulu ya." Airin beranjak meninggalkan ruang tengah.
Semenjak menikah, Airin menjadi sering berada di dapur memasak, tentu saja karena sekarang ia sudah menjadi seorang istri. Dahulu sebelum menikah, ia sangat jarang memasak. Di rumah ada bibi yang memasak untuk mereka, kadang bundanya yang memasak. Meskipun saat di rumah jarang memasak, setelah menikah dan harus memasak untuk suaminya, ia bisa saja. Rasa masakannya pun tidak mengecewakan, hanya saja saat masih sendiri ia malas memasak.
Setelah menikah ada banyak hal berubah pada kehidupannya. Tidak bisa dibohongi, ia juga merasa ada beban yang ia pikul. Namun, perlahan, ia mulai terbiasa dengan aktivitas barunya sebagai seorang istri. Saat ini, ia sedang berusaha menerima takdirnya yang harus menikah tanpa persiapan diri. Ia akan belajar menjadi istri yang baik untuk Reyhan.
Selesai membuat mie kuah, Airin langsung menuju kamarnya, meninggalkan kedua art yang masih menonton tv.
"Nih, Mas."
Reyhan tersenyum, lalu mengambil mangkuk berisi mie itu. "Makasih ya ..."
Airin mengangguk, ia melangkah menuju balkon kamar sambil membawa semangkuk mie untuk dirinya sendiri. Ia memasak dua mie instan tadinya, karena ia juga ingin.
"Pas banget, hujan ditemenin mie ..." gumam Airin.
Reyhan menyusul Airin dan ikut duduk di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan Singkat? (END)
Teen Fiction16+ Tidak pernah Airin bayangkan sebelumnya menikah dengan pria yang tidak ia cintai. Karena satu kesalahan yang membuat orang tuanya kecewa, Airin dipaksa menikah dengan pria pilihan sang bunda. Airin dipaksa ikhlas menerima takdirnya yang harus m...