part 28

1.1K 72 3
                                    

Bunyi  hentakan langkah kaki itu menggema di sepanjang lorong. Ia akhirnya menghentikan langkah saat berada di depan pintu kos, dan saat itu ia melihat Nara yang berbincang seorang diri.

Gadis itu menggaruk-garuk kepalanya tidak gatal.

"Wah benar-benar ini Nara sudah gila, atau memang di tempat ini ada hantunya? hiiii," gadis itu berbalik dan berlari kembali ke kamarnya, takut.

Sementara itu Nara melepas pelukannya saat ia mendengar panggilan telepon di HP-nya yang berdering.

"Bentar ya, Res, aku angkat dulu," ucap Nara saat ia mengangkat benda pipih itu dan mengurai pelukannya dengan Nares.

Nares mengangguk dan melanjutkan aktivitas memasaknya. Nara berbalik dan mendapati pintu terbuka lebar.

Tanpa pikir panjang Nara melangkah menuju pintu dan keluar dari kamar. Ia lalu mengangkat telepon dan suara seseorang terdengar di ujung sana.

[Halo?]

[Ya, Kak, ada apa Kakak menelponku?]

[Kakak ... ingin ketemu kamu, malam ini juga. Berikan alamat tempat tinggalmu]

Nara menghela napas dalam sebelum akhirnya ia menyebut alamat tempat tinggalnya.

Suara di ujung sana tiba-tiba hilang. Seperti sedang memikirkan sesuatu. Nara mengernyitkan dahinya, apa yang membuat wanita itu tiba-tiba menelponnya?

[Emh, aku tahu tempat itu. Tunggu aku di persimpangan. Aku takut salah alamat]

[Jam berapa? aku mau istirahat]

[Sekarang, aku pergi saat ini juga]

Setelah ucapan itu, perbincangan mereka langsung terputus. Nara menatap hampa layar ponselnya. Perutnya lapar tapi selera untuk makan telah lenyap begitu saja.

Untuk saat itu Nara hanya ingin minum, menghilangkan dahaga yang saat itu sedang mendera kerongkongannya.

Ia kembali masuk ke dalam kamar, tapi kali ini ia menutup pintu dengan rapat. Melangkah dengan langkah gontai ke arah Nares yang saat itu menatapnya dalam.

"Kenapa? apa ada yang mengganggu pikiranmu? ceritakan padaku," Nares menyambut Nara dan merangkul gadis yang sedang menekuk wajahnya itu.

Nara menghentikan langkah, ia menggerakkan tubuhnya ke posisi samping dan melingkarkan kedua tangannya di pinggang Nares.

Gadis itu dengan nyamannya menempelkan kepalanya di dada Nares dan menarik udara dalam-dalam.

Dengan mata yang tertutup, ia menikmati wangi tubuh Nares yang berbeda.

Mata Nares membola saat tiba-tiba saja Nara melingkarkan tangannya di pinggangnya, lalu memeluknya erat.

Terasa gelanyar aneh menjalari tubuh Nares. Refleks tangannya terangkat dan membelai lembut rambut Nara yang terurai panjang.

"Ka--kamu kenapa? ayo cerita," Nares berjibaku dengan perasaan hangat dalam hatinya yang selama ini kosong saat telapak tangannya menyentuh rambut indah Nara.

'Nares ... tahan diri Nares. Tahan ...,' batin Nares sembari berusaha keras menahan hatinya.

Hantu tampan itu hanya mampu menundukkan kepalanya dan menata rambut hitam Nara yang berkilau.

"Kakakku ... tiba-tiba saja ingin bertemu denganku, padahal kemarin ia bilang, ia tidak ingin punya hubungan lagi denganku dan kedua orang tuaku," suara Nara serak seiring dengan napasnya yang tersendat, seperti orang yang sedang menangis.

Nares terhenyak. Ia lalu menangkup wajah Nara dengan kedua telapak tangan dan mengangkatnya perlahan hingga ia bisa melihat dengan jelas wajah gadis yang tengah memenuhi seluruh ruang hatinya itu.

Mata itu berkaca-kaca, bulir bening pun luluh di kedua sudut matanya. Nares menatap dua bola mata yang sedang mengerjap itu bergantian dan dengan mesra mengecup satu persatu dengan begitu lembut dan penuh kasih sayang.

"Jangan bersedih. Aku akan menemanimu untuk menemui kakakmu, aku akan ada disampingmu untuk menjagamu, aku tahu kamu kuat, Nara, dan aku akan menjadi kekuatanmu," ucap Nares seraya menyeka air mata Nara dengan jemarinya yang terasa dingin kala menyentuh pipi gadis yang sedang menatapnya dalam.

Nara bergeming. Ia yang semula gusar, perlahan mulai tenang saat mendapat perlakuan manis dari Nares.

Gadis itu merasa sangat beruntung bertemu dengan Nares, meskipun terselip rasa sedih di dalam hatinya. Mengingat jika makhluk di hadapannya ini bukan manusia biasa, melainkan sosok astral yang tidak mungkin bersatu dengannya.

Nara mengangguk pelan. "Ayo, ikut. Katanya dia sudah di jalan," jemari Nara menaut ke jemari Nares hingga mereka saling menggenggam.

"Ayo, tapi apa kamu tidak jadi minum? makan?" tanya Nares saat memperhatikan wajah Nara yang sedikit pucat.

Nara menggeleng pelan. Tatapan mata sendunya menyiratkan bagaimana lelahnya ia saat ini.

"Aku sudah tak selera makan. Mau minum aja," Nara melepas genggaman tangannya pada Nares dan berjalan ke arah meja, menuang air dan meneguknya hingga kandas.

"Ayo, Res," Nara melangkah mendahului Nares. Ia tahu jika  berjalan beriringan, orang-orang akan menganggapnya gila.

Nares menggangguk dan mengikuti
Nara dari belakang. Ia melihat punggung kecil itu berjalan tanpa semangat.

Ingin rasanya ia mendekap dengan penuh cinta, tapi ia sadar, ia kini bukan berada di dalam kamar, di mana hanya ia dan Nara. Ia kini ada di luar, di mana semua orang bisa menatap Nara dengan curiga.

Nara menatap layar handphonenya saat benda itu berdering dan bergetar. Wajahnya tampak gusar.

Ia mempercepat langkahnya keluar dari kosan disusul Nares di belakang. Hantu berkemeja putih itu mengikuti gadisnya dengan hati yang was-was, takut Nara kenapa-napa.

[Iya, aku sudah di luar kosan, tunggu]

Nara semakin bergegas saat benda itu kembali berdering. Ia hanya berbicara singkat sebelum akhirnya benda itu kembali ia genggam dan menjauhkan dari telinganya.

Gadis itu akhirnya berhenti tepat di persimpangan. Nara terdiam beberapa saat sembari kepalanya bergerak seperti mencari sesuatu.

Ia lalu menatap seorang  yang saat itu
melambai ke arahnya dan sedang bersandar di mobil sedan yang ada di sampingnya.

Tanpa ragu, Nara melangkahkan kaki ke arah seseorang yang sedang memanggilnya itu.

Nares sempat memanggilnya, tapi Nara seperti tidak menggubrisnya.

Hantu berkulit putih dengan rambut yang jatuh itu mengikuti Nara secara perlahan.

Entah kenapa hatinya resah saat melihat sosok yang saat itu sedang membelakangi sorot lampu jalan yang berada di dekatnya, hingga wajahnya sulit terlihat.

Nares memicingkan mata. Ada apa dengan sosok itu? kenapa saat ini rasanya ia ingin pergi saja dan menghindari wanita yang di panggil Nara sebagai kakak itu?

Saat Nara sedang berbincang serius dengannya, samar-samar Nares mendengar suaranya yang sepertinya ia kenal.

Suara itu tampak akrab ditelinganya, seperti memberikan rasa rindu yang teramat sangat.

Nares tertegun dan berusaha mengingat-ingat. Siapa gerangan wanita itu? kenapa ia merasa sangat akrab dengannya?

Semakin dekat, semakin tampak siluet wajahnya yang memiliki kemiripan dengan Nara. Wajah oval dan sedikit cubby dengan bibir yang tipis.

Nares semakin penasaran, saat jaraknya hanya beberapa langkah saja, tubuh Nares tiba-tiba bergetar.

"Starla...,"

****


My Handsome GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang