part 8

2.8K 94 0
                                    

Nara tak mampu mengucap satu kata pun. Matanya menatap wajah tegas itu dengan dada yang bergemuruh kencang. Sosok itu pun membawanya menjauh dari kerumunan anak-anak yang masih tawuran.

Dor!

Bunyi tembakan ke tiga, barulah para pelajar berlarian tak tentu arah. Beberapa yang terluka di bawa mobil ambulans, dan beberapa laki-laki berseragam polisi berlarian mengejar para pelajar yang masih tersisa.

"Kamu terluka, kita langsung ke klinik terdekat saja," ucap laki-laki berseragam yang saat ini masih menggendong Nara.

Nara hanya mengangguk pelan. Jantungnya berdentum-dentum merasakan kehangatan dan aroma khas yang menguar dari seragam dan jaket anti peluru yang di pakai si pemuda.

Ia berusaha keras menyembunyikan rasa sakit di tangannya yang masih meneteskan darah segar. Ngilu, pedih dan sakit.

Deru napas yang memburu beraroma menyegarkan menerpa wajah Nara, degup jantung bertalu-talu pun terdengar dari dada si pemuda yang saat ini terengah-engah berlarian sembari menggendong Nara.

"Oh, aku ingat, sepertinya di dekat sini ada klinik," pemuda berseragam itu bermonolog, sementara Nara masih berada di pelukannya.

"Sa--saya ...,"

"Ah, itu di sana," seperti enggan mendengarkan ucapan Nara, laki-laki itu kembali melangkah dan tak lama ia berhenti di depan sebuah klinik.

"Turunkan saja saya, Pak, saya bisa masuk seorang diri," ucap Nara yang merasa kasihan pada polisi muda yang saat itu seperti kesulitan bernafas.

Nara terkesima saat melihat wajah tampan itu tertimpa sinar matahari. Keringat yang berjatuhan di keningnya membuat ia tampak semakin gagah.

"Kamu itu terluka, parah. Lagian kenapa bisa berada di tengah-tengah anak yang tawuran? mereka itu sangat berbahaya. Salah benar sama saja di mata mereka. Beruntung ada aku, kalau tidak, kau pasti tidak akan selamat,"

Seketika pandangan indah tentang polisi yang saat ini sedang menggendongnya itu buyar, saat Nara mendengar omelan pak polisi tampan yang baru saja menyelamatkannya dari pelajar yang sedang tawuran.

"Mmm, sa--saya,"

"Sudah, kita obati dulu lukanya," laki-laki itu menunduk hingga tatapan mereka saling bertemu, membuat wajah Nara memerah seketika.

Namun, laki-laki itu terlihat biasa dan kembali menatap ke arah klinik dan membawa Nara masuk.

Kedatangan Nara seketika disambut riuh suara perawat yang berjaga karena melihat tangan Nara yang berdarah-darah.

Nara meringis saat lelaki itu meletakkan dirinya diatas brankar dan para perawat membawanya ke ruang tindakan.

Nara sudah pasrah karena saat ini tubuhnya terasa sangat lemah. Para perawat bekerja sangat cepat saat membuka pakaian Nara dan melihat luka menganga yang cukup besar.

"Mbak, ini kenapa sih Mbak kok bisa luka sebesar ini?" tanya salah satu perawat saat menyuntikkan obat bius lokal di sebelah luka.

Nara meringis, tapi sama sekali tak merintih. Sakit ini belum ada apa-apanya dengan sakit hati yang ia rasakan akhir-akhir ini.

"Oh, ini tadi ada pelajar tawuran yang tiba-tiba mendekat, aku tuh nggak sempat menghindar, jadilah begini, lenganku tertebas samurai," jujur Nara seraya menatap luka menganga pada tangannya yang masih mengeluarkan darah.

"Ya Allah kuat banget sih, Mbak. Mbaknya kok kelihatan seperti nggak kesakitan, padahal lukanya cukup lebar lho, Mbak," perawat lain ikut bersuara, tapi Nara hanya terdiam, tatapannya masih tertumpu pada lukanya yang sedang dijahit. Saat jarum jahit lengkung itu masuk dan menusuk daging-dagingnya, hanya terasa sedikit nyeri dan ngilu, Nara tetap bergeming.

My Handsome GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang