part 15

1.6K 80 4
                                    

"Maaf, Bang. Abang tidak bisa lagi datang kesini,"

"Nara...,"

Nara langsung menundukkan kepalanya, ia benar-benar bingung untuk menolak kehadiran Rendra.

Bukan ia tidak ingin membantu Rendra, tapi kehadiran Rendra akan memantik amarah di hati Bryan.

Ia tahu siapa Brian, meskipun Rendra adalah seorang polisi, tidak menutup kemungkinan bagi Brian untuk berbuat jahat dan melakukan hal yang buruk terhadap Rendra.

Rendra pun paham, meski di pikirannya saat ini tidak sama dengan apa yang dipikirkan oleh Nara.

Ia tahu, mereka baru saja bertemu, Nara pasti merasa keberatan, belum mengenal lama sudah banyak permintaan.

"Baiklah Nara jika itu keputusanmu. Kalau begitu Abang tidak akan pernah datang kemari lagi,"

"Ya, meskipun kamu sudah tahu alasan Abang datang kemari, tapi bukan itu saja, Abang memang tulus kok mau membantu kamu,"

" Semoga cepat sembuh ya Nara, Abang pamit dulu. Maafin Abang ya karena permintaan Abang mungkin membuat kamu jadi kepikiran," terdengar nada kekecewaan dari semua ucapan Rendra saat itu.

Nara bergeming. Kepalanya masih saja tertunduk. Ia bingung. Di lubuk hati yang paling dalam, ia sangat ingin membantu Rendra, hatinya berkata jika ia bisa mempertemukan Rendra dan juga Nares.

Apalagi ini juga menyangkut perihal Nares--hantu tampan yang baik hati yang selama ini selalu menolong dirinya.

Namun lagi-lagi, keinginan baiknya itu terhalang oleh Bryan. Apalagi beberapa hari ini Brian terus aja menerornya, mulai dari pesan wa, inbox dan telpon.

' Hmh, seandainya tidak ada Brian. Pasti aku akan menolongmu, Bang,' batin Nara sedih.

Melihat Nara yang tak jua  mengangkat kepalanya, membuat Rendra merasa menyesal telah mengungkapkan semuanya kepada Nara.

Nara pasti terbebani dengan ucapannya. Rendra menatap sedih Nara, sedangkan Nara enggan untuk mengangkat kepalanya, karena ia takut  bersitatap dengan Rendra.

Rendra lalu beringsut dari hadapan Nara dan menggeser tubuhnya hingga ke tepi ranjang.

Sebelum ia bangkit, ia sempat menatap sendu Nara. Terdengar helaan napas berat dari Rendra.

Namun, melihat tingkah laku Nara, ia pun tak mau untuk memaksanya.

" Sekali lagi, Maaf Nara,"

Nara hanya mengangguk pelan mendengar ucapan Rendra barusan. Rendra lalu melangkah gontai meninggalkan Nara.

Nara pun mengangkat wajah saat terdengar bunyi pintu yang tertutup. Ia menghembuskan napas kasar. Matanya berembun. Entah kenapa hatinya pun ikut sakit menolak permintaan Rendra.

"Maaf Bang Rendra, Nara tahu Abang orang baik, tapi Nara tidak mungkin membawa Abang lebih dalam masuk ke kehidupan Nara. Maaf Nara nggak bisa bantu," Nara terisak. Air matanya  turun deras hingga jatuh ke baju yang ia pakai.

Gadis berwajah cantik itu lalu merebahkan tubuhnya ke arah berlawanan dengan luka yang ada di tangannya. Menahan sakit di hati dan tangannya secara bersamaan.

Ia ingin lepas dari Brian, tapi, bagaimana caranya?

***
Asap mengepul dari batang rokok yang terbakar, yang kini terselip diantara dua jari seorang pria berambut gondrong.

Pemuda beralis tebal itu menatap tajam ke arah kos-kosan dari seberang jalan.

"Cih, untung aku punya nomor Santi, jadi aku bisa tahu di mana Nara tinggal sekarang,"

"Sialan memang! bisa-bisanya pindah tanpa memberi kabar. Dasar wanita jal*ng!"

Pemuda itu lalu meremas rokok yang semula berada di selipan jemarinya. Menahan panas yang menjalar dari tangan hingga hatinya.

"Aku akan membuat pelajaran hingga kau tak akan pernah memperlakukanku semena-mena lagi!" pemuda itu bersungut-sungut dengan dahi yang mengkerut.

