Tidak ada yang lebih indah dari hidup bahagia. Ntahlah, apakah Irena bisa mempercayai kata-kata tersebut.
Namun, seminggu ini dirinya mencoba menjauhi Ezra dan juga Geno. Meskipun Geno sering mengiriminya pesan, dan dia tetap akan membalasnya. Hanya mengatakan jika dia baik-baik saja dan membutuhkan waktu untuk sendiri.
Menghela napasnya dan menaruh kepalanya di atas meja pantry. Itulah yang Irena lakukan di hari libur sabtunya sekarang.
Tidak ada yang menarik ataupun melakukan aktivitas yang hebat. Sedari pagi dirinya hanya berkeliling apartemen tanpa tujuan jelas. Dan berakhir duduk di stool sambil membuang napas secara berlebihan.
Kening Irena mengkerut saat mendengar kode pasaword pintu apartemennya ditekan dan tidak lama disusul oleh suara pintu terbuka.
Itu menandakan jika orang yang mengunjunginya sangat hafal dengan apartemennya. Siapa lagi kalau bukan Gerhana dan Maminya.
Dan benar saja. Tidak lama wajah Gerhana muncul di hadapannya. Menatapnya bingung dan ikut duduk di sampingnya.
"Lo ... kenapa?" Gerhana meletakkan sebelah lengannya di atas meja pantry untuk menyangga kepalanya yang memperhatikan Irena.
Gadis itu menggelengkan kepalanya. "Cuma pusing," sahutnya pelan namun masih tetap berada di posisi yang sama.
"Mau ke rumah Tante Gena gak?" Gerhana menaikkan alisnya. "Tante Gena bilang mau bakar-bakar, ngundang kita ke sana juga," katanya lagi dan Irena mengangkat kepalanya.
"Boleh," sahutnya. "Gue mandi dulu kalau gitu."
Gadis itu langsung melangkahkan kakinya menuju kamar. Mengambil pakaian untuk menjadi baju gantinya.
Setelah selesai Irena dan Gerhana segera berangkat. Dengan menggunakan mobil Brio merah yang hanya menjadi hiasan di basemant apartemennya.
Si merah hanya keluar ketika Irena membutuhkannya atau hanya untuk mengantarkannya ke rumah Papi. Irena tidak mau ditanya-tanya kenapa dirinya ke rumah Papi dan Mami malah menggunakan ojek. Dan ke mana mobil pemberian mereka.
Jujur saja. Irena adalah tipikal orang yang tidak suka ditanya-tanya atau berada dalam situasi di mana dirinya harus berpikir keras hanya untuk menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan padanya.
Cukup sudah dirinya menjawab berbagai pertanyaan saat interview kerja dan ketika Avin atau Gerhana bertanya apapun padanya. Selebihnya ... Irena tidak mau melakukannya. Jika dirinya tidak dalam mood baik-baik saja.
"Ajak Kak Rere juga yuk," kata Irena ketika mereka sudah bergabung ke jalanan utama dan berbaur dengan mobil serta motor yang tampak lancar. Mungkin karna belum jam pulang kerja.
"Boleh, boleh," sahut Gerhana semangat.
Mereka berdua memutuskan untuk singgah sebentar ke Wirdana Hospital. Tidak masuk dan hanya berhenti di depan rumah sakit besar itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simple Heartbreak
General FictionCERITA 7 • • • Pilihan Irena cuma satu. Terus berjuang ... atau rela berkorban. Tapi mau sampai kapan dirinya harus mengorbankan segalanya hanya untuk Selena? Kembarannya. Sampai dia harus terjun dari lantai lima belas gedung Selena, atau sampai dia...