Menerima

5 3 0
                                    

"Kenapa semuanya jadi kaya gini, "

"Sebenarnya apa salah Han, "

"Ayah Han pengen di peluk ayah, hiksss... "

"Han capek yah. Han pengen di peluk kaya waktu masih kecil, " gumam Jihan

Begitu Jihan kalau sedang sedih terkadang bersikap seperti anak kecil. Namun asal kalian tau Jihan pastinya tidak memperlihatkan sikapnya itu dengan terus terang tapi dengan diam-diam.

°°°°

Pagi harinya...

"Eh kok tidur disini sih, " bi Tari sedikit kaget mendapati Jihan yang tertidur di pendopo

"Bangun nak Han ngapain tidur disini ya ampun ayo bangun dulu pindah ke kamar aja, " ujar bi Tari

"Hmmm... Bi Tari udah pagi ya, " lirih Jihan

"Iya udah ayo pindah ke kamar tidur aja, semalam kok malah tidur disini sih, " seru bi Tari

"Iya bi makasih udah bangunin, kalau gitu Han masuk dulu, "

"Mau sarapan dulu nak Han atau langsung ke kamar? " Tanya bi Tari

"Enggak Han mau sarapan aja bi nanti aja lanjut tidurnya. Hari ini sarapan apa bi, " jawab Jihan lalu balik bertanya

"Hari ini yang buat sarapan Bu Tasya bukan bi Tari, tadi sih ibu kayanya buat nasi goreng, " imbuh bi Tari

"Ohh jadi gitu ya udah bi Tari tolong bikinin Han susu cokelat aja kalau gitu, "

"Semuanya udah siap tinggal sarapan aja gak perlu bikin lagi kan ibu tadi yang siapin semuanya, " timpal bi Tari

"Huhh. Oke deh gak masalah, "

"Bibi lanjut beres-beres lagi ya nak Han, "

"Iya bi, "

Jihan bergumam semakin ia berusaha untuk menghindari Tasya rasanya justru malah kebalikannya seolah memang Jihan sudah semestinya harus menerima apa yang telah terjadi sekarang, menerima bahwa Tasya sudah menjadi ibu sambung baginya. Tapi memang benar dalam hati kecilnya Jihan juga sebenarnya sudah menerima semua itu hanya saja masih sulit untuk mengungkapkannya dengan terus terang.

Waktu beberapa bulan pertama setelah pernikahan juga Tasya sempat mengalami sakit dan saat itu Jihan merasa cemas bahkan ia sampai terus menerus mendatangi kamar Tasya dan ayahnya untuk sekedar mengecek bagaimana keadaannya. Tentunya Jihan melakukan itu dengan diam-diam dan tak ingin ada yang mengetahuinya barulah setelah Tasya sembuh Jihan merasa lega.

"Pagi Han... " sapa Tasya yang baru saja turun dan sudah berpakaian rapi

"Pagi juga, " sahut Jihan

"Yang lain kemana kok gak turun sarapan? " sekarang balik Han yang bertanya

"Opa dan Oma ada di kamarnya kalau ayah udah pergi ke kantor lagian ini udah jam delapan Han, " jawab Tasya

"Jam delapan!! beneran ini jam delapan, " Jihan kaget karena ia berpikir sekarang masih jam setengah tujuh ternyata sudah jam delapan.

"Iya jam delapan emangnya kenapa Han apa kamu ada janji ketemu sama orang? " ujar Tasya

"Enggak Han cuma tanya aja, Han kira masih jam setengah tujuh, " kata Han

"Oh gitu ya udah ibu ke luar dulu ya mau ada urusan sekalian mau ke kantor nemenin ayah. Kalau ada nyari tolong bilangin lagi keluar bisa kan Han, " pinta Tasya

"Iya bisa, " jawab Han

"Makasih ya, pergi dulu, " pamit Tasya

"Iya. H-hati-hati dijalan, " ucap Han dengan ragu lalu dibalas oleh Tasya dengan senyuman.

Kebahagiaan JihanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang