Dersik terdengar di telinga, angin musim gugur seolah menyapa setiap wajah yang menyusuri jalan setapak ini. Aroma rerumputan yang khas saat hujan membasahi bumi tercium jelas membuat senyumku terulas sejenak..
"Hai, aku kembali"
Untuk ke sekian kalinya aku mengunjungi tempat ini, hutan hijau yang cukup luas dengan keindahan kisah yang membekas di hati. Entah mengapa begitu sulit menyebut kisah itu memori, karena sampai sekarang pun, aku belum bisa melupakannya.
Aku yang terlahir dan tumbuh di dunia yang monokrom, tiba-tiba menerima kehadiranmu. Kamu menjadi secercah cahaya warna yang bisa aku lihat. Warna yang sulit didefinisikan oleh kata, apalagi bagiku yang tak terbiasa dengan cerahnya sisi lain dunia. Wajah merah merona, hitamnya rambutmu, dan kenangan membiru.
"Aku jadi ingin tersesat lagi.."
Bahkan terkadang pada saat tertentu, semua itu kembali terlintas di kepalaku.
.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jurnal Refraksi (unfinished)
Fantasy"Pelangi, terjadi akibat adanya pembiasan cahaya. Ianya Indah, tapi hanya sementara.. Di kehidupan ini, aku akan kurangkai aksara yang mendokumentasi refraksi itu agar abadi. Jurnal tentang aku, kamu, dan dunia kecil kita." _Severa Azalea