part 23

1.3K 80 3
                                    

Nara menunggu Rendra di luar kantor polisi saat urusannya dan juga Bryan sudah selesai. Brian berjanji tidak akan pernah mengganggu Nara lagi.

Sempat terjadi adu mulut pada Brian dan juga Nara sewaktu di dalam ruangan, tapi itu tidak bertahan lama, karena Brian sudah tidak punya kekuatan untuk melawan.

"Maaf menunggu lama, Nara. Ayo, aku antar pulang sekarang, tubuhmu pasti sangat lelah," ucap Rendra saat ia berada di samping Nara dan menyerahkan sebotol air mineral untuk Nara.

Nara menggerakkan kepalanya dan menatap Rendra beberapa saat. Entah kenapa, saat itu setiap ia menatap Rendra, ia merasa ada desiran di dalam dadanya.

Malam itu Rendra tampak sangat tampan, tubuhnya yang dibalut jaket berwarna army dengan celana bahan slim dan sepatu kets berwarna putih, membuatnya terlihat tegap dan berisi.

Beberapa saat Nara mengerjapkan mata, takut jika apa yang ia rasa akan melukai perasaan Nareswara yang menunggunya di kosan.

Wajahnya yang serupa dan hampir mirip dengan Nares, membuat Nara terkadang membayangkan jika di hadapannya ini Nares dan bukan Rendra.

Apalagi karena Rendra, ia bisa terlepas dari jeratan cinta Brian yang membuat hidupnya seperti dalam neraka.

Rendra bak pahlawan baginya, tapi Nares sudah memenuhi isi dalam hatinya.

"Nara ...,"

Nara tersadar dari lamunannya saat mendengar suara Rendra yang begitu menggema di telinganya.

Ia sedikit terjingkat dan menatap Rendra sejenak sebelum ia mengalihkan kembali pandangannya ke arah jalan.

"Eh, iya, Bang Rendra," jawabnya singkat seraya membuka tutup botol air mineral dan meneguknya perlahan.

Rendra menatap Nara sekilas, ingin rasanya ia merangkul gadis yang saat itu terlihat sangat kelelahan, tapi ia sadar, Nara adalah wanita yang dicintai oleh kakaknya, Nareswara.

Mungkin orang-orang akan menganggapnya gila, karena ia harus mengalah pada sesosok hantu yang belum pernah ia lihat secara solid sebelumnya.

Namun, sebagai seorang adik, Rendra tentu tak ingin menyakiti hati kakak yang sangat ia sayangi, meskipun dunia mereka sudah berbeda.

"Ayo Nara, Abang antar pulang," tutur Rendra lembut. Nara merespon dengan anggukan dan melangkah mengikuti Rendra ke arah motor sportnya.

Saat Rendra sudah berada di atas motor, Nara beringsut mendekat. Ia sedikit ragu saat akan naik keatas motor.

Rendra memperhatikan gerak-gerik Nara dan langsung berkata," kamu ga usah ragu, Nara. Abang ga akan ngapa-ngapain kamu. Abang tahu kamu punyanya Nares, 'kan?"

Kelopak mata Nara sontak melebar. Lidahnya terasa kelu seketika. Dari mana ia tahu tentang Nares?

"Ehm, bukan begitu, Bang. Nara...,"

"Sudah, jangan di bahas. Hari sudah malam, Nara pun pasti lelah, kita jangan buang waktu,"

Nara meneguk air liurnya. Pandangan matanya menyisir sekitar. Benar kata Rendra, hari sudah semakin malam. Orang-orang pun hanya beberapa yang berlalu lalang.

Srettt!

Nara terhenyak saat Rendra membuka jaketnya dan membalutkan jaket miliknya itu di tubuh Nara.

"Ga usah, Bang, nanti Abang--,"

Brummm!

Rendra menggas motornya. Nara paham, lelaki itu ingin Nara segera naik ke motornya.

Gadis bermata bulat itu menurut dan naik ke atas motor. Ia duduk dan terpaksa menjumput ujung pakaian Rendra agar tidak terjatuh.

Brummm!

Kendaraan roda dua itu menderu, Nara tersentak, sontak meraih pinggang Rendra tanpa sadar dan memeluk Rendra dari belakang saat benda itu bergerak meninggalkan tempat kerja Rendra.

Dada Rendra bergemuruh kencang saat tubuh Nara menyentuh punggungnya, terasa benda kenyal itu membuat jantung Rendra terasa berhenti berdetak untuk beberapa detik.

Jika saja Nara bukan wanita yang disukai oleh kakaknya, sudah barang tentu Rendra akan menghentikan laju motornya dan membalik tubuhnya, mendekap tubuh mungil itu dan membawanya ke dalam pelukannya.

Jiwa laki-laki mana yang tidak goyah, mendapati gadis dengan wajah yang cantik dan senyum menawan itu kini sedang memeluk tubuhnya erat.

Sebisa mungkin Rendra menahan hasrat dalam tubuhnya, ia bersikap acuh dan sulit bernapas karena gemuruh yang kian menerpa tubuhnya.

Nara lekas tersadar saat ia merasakan hangat di pipinya. Ia segera menarik wajahnya dan seketika jantung yang berdegup dengan kencang.

Aroma maskulin tubuh Rendra membuat perasaan aneh mengendap di dalam hatinya.

' Bagaimana ini? kenapa dadaku berdebar seperti ini?'

Nara mengerjapkan mata. Ia lalu mengusap wajahnya kasar.

' Sadar Nara! sadar! kamu punya Nares!' teriak batinnya yang membuat Nara lekas tersadar.

Nara dan Rendra larut dalam pikirannya masing-masing, sepanjang jalan mereka terdiam tanpa ada perbincangan.

Motor yang di kendarai Rendra melaju cukup kencang, membelah padatnya ibukota meski diwaktu malam.

Angin dingin menerpa tubuh dan wajah Nara, rambut Nara yang panjang berkibar.

Nara merasakan getaran dari tubuh Rendra saat tangannya mencengkram kencang ujung baju Rendra.

Pikirannya kalut. Kasihan melihat keadaan Rendra yang kedinginan karena dirinya.

Ia ingin melepaskan jaket pemberian laki-laki itu, tapi ia sadar, ia tidak sanggup menahan dingin yang saat ini membekap tubuhnya.

"Ma--maaf, Bang," suara Nara terdengar seperti bisikan di telinga Rendra, pemuda itu sama sekali tak mendengar dengan jelas apa yang barusan Nara ucapkan.

Seketika mata Rendra membeliak saat Nara tiba-tiba memeluk tubuhnya dengan kencang dari belakang.

Saat itu juga lah, pertahanan Rendra hancur seketika. Ia seperti salah menafsirkan apa yang telah Nara perbuat untuknya.

Motor itu menepi di jalanan sepi. Mata Nara membola saat Rendra tiba-tiba menggerakkan tubuhnya, miring, tanpa aba-aba kedua tangannya meraih wajah Nara dan menariknya mendekat ke arah wajahnya.

Suasana sepi, dingin, dan hanya terdengar desiran angin menciptakan suasana romantis.

Rendra begitu terbawa dan tanpa ragu menempelkan bibirnya di bibir Nara.

Awalnya gadis itu berusaha menolak dan mendorong pelan dada Rendra yang bidang, tapi ... saat ia merasakan sentuhan lembut dan dingin yang menyentuh bibirnya, serta aroma Rendra yang begitu memikat, membuat Nara akhirnya pasrah dan larut dalam suasana.

Rendra begitu lihai melu*at dan sesekali menggigit pelan bibir Nara, mencecap dengan manis bibir yang penuh dan sensual. Rasa yang selama ini sangat ia impikan.

Nara terbawa, ia pun membalas kecupan itu tak kalah manisnya. Entah itu karena suasana yang mendukung ataukah perasaannya pada Rendra mulai berubah.

Namun, detik berikutnya, ia teringat pada wajah Nares yang sendu. Seketika Nara tersadar dan melepas pagutan itu.

Wajah Nara memerah, sedang Rendra menatap wajah Nara yang bersemu dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Kenapa Nara? bukankah ini maumu?" tanya Rendra bingung. Matanya bergerak ke arah dua mata Nara secara bergantian dengan tangan yang masih menyentuh dua sisi wajah Nara.

Kali ini malah Nara yang bingung. Ini maunya? padahal jelas-jelas Rendra yang tiba-tiba menghentikan laju motornya dan menciumnya begitu saja. Kenapa semua jadi kemauannya? apa Rendra sedang mabuk, atau ... mungkin berhalusinasi?

*****

My Handsome GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang