part 21

1.4K 88 15
                                    

Nares menjauhkan wajahnya, tapi dengan sigap Nara menarik wajah itu. Ia sudah tak mampu menahan hasrat untuk menyentuh bibir Nares dan menepis semua keragu-raguan.

Cup!

Netra Nares membulat, pupilnya membesar saat merasakan sentuhan lembut di bibirnya. Kejadian yang begitu cepat hingga membuatnya tak percaya.

Ia tak menyangka, Nara bisa membalas perbuatannya dengan tak kalah manis.

Ia terbawa, membiarkan Nara melumat bibirnya dengan begitu mesra.

Nara yang tersadar langsung menghentikan aksinya. Ia melepas kecupan itu dan menjauhi wajahnya, tangannya pun ia turunkan dan membuang muka ke arah berlawanan.

"Nara ...,"

"Ma--maaf, Res, aku ...,"

Hantu tampan itu menarik dua sudut bibirnya. Tak mengapa Nara hanya menciumnya. Ia pun tak ingin lebih karena memang dunia mereka di takdirkan berbeda. Cukup ini, Nares sudah bahagia.

"Aku sayang Kamu, Nara," ucapnya sembari mengelus pucuk kepala Nara.

Wajah gadis itu memerah. Merasakan kehangatan yang menjalar dan memenuhi hatinya.

Ia menoleh ke arah Nares, dan dengan lembutnya Nares menarik kepalanya, membawanya ke pelukan hingga wajah yang sedang bersemu merah itu menempel di dadanya.

Hanya ada kehangatan, tanpa detak jantung seperti manusia pada umumnya, tapi tubuh solid itu mampu memberikan perasaan bahagia juga hati yang berbunga-bunga.

Satu kecupan Nares berikan untuk Nara. Nara seolah lupa dan menyibak tirai diantara mereka, tak perduli apa dan siapa Nares, ia hanya ingin bersama laki-laki itu, untuk sekarang, dan selamanya.

***
Satu kecupan Nara berikan pada hantu tampan Nares saat ia akan pergi bekerja dan menuntut ilmu.

"Aku akan pulang malam, Res. Kamu jangan nungguin aku," ucap Nara saat Nares memberikan bekal. Kotak makan berwarna pink muda itu terasa cukup berat. Entah apa yang di buatkan Nares untuknya, karena Nara bangun kesiangan dan Nares sengaja tidak membangunkannya.

"Apa aku boleh ikut?" pinta Nares dengan mata yang berkilat.

Nara menggeleng sembari tersenyum simpul menggoda. Ia mendekat ke arah Nares dan menarik kerah kemeja putih milik hantu berwajah serupa Ca Eun Woo itu, hingga wajah Nares mendekat ke arahnya.

"Kamu di sini aja, jaga rumah. Kalau kamu ngikutin terus, aku nanti ga konsen. Maunya dekat-dekat kamu terus," bisik Nara yang membuat Nares tersipu malu.

"Emh, terus ... gimana hubunganmu dengan pacarmu itu? aku ga mau loh di cap sebagai hantu pebinor,"

Degh!

Nara sontak melepas kerah baju Nares dan ia mundur beberapa langkah. Bibirnya ia gigit.

Nares kembali membuatnya teringat pada lelaki bajingan yang selama ini mati-matian ia hindari.

Cinta?

Jangan tanya! ia sudah tidak punya cinta pada sosok itu. Perempuan mana yang betah dengan laki-laki yang doyan main tangan dan juga manipulatif? belum lagi ia sering mengucapkan kata-kata kasar dan ancaman!

Nara sudah jengah, tapi ia belum bisa melepaskan diri darinya. Bukan ia tak percaya Nares, tapi ia ingin menyelesaikan ini seorang diri.

"Aku akan segera putus dengannya. Aku janji. Aku pergi dulu, Nares, dan kamu jangan nakal di rumah, apalagi berani bawa hantu lain ke sini," ancam Nara. Matanya membulat dan membuat Nares mengangguk cepat.

"Baik, Sayang. Eh, apa kita sudah pacaran?" Nares menghadang Nara saat gadis itu hendak keluar dari kamar.

Dahi Nara mengernyit. Di tembak hantu? punya pacar hantu?

Hal yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya dan tentu saja membuat otak Nara berpikir keras.

"Ya,tentu saja," jawab Nara yakin beberapa detik kemudian. Ia menepis kata waras dalam kamus hidupnya. Biarlah ia menjalani ini semua dengan kata hatinya.

Ia yakin, hanya Nares laki-laki satu-satunya yang mampu membuat ia bahagia, meskipun laki-laki itu adalah seorang ... hantu!

***
Narendra menatap secangkir kopi yang masih mengeluarkan asap tipis di hadapannya.

Sesekali terdengar helaan napas dari laki-laki itu. Perasaannya gundah. Sudah beberapa hari ini ia tidak bertemu Nara, gadis yang selama ini memenuhi pikirannya.

Ia pun heran, kenapa wajah gadis itu selalu membayang. Seolah enggan untuk pergi dan meninggalkan dirinya.

Satu sesapan kopi panas seolah mampu meredakan gundah hatinya. Di saat itulah, ponselnya berdering dan ia mendapati pesan dari nomor yang tidak ia kenal.

Namun, saat ia membaca pesan, ia tahu dan sadar, itu bukan pesan biasa. Gegas Rendra berdiri dan meraih kunci motor, melangkah setengah berlari dan pergi.

Motor sport berwarna hitam metalic itu menderu saat laki-laki bertubuh tegap dengan otot-otot yang keras itu naik di atasnya.

Kendaraan roda dua itu melesat maju dengan kencang menyusuri jalan perumahan yang lenggang.

Hanya satu-dua kendaraan dan orang yang berlalu-lalang yang ia jumpai. Wajar, karena malam itu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, di mana orang-orang sudah banyak yang berada di atas pembaringan.

Narendra menatap jalan dengan pikiran gusar. Tangannya terus menarik gas, ingin cepat sampai di tempat si pengirim pesan berada.

Udara dingin dan hembusan angin yang membuat tubuhnya menggigil, ia tepiskan. Ia hanya berharap seseorang itu mampu menjaga dirinya hingga ia sampai.

Kendaraan roda dua itu akhirnya sampai di tempat yang di tuju. Sebuah fakultas swasta yang berada di jantung ibukota.

Tempat itu terlihat sepi. Tak ada aktifitas belajar-mengajar karena hari sudah sangat malam.

Rendra begitu saja memarkirkan kendaraannya di halaman dan berlarian masuk ke dalam, seperti ada yang di carinya.

Hentakan langkah kaki itu menggema, ia mencari ke sekitar tempat yang masih terbuka, mengelilinginya. Aneh, karena tak ada satu pun penjaga.

Sementara itu, di toilet siswa yang berada di belakang kampus dan terpisah, seorang wanita sedang menangis tersedu dengan kaki yang di tekuk. Wajahnya balu akibat tamparan seorang laki-laki di hadapannya.

Laki-laki muda bertubuh sedang itu menginjak-injak benda pipih berwarna hitam yang tadi sempat menyala hingga retak dan hancur berantakan.

"Puas kau, hah? padahal jika kau menurut, dan tetap setia padaku, semua ini tak akan pernah terjadi!"

"Dasar jalang! berani-beraninya kau minta putus dariku!"

Brak!

Laki-laki itu menggebrak pintu toilet yang tertutup rapat. Membuat gadis yang saat itu terduduk dilantai dengan tubuh gemetar itu terjingkat, kaget.

Gadis itu beringsut mundur, tapi naas tubuhnya mentok di dinding dan tak mampu bergerak lebih jauh. Ia benar-benar terpojok.

"Ma--maafkan aku, aku ingin fokus belajar dan bekerja," Nara membela diri.

"Bohong! kau itu sudah punya laki-laki lain, bukan? dan kau ingin membuangku!"

"Sebelum itu terjadi, ini ... ini akan aku sebar dan hidupmu akan menderita, selamanya ... selamanya ...,"

Laki-laki itu tersenyum culas dan mengangkat benda pipih yang berada di genggamannya.

Mata Nara membola dan...

"Tidak!!!!"

****

My Handsome GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang