kosan berhantu

4.4K 177 1
                                    

POV Nara.

Huufft!

Aku menghembuskan nafas untuk melonggarkan sedikit dadaku yang saat ini terasa sesak. Ada keraguan yang merajai dada, rasanya untuk tinggal begitu membingungkan. Apa ini sebuah keputusan tepat?

Sepeninggal Ibu kosan yang cantik itu, mataku mulai menyusuri ke setiap sudut di kamar yang cukup luas ini.

Kambali, diri ini di buat penasaran setengah mati. Kenapa tempat seperti ini tidak ada yang minat untuk tinggal di sini?

Aku masih terdiam di muka pintu, menikmati view yang terhampar di depan mata karena jendela yang terbuka berada lurus dengan pintu.

Benar kata ibu kos, barisan tanaman bunga garbera dan hydragea yang biasa orang sebut kembang sanggul berwarna pink, putih, ungu dan merah sangat memanjakan mata.

Seketika perasaan takut itu sirna, dan tanpa sadar kaki ini melangkah mendekat ke arah jendela, terhipnotis dengan pemandangan yang begitu menyejukkan.

Klek!

Kurasakan hembusan angin yang cukup segar membawa aroma bunga-bunga menerpa wajahku saat jendela kubuka perlahan.

Mata ini tanpa sadar terpejam dan menikmati aroma kesejukan yang begitu membuat batin ini terasa tenang.

"Ah, kamar ini tidak se-menakutkan yang aku duga," gumamku sembari menikmati angin yang membuat anak-anak rambut tersibak, masih dengan mata yang terpejam.

Namun, ternyata hal yang menyenangkan itu hanya terjadi beberapa menit saja, dan detik berikutnya tiba-tiba terdengar suara hantaman yang cukup keras.

Brakkk!

Seketika mata yang terpejam ini terbuka dan berbalik menatap ke arah pintu yang tadi terbuka lebar kini sudah tertutup dengan rapat.

Jantungku memacu begitu cepat, seketika sulit bernafas dan mata menatap nanar ke arah pintu.

Kosong. Tidak ada siapapun di sana. Mataku menelusuri ke setiap sudut ruangan. Tidak ada tanda-tanda orang lain selain diriku sendiri di tempat ini.

"Tarik perlahan hembuskan ... tarik perlahan ... hembuskan," ucapku pada diri sendiri, berusaha menormalkan kembali denyut jantung yang begitu cepat, dan berusaha menenangkan diri sendiri.

"Ini pasti gara-gara angin Nara, hempaskan pikiran-pikiran negatif dan lebih baik aku beristirahat,"

Aku akhirnya melangkah menuju spring bed nomor 3 yang sudah dilapisi dengan sprei baru dengan motif monochrome yang begitu modis.

Tanganku menyentuh seprei yang sama sekali tidak berdebu. Berarti ibu kos memang seperti menyambut kehadiranku. Buktinya kamar ini, ya, meski seperti kamar cowok, tapi terlihat rapi dan juga nyaman.

Hoahemm!

Tiba-tiba kantuk merajai, dan karena sudah lelah, aku begitu saja menjatuhkan tubuhku di atas kasur.

Bught!

"Aww!"

Aku langsung bangkit dan menyentuh belakang kepala dan juga bahu yang seperti terantuk benda keras tapi lembut.

Bingung ga tu? keras ... tapi lembut seperti... dada seorang pria! sungguh! apa jangan-jangan ... ada yang bersembunyi di balik badcover mahal ini?

Takut-takut, aku mulai menggerakkan kepalaku ke belakang dan turun ke arah kasur. Kosong!

Tanganku mulai meraba kasur dan tidak ada apa pun di atas kasur. Apakah semua hanya halusinasiku saja karena sejak awal masuk berpikir yang tidak-tidak?

"Hmmh, tadi cuma halusinasiku aja," ucapku seraya merebahkan tubuh pelan-pelan ke atas kasur. Nyaman, tiada kendala.

Kantuk semakin merajaiku. Hanya dalam beberapa detik saja kurasakan angin sepoi-sepoi yang melenakan dan membuatku tertidur.

***
Fiuhhh!

Nara menggeliat merasakan geli yang menerpa leher bawah telinganya. Sisi sensitif yang selalu di hindarinya saat bersama seorang pria.

Ya, Nara bukan gadis polos seperti dugaan teman-temannya. Ia suka dugem dan terkadang meneguk minuman keras.

Sisi negatif yang mati-matian ia sembunyikan untuk mempertahankan gelar anak baik dan mahasiswi teladan di kampusnya.

Karena jika ketahuan, bukan tidak mungkin beasiswa yang selama ini ia dapatkan akan ditarik begitu saja.

Gadis yang sedang tertidur pulas itu kembali melenguh saat merasakan seseorang seperti mengecup perutnya yang terekspos saat baju kaos yang ia pakai tersibak hingga bawah dada.

"Eumh, Brian, please jangan lakukan itu ...," desahnya dengan mata yang masih terpejam.

Sesosok makhluk transparan yang saat itu berada di atas tubuhnya tersenyum lebar mendapati tubuh mulus putih itu terekspos dan tak tahan untuk menyentuhnya.

"Aku rasa sedikit sentuhan tidak akan membangunkannya," gumam sosok itu seraya menatap wajah Nara yang menyemburat merah.

Kembali, tangan putih itu membelai setiap inci wajah Nara dan wajahnya mendekat, mencium aroma yang menguar dari wajah dan tubuh gadis yang saat ini kembali tertidur pulas.

"Rasanya ga tega kalau harus mengusirnya. Lagian ... wajahnya imut dan menggemaskan," sosok itu mengukir wajah Nara dengan jemarinya.

Awalnya, Nara tak merespon, tapi ketika sosok itu mendekatkan wajahnya, berniat untuk mencium Nara, gadis itu tiba-tiba membuka matanya, membuat sosok itu terkejut
dan langsung menghilang begitu saja.

Dada Nara naik turun, napasnya tersengal, seperti orang yang baru saja di kejar massa.

Nara terduduk dengan posisi tangan di dada dan matanya yang melotot, mengawasi sekitar.

"Brian ...," desisnya.

"Tidak mungkin! Brian tidak mungkin menemuiku di sini! aku belum mengabarinya sejak semalam. Ia tidak tahu di mana sekarang aku tinggal," Nara menggeleng dan mengusap wajahnya kasar.

Begitu ia mulai tenang, ia lalu menutup wajah dengan kedua telapak tangan dan merebahkan tubuhnya kasar.

Terisak. Gadis itu terisak. Bayangan tentang pacarnya itu selalu membuat air matanya itu lolos tanpa mampu ia tahan.

Brian yang membuatnya luluh dan memberikan segalanya. Ya, Nara sudah tidak perawan dan beberapa kali melakukan hubungan terlarang, sampai akhirnya ia jengah karena Brian tak juga mengikatnya.

Ia takut hamil. Ia yakin keadaan terpuruknya saat ini karena perbuatan nistanya bersama Brian.

Tuhan seolah sedang mengujinya, teguran demi teguran ia dapatkan. Mulai dari bencana yang dialami orang tua hingga sulit mengirim uang untuknya, demam yang membuatnya harus kehilangan beberapa lembar uang gajinya, tak mampu membayar uang kos dan kekurangan.

Seolah nasib buruk terus-menerus menghampirinya. Apakah ini karma dari perbuatannya? bagaimana jika kedua orang tuanya yang menaruh kepercayaan itu tahu semua kebusukannya?

Nara mengguling tubuh ke kanan dan menarik kakinya. Meringkuk, menumpahkan segala lara dengan tangis.

"Pak ... Bu ... maafin Nara ...," Isak Nara.

Sosok yang tadi sempat kabur itu kembali muncul menembus dinding dan menatap Nara dari sudut ruangan.

Hatinya terenyuh melihat gadis yang saat itu terlihat sangat terpukul. Ingin rasanya mendekat, tapi ia sadar jika kehadirannya pasti membuat takut tamu baru di kamarnya itu.

Namun, suara isakan itu begitu mengganggu dirinya, hingga sulit baginya untuk abai dan lebih memilih mendekat.

"Auhh, lapar ..., Pak ... Bu ..., Nara pingin pulang. Nara capek ...," keluh gadis itu dalam isakannya.

Tubuh yang lelah dan mata yang masih mengantuk, membuat gadis itu kembali tertidur dengan perut yang keroncongan, kelaparan hingga terbawa sampai ke alam mimpinya.

****

My Handsome GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang