13. Kita Terlahir untuk Nyata

1 0 0
                                    

"Dasar anak gak berguna!"

"Maaf, Ma. Dan soal lomba kemarin-"

"Apa? Gagal lagi? Kamu tuh bisanya apa sih?"

"Iky udah belajar mati-matian, Ma. Mungkin memang belum waktunya Iky menang."

"Haahh.."

"Harusnya Mama gak pernah lahirin kamu, Riki.."

.
.
.

"Haaaaaaaakhh!"

Napas Riki tersengal-sengal setelah terbangun dari mimpi buruknya. Tatapan mata Riki yang ketakutan beralih ke arah cermin, di pantulan itu terpampang sejukur tubuh bermandikan keringat, bahkan sampai rambutnya lepek. Wajah Riki basah karena keringat yang mengucur dari pelipis, badannya terasa panas seperti orang yang sedang demam tinggi.

Mimpi buruk lagi. Mimpi yang sama terulang untuk ke sekian kali. Meski begitu Riki tak pernah terbiasa, semua masih terasa begitu menyiksa, seolah ia belum pernah mengalami di malam-malam sebelunya. Riki tetap takut, bayang masa lalu benar-benar menghantuinya, itu lebih menakutkan dari hantu mana pun yang pernah ia lihat di film-film dan video game.

Tes tes

Sekarang tidak hujan, tapi kenapa ada yang membasahi lagi selain keringatnya? Riki kembali melihat bayang dirinya dari cermin.

Ah, ternyata air mata.

"Bangs*t. Kapan sih mataharinya otw?" umpatnya merutuki keadaan.

Tidak.
Riki sedang tidak baik-baik saja.

Sekarang masih pukul 23.58 WIB. Hari belum berganti, namun ia sudah terbangun saja. Padahal Riki mulai tidur jam sebelas malam, singkat sekali waktu istirahatnya, kalau begini terus bagaimana dia bisa menjalankan aktivitas sehari-hari dengan normal? Akan sangat melelahkan untuk melaksanakan semua jadwal padatnya besok pagi kalau dia tidak tidur malam ini.

Riki mengobrak-abrik isi lacinya yang didominasi oleh benda tajam.

"Ck, mana sih?"

Tak cukup sampai situ, kotak sampah yang terletak di dekat meja belajarnya pun ia acak-acak.

"Ketemu!"

Dumolid 5mg Nitrazepam. Kelas benzodiazepin, psikotropika golongan 4.

Tanpa pikir panjang, Riki menenggak dua buah pil itu sekaligus.

Glek

Sugesti pribadi yang ditanamkan tentang manfaat dari obat penenang membuat seseorang merasa jauh lebih baik dalam hitungan detik. Yang menjadi penurun rasa khawatir adalah komposisi dari penenang, ia nya memengaruhi kerja sel-sel otak dengan cara memperlambat aktivitas mereka, sehingga perasaan santai mulai menguasai tubuh. Namun kalau hanya dalam beberapa detik, sudah dapat dipastikan bahwa itu bukan karena pengaruh obat-obatan, melainkan sugesti lah penenangnya. Karena efek dari benzodiazepin tidak bisa langsung bereaksi begitu saja, perlu waktu.

Riki yang telah ditenangkan oleh keyakinanannya sendiri membawa tubuh miliknya ke ranjang untuk kembali tidur. Ia merebahkan badan, menutup mata, dan mulai mengatur pernapasan.

Akhirnya kantuk tiba untuk menjemputnya ke alam mimpi.

"Maaf," rancaunya sebelum berakhir hilang kesadaran.

Maaf untuk diri. Maaf karena tidak bisa menjaga kebebasan untuk selalu ceria, maaf sebab topeng yang digunakan kadang tidak cukup kuat menahan segala macam terpaan masalah, maaf karena seringkali menyerah dan berakhir menyalahkan nasib. Malam ini, untuk sekian kalinya, Riki Narendra kembali merasa gagal bagai pecundang.

Jurnal Refraksi (unfinished)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang