*Tap* *Tap* *Tap*
Langkah kaki membaur dengan sejenisnya dalam keramaian. Mendongak, kita dapat memanfaatkan penampilan wajah – wajah manusia untuk bersembunyi di antara mereka... Apakah aku sedang berada pada suatu pasar? Objek wisata? Kerusuhan? Tidak juga. Pada kenyataannya, aku berdiri tepat pada jalan utama gerbang sekolah ini—Senaya—Sekolah Nasional Kusumajaya.
(Sekarang... Di manakah dia?)
Sebagian besar siswa menghabiskan akhir pekan mereka meninggalkan sekolah. Beberapa dari mereka mengenakan berbagai macam pakaian santai, walau terdapat kelompok siswa yang masih saja mengenakan almamater merah itu... Aku bertaruh siswa – siswi ini dapat melindungi diri dari kejahatan tersembunyi dalam Pulau Kusumajaya, mengingat insiden itu tepat dua minggu yang lalu.
Menyudahi pemeriksaan jam tangan, aku menelusuri trotoar ini untuk mencari Bagas... Menemukan sosok laki – laki yang tengah menunduk pada ponselnya seraya bersandar pada dinding halte bus. Perangkat telinga yang digunakan menjelaskan mengapa ia tidak dapat mendengar langkahku, meski telah berdiri tepat di belakangnya.
"Hm... Hm... Hm? Bwah!! D-Dika!? Bikin kaget saja kamu astaga... Lama sekali datangnya kamu, emang dari mana saja??"
"Terdapat waktu setengah jam yang dapat aku habiskan dengan bebas sebelum bertemu denganmu... Aku mengira cuaca pagi ini cukup baik, sehingga aku menghabiskan waktu ini menikmati pemandangan yang ditawarkan dari kamarku bersama Sylvie."
"Uwah... Kurang kerjaan banget..."
"Bagaimanapun. Tuntun jalannya, Bagas."
"B-Baik! Kita sekarang akan pergi ke Kalimas! Ikuti aku, Dika!"
Memasukkan perangkat telinga dalam ransel selempang, kita lalu menaiki salah satu bus yang berhenti pada halte sekolah... Rupanya terdapat banyak siswa yang ingin bertamasya menuju Jalan Kalimas mengikuti kita. Tidak hanya itu, Jalan Kalimas berada dalam kondisi serupa dengan hari itu. Orang – orang masih mengerubungi tempat ini layaknya badai laron yang tidak kunjung selesai... Namun kali ini aku menemukan bahwa beberapa wajah pada Jalan Kalimas adalah milik siswa – siswi yang tengah berkunjung.
"Sini, Dika!"
Bersama Bagas, aku memasuki sebuah toko butik yang terletak dekat dengan sudut utara Jalan Kalimas. Berbagai busana warna – warni terpajang pada rak dan dinding toko... Tidak heran jika aku mulai membayangkan bagaimana penampilan Niki apabila mengenakan busana seperti ini. Lengkap dengan senyumnya, pemandangan itu adalah sebuah terapi bagiku.
"Selamat datang kembali, Mas Bagas..."
(Oh?)
"Pagi Mbak Ani. Uh... Di dalam ada Pak Ahmad?"
"Ada... Silakan masuk."
"Terima kasih... Ah! Maaf, Dika! Aku ada urusan sebentar dengan pemilik toko... T-Tolong tunggu aku..."
"Tidak apa – apa."
Menunggu "urusan" Bagas untuk selesai, aku mengamati beragam busana yang menghiasi toko ini untuk menemukan "Mbak Ani" mendekatiku... Mengapa tidak, selagi aku berada pada tempat seperti ini?
"...Ada yang bisa dibantu, mas?"
"Busana apakah yang umumnya dikenakan oleh perempuan pada musim panas seperti ini?"
"Hmmm... Biasanya pakaian yang lebih tipis agar sirkulasi udaranya gampang... Seperti ini. Tapi ada juga yang didobel dengan warna cerah dan bawahan jins pendek atau rok. Dengan kombinasi itu, biasanya dipakai juga topi jerami untuk melindungi muka. Apakah mas ingin membelikan baju untuk seorang cewek, kalau boleh nanya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Nagara Nusantara
Romance"Kemuliaan bagi pembela kemanusiaan." Andika "Dika" Raylan, seorang remaja berlatar belakang misterius yang bersekolah pada sebuah SMA elit untuk merasakan kehidupan normal seraya menggali informasi dan melaksanakan perintah terakhir dari majikannya...