Hari-hari telah berlalu, tanpa terasa sudah dua bulan usia pernikahan Airin dan Reyhan. Sudah dua bulan Airin berstatus sebagai seorang istri dan tinggal bersama suaminya. Sejauh ini, hubungan keduanya semakin membaik. Airin mulai terbiasa skinship, hanya sekedar berpelukan dan ciuman saja.
Meski pernikahan diawali tanpa cinta, Reyhan begitu bersungguh-sungguh menjalani pernikahannya. Reyhan bukan tipe pria yang dingin atau irit bicara, pria itu cukup humoris bahkan kadang sering membuat Airin kesal. Airin sangat bersyukur akan hal itu, suaminya juga begitu perhatian dan baik padanya. Hal itu membuat perasaan cinta itu mulai hadir. Ia tidak munafik, ia mulai tertarik dengan pria yang notabenenya adalah suaminya. Perasaan biasa-biasa kini berubah menjadi tahap suka. Ia hanya berharap yang terbaik untuk hubungannya kedepannya.
"Mas! Kebiasaan ih! Kalau habis mandi handuknya dijemur! Haiisss ... sudah berapa kali aku bilangin."
"Kamu yang naruhnya."
"Kimi ying nirihnyi. Enak banget nyuruh." Airin mengambil handuk yang sengaja Reyhan lempar ke atas ranjang. Ia sangat suka melihat ekspresi wajah istrinya marah-marah seperti itu, gemes katanya.
"Ayirin!" panggil Reyhan namun, tidak mendapatkan respon. "Ayirin! Sayang, Honey, Sweetheart, Sweetie!" panggil Reyhan lagi tapi masih tidak direspon. "Yang!"
"Apaan sih, Mas? Yang ... Yang, kuyang?!" geramnya.
"Lapar." Reyhan memasang wajah yang memelas sambil mengusap perutnya.
"Mau makan apa? Aku belum masak."
"Makan kamu saja gimana?" Airin langsung memberikan tatapan tajam.
"Mau makan apa? biar aku masakin."
"Mau makan kamu ..." rengeknya.
"Sumpah, kamu gak cocok ngerengek gitu! Ingat umur, Mas!" Airin menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Umurku baru dua puluh tujuh."
"Itu sudah tua." Airin duduk di sisi ranjang sambil memainkan ponselnya.
"Chat sama siapa sih?" tanya Reyhan melirik sekilas.
"Kak Aura, Kak Aura hamil, Mas."
"Oh."
"Kok gak kaget sih?" Airin mengalihkan pandangannya dari ponsel.
"Kalau kamu yang hamil baru aku kaget," jawab pria itu.
"Kemarin aku baru beli pisau baru loh Mas, mau coba."
Reyhan terkekeh. "Gak, makasih," ucapnya. "Kita makan di luar saja, kamu gak usah masak."
"Tumben."
"Lagi pengen. Ayo siap-siap."
"Habis magrib saja gimana? Ini sudah senja. Lapar banget ya?"
"Ya udah, habis magrib saja. Aku bisa tahan kok."
"Mau makan pop mie dulu gak? Atau roti? pengganjal perut."
"Roti aja deh."
Airin beranjak menuju lemari kecil khusus menyimpan makanan ringan, lalu mengambil sebungkus roti cokelat. "Nah." Ia menyodorkan roti itu pada suaminya.
Reyhan langsung membuka bungkus roti lalu memakannya.
"Kasian suamiku," ucap Airin terkikik melihat ekspresi Reyhan yang sedang makan roti. "Kamu shalat di mana?"
"Masjid saja."
"Siap-siap, sebentar lagi adzan."
"Kamu gak liat aku lagi apa? Nanti tersedak kalau cepat-cepat makan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan Singkat? (END)
Fiksi Remaja16+ Tidak pernah Airin bayangkan sebelumnya menikah dengan pria yang tidak ia cintai. Karena satu kesalahan yang membuat orang tuanya kecewa, Airin dipaksa menikah dengan pria pilihan sang bunda. Airin dipaksa ikhlas menerima takdirnya yang harus m...