part 17

1.5K 87 9
                                    

Nara menatap kesal ponselnya. Pesan bertubi-tubi datang dari Brian. Pacarnya itu sudah beberapa hari ini kembali mengancam dirinya dengan kata-kata kasar.

Nara sudah jengah, apalagi ketikan terakhir yang mengancam jika ia akan berbuat onar di tempat kos-kosan Nara.

"Santi memang ember!" decak Nara kesal.

Nara lalu menurunkan salah satu kakinya dan bangkit perlahan, menepis perasaan nyeri pada tangannya yang belum sepenuhnya sembuh.

Sebelum ia melangkah keluar, ia menatap ke arah jendela, sebenarnya ia ingin Nares ikut, tapi ia tidak ingin menyusahkan siapapun. Karena ini adalah masalahnya, dan hanya Ia yang bisa menyelesaikannya.

Nara melangkah gontai ke arah pintu dan menutupnya secara perlahan. Suasana malam itu sudah sepi, karena waktu menunjukkan pukul 09.00 malam, apalagi tadi sempat ada keributan yang melihat pocong di luar, membuat suasana kos-kosan itu seperti kos-kosan hantu, sepi dan hening.

Nara mengabaikan begitu saja suara dering HP-nya. Ia tahu, pasti itu Brian yang sudah tidak sabar ingin bertemu dirinya.

Gadis itu menghentikan langkahnya sejenak tepat di depan pintu. Ada setangkup keraguan yang merajai dirinya saat itu. Bagaimana jika Brian berbuat kasar padanya?

Namun, jika ia berani mengabaikan Brian, sudah pasti hal yang buruk akan terjadi. Nara tahu siapa Brian, dan ia tak pernah main-main dengan ucapannya.

Nara lalu menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan, hingga jantungnya berdetak lebih pelan, menunjukkan kalau sebenarnya ia tidak takut pada ancaman Brian.

Tangannya lalu membuka kunci pintu depan dan menekan handle pintu. Dengan perasaan gusar, Nara pun melongok ke luar untuk mencari keberadaan Brian.

Nara lalu melangkah mengendap -ngendap keluar dari kos-kosan, karena jika ketahuan ibu kos, Nara pasti akan di marahi karena waktu ketemu sudah habis.

Brian menunggu di seberang jalan sembari menghembuskan asap rokok yang tadi baru saja ia sesap.

Ia pun tersenyum jahat saat melihat Nara yang melangkah gontai mendekatinya.

"Akhirnya kita bertemu juga, Sayang. Kenapa kau menghindariku, hah!" Laki-laki itu langsung membuang rokoknya dan mendekat ke arah Nara.

"A--aku...,"

"Bisa-bisanya kau membuatku menunggu dan mencarimu. Ingat Nara ... Aku punya video mesum kita. Jika aku ingin menyebarkannya, maka beasiswamu itu akan lenyap dan kamu akan viral seantero dunia," pemuda itu menyunggingkan senyum smirknya.

Nara terdiam. Harga dirinya kini ia pertaruhkan. Kata putus itu serasa sulit ia ucap. Lagi, Nara hanya mampu menuruti apa kehendak laki-laki di hadapannya itu.

Brian bergerak mendekat. Nara mundur beberapa langkah tapi dengan sigap laki-laki itu meraih tangannya.

"Akh, sa--sakit ...," rintih Nara saat tangan itu mencengkeram pergelangan tangannya. Nara sekuat tenaga menahan rasa sakit yang kini merajai tangannya.

"Jangan pura-pura tertindas. Ingat! kau hanya milikku, Nara. Milikku!"

"Le--lepaskan, Bri ... i--ini sa--sakit ...," Nara memohon seraya menitikkan air mata. Ia sudah tak tahan, rasa sakit kian menyiksa.

"Baru tidak bertemu beberapa hari saja, Nara, kau sudah begitu manja. Aku hanya memegang tanganmu saja,"

"Lepaskan Brian, kumohon. Ini sangat menyakitiku,"mohon Nara lagi.

Tanpa ia ketahui, di keremangan malam, sesosok makhluk tak kasat mata sedang memperhatikan mereka.

Makhluk itu adalah Nares. Ia menatap kesal ke arah laki-laki itu. Setelah memperhatikan, laki-laki yang saat itu sedang mencengkram tangan Nara, adalah orang yang sama yang tadi sempat membuatnya penasaran.

My Handsome GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang