Apa yang seharusnya sorang pendatang sepertiku alami ketika ia pertama kali akan menempuh dunia sekolah? Mungkin sambutan ramah akan menjadi kemungkinan terbaik... Namun hari pertama ini sayangnya telah mengandung amarah dan pilu atas apa yang telah menimpa Sylvie.
"Psikogenik."
"...Apa itu, Dika?"
"Hm. Berkat kedunguan sosok Takeshi Kaoru ini, Sylvie tidak dapat menahan lelah ketika menghadapinya... Kinerja tubuhnya menjadi labil dan mengakibatkan pergerakan hormon yang menyebabkan demam psikologis. Di luar itu, sebaiknya kamu bertanya kepada seorang dokter berpengalaman, Bagas."
Jam dinding klinik dengan gerakan jarum nyaring itu menunjukkan pukul 09:18. Bel dimulainya pelajaran membantu mengosongkan area koridor, sehingga memudahkanku untuk membawa Sylvie menuju tempat ini tanpa saksi mata.
*Tit!*
"37,7 derajat... Haah... Dia butuh istirahat. Kamu gak capek, Dika? Gendong dia sampai sini?"
"Aku tidak apa – apa."
Mengamati pelayanku yang terbaring pada kasur milik klinik, Bagas mengulurkan tangannya untuk meletakkan handuk hangat pada kening Sylvie seraya duduk di sebelahnya. Sebesar keinginanku untuk merawatnya sendiri, sikap khawatir Bagas yang berlebihan memaksaku untuk mengawasi ruangan ini saja... Tentu di balik melihat setiap gerak – geriknya, aku mengapresiasi inisiatif Bagas untuk menolong seseorang yang asing baginya.
"A-Apa menurutmu si... S-Sylvie pernah ngalamin ini?"
"Ekspresi itu tidak menunjukkan repetisi. Jika perkataan Kaoru itu benar, maka Sylvie seharusnya menanggapi cecarannya dengan kasar atau memperagakan sosok korban... Tidak seperti ini."
"Hmm..."
"Apakah itu cukup?"
"Yah... Cukuplah..."
"Maaf. Aku sedang memikirkan sesuatu."
Kesunyian klinik dirasuki oleh rasa canggung dan tegang. Sangat disayangkan hal ini harus terjadi, terutama Sylvie yang baru saja menyempatkan waktu untuk menikmati sarapan hangat bersamaku pagi ini... Aku mengamati Bagas berdiri dari kursi hitam itu seraya menggerakkan kaki dan tangannya layaknya mayat hidup. Mendekatiku, ia segera mengenggam bahuku dengan kedua tangannya.
"O-Omong – omong, Dika..."
"Itu adalah namaku."
"Aku akan bertanya ke kamu..."
"...Silakan?"
"A... Apa hubunganmu... D-Dengan S... Sylvie La Benevolent?"
Mengamati jemari yang menunjuk Sylvie itu, aku tidak dapat menahan mataku untuk menyipit keheranan. Akan tetapi, aku mendengar ungkapan itu kemarin malam ketika Kochi kembali menghubungiku. La Benevolent adalah gelar yang dilimpahkan pada Sylvie dari para kepala pelayan House of Maids Kusumajaya. Gelar tersebut memuat makna sosok ramah yang selalu ingin berbuat baik kepada orang – orang di sekitarnya.
"...Pelayan pribadiku?"
"A-Aku tahu kalian anak – anak kelas genius berhak mendapatkan pelayanan pribadi... Tapi!"
"Tapi?"
"Maafkan aku karena lancang atau apa, tapi b-beruntung sekali pelayanmu adalah sosok Sylvie Yang Menawan itu, Dika?? Sejujurnya aku mengamati warga siswa Senaya terlihat banyak yang menaksirnya, bahkan sebelum kamu datang di sekolah ini!"
"Sebelum aku tiba? Kamu mengatakan bahwa Sylvie telah menjadi target semenjak masa pengenalan sekolah dua minggu lalu?"
"I-Iya! Sejak awal lho... Meski masih termasuk anak baru, Sylvie sangat menandingi gelar itu. Aku sudah memperingatkan teman – temanku untuk berpikir tiga kali sebelum mendekatinya... Dengan sosok ikon sepertinya, maka akan menjadi darurat nasional jika sesuatu terjadi kepada S-Sylvie."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nagara Nusantara
Romance"Kemuliaan bagi pembela kemanusiaan." Andika "Dika" Raylan, seorang remaja berlatar belakang misterius yang bersekolah pada sebuah SMA elit untuk merasakan kehidupan normal seraya menggali informasi dan melaksanakan perintah terakhir dari majikannya...