Ia lalu berbalik dan melangkah dengan cepat ke arah seseorang yang saat itu menunggunya di atas motor.

Keberadaan laki-laki itu sempat terlihat di dua netra Nares yang saat itu tak sengaja sedang melayang bersama Fatimeh di sampingnya.

"Res ... udah la Res, pan tu cewek uda punya gacoan. Lu sama gua aja, Res. Fix no debat!" Fatimeh tersenyum lebar menunjukkan gigi-giginya yang menghitam. Hantu perempuan yang mati karena gantung diri di pohon macang itu melayang mengikuti Nares dari arah kebun jengkol, tempat nongkrong mereka tadi.

"Bisik Lu Meh. Dah, jangan ganggu Gua dulu. Gua mau sendiri. Kasihan Nara, Gua lupa dia butuh Gua, kan Nara lagi sakit," sahut Nares.

"Res ... Lu ...,"

"Shuttt, diem. Tu orang siape?"

Tanpa sengaja netra Nares menangkap sosok pemuda berjaket Levis dengan rambut gondrong dan rokok di tangan sedang menatap tajam ke arah kos-kosan.

"Kek orang jahat, Res. Atut ... gimana kalau tu cowok mau culik Fatimeh," Fatimeh begitu saja bergelayut di lengan Nares.

Nares melirik dan begitu saja menarik tangannya hingga Fatimeh terdorong menjauh darinya.

"Jan cari kesempatan Lu, Meh. Lagian mana ada cowok yang mau culik hantu serem kek Lu," Nares kembali menoyor kepala Fatimeh yang ingin mendekat.

"Lu mah, ga romantis, Res. Kejam!" rajuk Fatimeh.

Nares tak menanggapi ucapan Fatimeh. Ia kembali mengarahkan pandangan ke arah laki-laki misterius itu, tapi lelaki itu sudah tak ada.

Nares merasa ada yang tidak beres. Ia lalu memutar arah dan masuk ke dalam kos-kosan diikuti Fatimeh di belakangnya.

Tiba-tiba Nares berhenti, Fatimeh yang ada di belakangnya hampir saja menubruk tubuh Nares.

"Ada apa, Res, kenapa Lu ... ,"

Fatimeh menggeser tubuhnya yang saat itu tertutup oleh punggungnya Nares yang lebar dan matanya seketika membelalak saat melihat sosok putih sedang berada di tepat di depan pintu kos-kosan.

"Neng ociiii?"

"Ngapain Lu Neng, di mari. Demen amat ngintil! ntar diliat penghuni kosan bisa berabe," cerocos Fatimeh dengan bibir yang berkerut.

Neng Poci melompat mendekati Nares dan tersenyum simpul.

" Abang Nares yang caem, di kuburan sebelah ada dangdutan, kite ke sono, nyok. Ame aye, Bang. Kite joget," rayu Neng poci sembari menempel mesra di bahu Nares.

"Ih ... najis! ganjen banget Lu, Neng!" Fatimeh kesal dan mendorong Neng Poci dari sisi Nares.

"Apaan sih, Lu, Fatimeh. Kek soang! nyosor mulu," Neng Poci balas menggeser tubuh Fatimeh.

Alhasil balas membalaspun terjadi. Kedua makhluk halus yang menaruh hati pada Nares itu saling adu kekuatan, berusaha untuk merebut perhatian Nares.

Nares yang melihat kelakuan dua hantu sok cantik itu hanya melenguh dan kembali melayang, masuk ke dalam kos-kosan.

Ia berubah transparan saat dari kejauhan ia melihat dua orang penghuni kos-kosan yang sedang berjalan ke arah luar.

' Mudah-mudahan tu cewek kagak lihat penampakan di luar,' batin Nares.

Namun, baru saja Nares hendak masuk ke dalam kamar Nara, ia tiba-tiba mendengar jeritan dari arah luar.

"Aaaaa! pocong!"

Seketika penghuni kos-kosan yang berada di dalam kamar berlarian ke arah luar, kecuali Nara.

Nara yang berada di dalam kamar juga mendengar jeritan itu, tapi ia tak mampu berbuat banyak. Tubuhnya masih lemah, dan rasanya meriang.

"Po--pocong?" lirih Nara sembari merapatkan selimut.

"Bagaimana jika pocong itu ada di kamarku?"

Baru saja Nara memikirkan tentang pocong, tiba-tiba ...

*****

My Handsome GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang