08. Kupu-kupu Kaca

8 1 0
                                    

Hidup ini seperti fase metamorfosis, ulat harus sabar menunggu untuk jadi kupu-kupu. Namun kadang kala saat menunggu, Tuhan menghadirkan sesosok yang telah mengepakkan sayap indahnya di depanmu, untuk menguji apakah seorang hamba layak untuk menjadi kupu-kupu dengan sayap indah versinya.

Jika terlalu lama menunggu, mungkin metamorfosismu sempurna bak kupu-kupu kaca yang indah dan mudah menyesuaikan diri.

✧༝┉┉┉˚*❋★❋*˚┉┉┉༝˚₊· ͟͟͞͞➳❥

Di malam yang sunyi, sinar rembulan begitu terang. Cahayanya menemani sosok rapuh dalam bayang cemas.

Keadaan yang tenang di pojok ruangan membuatnya berusaha untuk tidak larut dalam pikiran. Ia menghisap seputung rokok secara perlahan, entah bagaimana zat adiktif itu bisa menjadi candu, rasanya ingin berhenti namun tak sanggup. Bujangan itu menyandarkan kepalanya pada dinding putih kotak hitam, beralaskan lantai keramik putih ia menekuk kedua kaki. Mata sayu itu menatap dinding ruangan yang ada di hadapannya, warna monokrom mengingatkannya pada nasib, hidup yang bagai dipenuhi hitam-putih tanpa akhir sungguh menyesakkan untuknya.

Di saat pikirannya sudah sulit dikendalikan, nikotin yang awalnya terasa sedikit menyenangkan tak mampu berdampak apa-apa lagi. Givanka berharap akan ada uluran tangan, ia harap seseorang akan menyelamatkannya dari jurang tanpa akhir ini..

Dalam hati ia sudah meneriakkannya sekencang mungkin, "Siapa pun, please stop me."

Hampir setiap malam ia lalui dengan begini, badan yang menetap di satu tempat namun pikiran yang berkelana, tangis yang tak kunjung datang, rasa lapar dan dingin yang entah kapan akan mereda. Emosinya sulit diluapkan, namun rasanya dia telah hancur.

Givan butuh bicara, tapi tak tahu harus kemana dan pada siapa. Ketidakpuasan, kecewa, dan tanda tanya menghantuinya, ia lelah terus jatuh dan jatuh..

Depression.

Tap tap

Mendengar suara langkah kaki, ia berdiri dari posisi semula. Berjongkok cukup membuat kakinya pegal.

Sebelum berbalik Givan sudah tahu itu.

"Mau apa? Jangan dekat-dekat kalau kakak lagi merokok, nanti kamu kena imbasnya juga."

Yang dinasehati tidak peduli, ia terus mendekat hingga jarak tak lagi jadi penghalang. Gerald menatap adiknya itu lamat-lamat dengan perasaan tak menentu. Demi apapun, ia sangat ingin memutar kembali roda waktu, karena kini mau di lihat dari sisi manapun, ini bukan Givan yang ia kenal.

"Aku tidak mengerti.." sepasang mata anak itu berkaca-kaca.

Ia menarik kerah putih Givan dengan cukup kencang hingga sedikit robek. Egonya berteriak menyuruh untuk melayangkan satu tinju saja, namun suatu alasan kuat yang tidak ia ketahui apa itu menahannya. Akhirnya hanya ia lepaskan saudaranya.

Givanka membuang putung rokoknya ke sembarang arah, "Kamu nggak kehilangan apa pun, Gerald. Kamu cuma harus sembuh."

"Aku mohon, bertahan. Karena kupu-kupu nya masih jadi kepompong sekarang. Tunggu, ya.."

.
.
.

Di gang yang lumayan sempit, jalan buntu berisikan tempat pembuangan sampah.

Buakh

"Aaaa!"

Satu pukulan itu mengakhiri semuanya.

"Kalau sampai ada yang tahu.."

Bukan preman, bukan penjahat. Dia hanya seorang anak yang sedikit berbeda.

"Bakal gue bunuh kalian."

Psychopath.

Jurnal Refraksi (unfinished)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang