15. Tokoh Utama

3 1 0
                                    

Semua karakter adalah tokoh utama dalam cerita mereka sendiri.

✧༝┉┉┉˚*❋★❋*˚┉┉┉༝˚₊· ͟͟͞͞➳❥

"Ayok makan dulu, sekalian ada yang mau saya omongin sama kamu."

"Okey."

Riki memasuki kediaman keluarga Schreiber.

Matanya berkelana memperhatikan sekitar. Interior rumah ini biasa saja namun terlihat sulit diwujudkan di mata Riki. Luarnya batu bata, dalamnya kayu jati, luarnya biasa, dalamnya menawan hati. Isi ruangan mulai dari karpet hingga sofa berwarna senada, putih abu-abu, membuatnya terkesan sederhana. Barang-barang terususun rapi dan bersih, debu hampir tak meninggalkan jejak di sini, papan yang menjadi tempatnya berpijak pun telihat masih kinclong.

Mereka langsung membawanya ke dapur. Sekali lagi Riki memperhatikan baik-baik isi dan setiap sudut rumah ini. Tidak mewah sama sekali. Sederhana, tidak terlalu luas, tapi cukup untuk menampung beberapa peralatan masak dan makan, lemari es, juga sebuah meja beserta kursi-kursinya. Semua ada pada tempatnya, tersusun berdasarkan fungsi-fungsi mereka bagi manusia. Riki terus-terusan menyembunyikan terkesimanya dia pada isi rumah ini.

Ia merasa miris mengingat tempat pulangnya yang sangat berbeda. "Dapurnya rapih banget, gak kayak di rumahku, piring-piring jadi UFO, segala peralatan kaca pada pecah."

"Silahkan duduk," ramah Putra kepada sahabatnya itu.

Riki menarik kursi lalu mendaratkan pantatnya di sana. Sementara itu sepasang mata miliknya masih memandangi sekitar dengan tatapan asing.

"Maaf, ya. Cuma ada ini."

Riki jadi merasa tidak enak telah merepotkan orang lain. "Iya, gakpapa tante."

"Keluarga sederhana, impian banget. Minusnya y-team doang ini.."

Nyonya Schreiber membawa panci kukus berisikan nasi, ia meletakkannya di atas meja lalu membuka tudung saji.

Jrengg

Ga jadi. Riki tarik kembali kata-kata dari lubuk hatinya.

Beberapa potong ayam goreng tersaji di atas meja, sayur mayur yang dimasak terlihat masih hangat, buah-buahan segar tersedia di keranjang kecil. Bukan sederhana, ini sudah termasuk mewah bagi Riki yang selama ini cuma bisa mengeksplor rasa mi instan dan berbagai olahan telur ala low budget. Mulutnya agak menganga, sedang culture shock sepertinya. Beginikah rupa dari keluarga sederhana yang selama ini Putra ceritakan kepadanya?

"Hari ini ultah Ibu gue," kata Putra memberikan klarifikasi.

"Perayaannya cuma setahun sekali, makanya ada banyak buah dan masakan rumahan. Istilahnya self reward, lah. Sekalian perayaan kemenangan gue hari ini."

"Loh?"

Riki menatap horor ke Putra.

"Gue tau, ada yang ganggu pikiran lo."

Alaric mengupas beberapa buah apel untuk berjaga-jaga.

"Dan kalo lo nggak fokus sama pertandingannya, gue yakin 100% bisa ngalahin lo, ky."

Brakk

Riki menggebrak meja dengan tidak sopannya. "Jadi lo manfaatin keadaan gue?!"

Buah yang tadi Alaric kupas ia masukkan secara paksa ke mulut Riki tanpa dipotong terlebih dahulu.

"Mahahih."

Itu berhasil meredam situasi.

"Sama-sama." Anggap saja adik sendiri.

Jurnal Refraksi (unfinished)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang