Chapter 4: Operasi Kusumajaya (II)

8 4 0
                                    

"—Sebesar keinginanku untuk menetap lama, sayangnya aku memiliki urusan mendadak yang harus diselesaikan hari ini."

"Tenang, Dika. Tapi kamu bisa datang kapan saja... Terima kasih banyak untuk hari ini."

"Jangan lupa kalau datang bawa bingkisan ya!"

"Pa..."

"Aku akan mengingatnya. Sampai bertemu di sekolah, Bagas."

Mengamati Dika berjalan meninggalkan rumah, ia justru berbelok ke kiri menjauhi gerbang utama Griya Kusumajaya. Yah... Mengetahuinya, dia pasti ada urusan di daerah sini atau hanya mengecek penampilan rumah – rumah lain. Aku mengangkat dan melambaikan tanganku kepadanya.

"Temanmu menarik..."

"Maksudnya gimana, pa?"

"Meski terlihat ngantuk dan pendiam, dia cukup refined untuk laki – laki sepertinya."

"Sejauh pengamatanku, pa, Dika adalah orang yang baik."

***

*THUD*

"Hmph—W-Woy!! Di... Di mana aku!?"

Manusia memiliki naluri pertahanan diri terhadap bahaya apa pun. Akan tetapi, tidak jarang kita menemukan bahwa pertahanan itu akan mengungkapkan suatu kelemahan baginya... Trauma. Aku memiliki jejak trauma terhadap kegelapan. Bagaimana tidak, ketika hampir seluruh tragedi dan malapetaka yang kualami terjadi dalam kegelapan. Semua itu tidak dapat aku cegah. Mata cemas ini menjadi tidak berguna dan panik akan cepat mengikutinya... Hingga saat ini, tidak jarang aku merasakan berbagai sosok yang hanya mengamatiku dari kegelapan dengan senyum setajam silet mereka.

"H-HEY!!"

"Berisik."

"WAA!!?"

Aku menyalakan sebuah lampu meja dan mengarahkannya pada wajah dari sosok lelaki di hadapanku. Tangan yang terikat pada kursi lipat, napas kelelahan namun penuh ketakutan, dan wajah resah itu mewarnai keadaan tamuku hari ini. Pakaian ungu itu kini tenggelam dalam kegelapan hitam di sekitarnya.

"Takeshi Kaoru. Kamu tahu siapa aku."

"—K-Kamu... Tuannya si penakut Sylvie itu!!"

"Hm? Apakah kamu menyadari posisimu saat ini untuk mengatakan itu? Di manakah kehormatanmu, baka... Harus aku katakan, jawaban yang bagus. Kamu tidak sepadat yang aku kira."

"Tch! Apa lagi, huh?? Aku sudah gak ngincar pelayan lembek itu!! Apa lagi yang kamu inginkan dari aku!!?"

*Clack*

"—!!!"

Suara pelatuk besi terdengar dari balik punggung Takeshi Kaoru. Di antara kegelapan ini, aku dapat menemukan moncong senjata api yang melekat pada kepalanya. Ah... Itu menjelaskan mengapa ia segera membeku.

"Heh... Itu adalah peringatan untukmu. Aku akan menentukan nasibmu, Takeshi Kaoru... Apa yang baru saja melekat padamu adalah sebuah pistol Hamada kecil produksi tahun 1941 dan digunakan pada masa Perang Dunia Kedua. Sebuah peninggalan antik dari negara asalmu yang sulit untuk kita dapatkan."

"F-Fuzakeru na! K-K-Kamu mau nembak aku!?"

"Mungkin saja jika kamu tidak ingin bekerja sama denganku."

"...Kerja sama? A-Apa lagi yang kamu mau dariku?! Kamu akan mati begitu ayahku mendengar semua ini!!"

"Damare. Beralih dari Sylvie, apakah kamu dapat menjelaskan ini?"

Menghiraukan ancamannya, aku meletakkan sebuah koper kecil dari bawah meja untuk diungkapkan oleh sorotan lampu. Membukanya, aku mengeluarkan beberapa dokumen resmi yang menjadi senjataku hari ini... Mengamati tumpukan tersebut, Takeshi Kaoru segera memasangkan ekspresi syok dan horor, seakan tidak memercayai apa yang telah ia lihat.

Nagara NusantaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang