Shout Out #11 : Monokrom.

704 119 301
                                    

vote dan comments,


Ayah marah besar, entah berapa kali Juna dengar Ayah mengumandangkan sekecewa apa ia terhadap kelalaian Juna dalam menjaga Juwi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ayah marah besar, entah berapa kali Juna dengar Ayah mengumandangkan sekecewa apa ia terhadap kelalaian Juna dalam menjaga Juwi. Sementara, Bunda bilang, Bunda gak kecewa, cuma sedih, kenapa harus Juwi yang mengalami kemalangan seperti ini?

Dan, Juna cuma bisa diam, menerima setiap kalimat yang keluar dari lisan sang Ayah.

Juna cuma bisa nunduk, gak minta maaf karena bahkan Juna merasa dirinya gak pantas untuk itu.

Juna sudah sangat jauh membuat kecewa dan Juwi sudah terlanjur terluka yang gak akan bisa sembuh dengan cara apapun.

Apa yang Juwi jaga selama ini, sudah di ambil paksa dan gak akan bisa di kembalikan.

"Kalau gini, Juwi ikut Ayah Bunda aja," kata Ayah saat makan malam.

Juwi ada di kamarnya, bersama Bunda dan Shakala.

Sementara sekarang, ada Haris yang nemenin Juna diem, diem-diem baper.

Kasian Juna.

"Kalau sama Abang disini, Juwi selalu aja jadi sasaran kejahatan, gak karena musuh-musuh gang Abang-lah, sekarang jadi korban penculikan, kasian Juwi, Bang," kata Ayah dengan nada khas ngamuk.

Gak ngebentak, tapi justru nyelekit banget, seakan menjabarkan se-gak becus apa Juna jadi Abang.

"Maafin Abang, Yah," kata Juna, pada akhirnya.

"Abang tau, Abang salah," katanya, bener-bener gak nafsu makan, nafsunya bunuh orang, lempar ke Neraka. Si David emang, bedebah.

Raut wajah Ayah meneras, rahangnya menegas dan tangannya menggenggam sendok erat-erat sampai bengkok.

"Abang tau, Abang salah, tapi kenapa gagal terus, Abang ngga pernah bener-bener belajar dari masalah yang udah-udah, 'kah? kalau Abang tau, seharusnya Abang sadar buat jagain Juwi lebih ketat, bukan malah lalai terus sampai kejadian begini, Abang coba pikir, Juwi bisa aja jadi depresi, Bang," kata Ayah dengan penuh penekanan.

Haris baper sampai pengen kabur tapi gak bisa, kakinya kepaku, telinganya harus dengar gimana sang Paman menghakimi Juna.

"Besok Juwi ikut Ayah Bunda," kata Ayah mutlak.

"Abang ikut," kata Juna.

"Ngga usah," larang Ayah, "Abang disini aja, jagain Shakala sama Haris, kalau Abang gagal juga, Ayah udah ngga ngerti lagi gimana cara mendidik Abang buat jadi bertanggung jawab," tambah Beliau dengan begitu menusuk.

"Abang ngga bisa kalau jauh dari Juwi, Yah," ungkap Juna seketika menatap sang Ayah.

Beliau, Wira Hadi Juanda, menghela napas jengah, meletakkan sendoknya di atas meja kaca menciptakan bunyi yang cukup menghentak, "itu risiko, Bang, kalau semua ngga jadi kayak gini, Abang ngga mungkin juga harus jauh sama Juwi," katanya, "Ayah ngga mau tau, ini udah jadi keputusan Ayah dan ngga boleh ada yang bantah." Tutupnya seraya bangkit dan berlalu, pergi ke kamar Juwi.

[v] Shout Out! [EJWin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang