Laboratory

1.1K 69 16
                                    

Pukul dua dini hari, suasana di dalam sebuah ruangan yang penuh dengan alat alat canggih terasa sangat hening. Jangankan dini hari seperti ini. Di pagi ataupun siang hari pun ruangan ini selalu senyap tanpa ada suara bising sedikitpun.

Jika diperhatikan dari isi benda benda yang ada di dalamnya, ruangan ini terlihat seperti sebuah laboratorium. Ada banyak sampel sampel cairan maupun bubuk kimia yang tersusun rapi di dalam etalase kaca. Dan oh, tentu saja jangan lupakan puluhan alat alat penguji, detektor, scanner, dan lainnya.

Kali ini adalah Archie. Masih ingatkah dengan dia? Ayah dari Amaris yang juga merupakan orang kepercayaan Xavier.

Archie sedang berada di dalam ruang labiratorium itu sendirian. Tadi siang Xavier memintanya untuk menelitik bubuk bahan peledak baru yang datang dari keluarga shadow economy di Belanda.

Yang dapat Aichie dengar sejak tadi hanya suara detik jarum jam dan suara suara reaksi kimia hasil pekerjaannya. Keheningan di lab itu benar benar sempurna. Membuatnya fokus pada apa yang sedang dia kerjakan. Namun konsentrasinya itu seketika memudar ketika dia mendengar suara yang berbeda. Seperti ada langkah kaki yang berjalan mendekatinya. Langakah itu terdengar sangat pelan dan hati hati seperti orang yang sedang mencoba menyusup.

Seketika Archie menghentikan aktifitasnya, mencoba untuk memastikan suara langkah kaki itu. Insting waspada yang telah melekat sejak lama di dalam dirinya mulai muncul seiring dengan nalurinya yang merasa terancam.

Archie tahu betul jika tidak mungkin ada penyusup. Laboratorium ini ada di dalam mansion besar keluarga Xavier. Ada begitu banyak penjaga di setiap sudut mansion ini. Lagipula orang gila mana yang berani menantang Xavier dengan cara nekat menyusup ke dalam rumahnya? Apa orang itu berniat untuk mati dan menyerahkan nyawanya?

Namun meski begitu, tangan Archie tetap diam diam meraih pisau kecil di dekatnya, menggenggamnya dengan erat, kemudian berbalik dengan cepat dan menodongkan pisau itu ke seseorang di belakangnya.

"Irish?" Ucapnya tidak percaya dengan siapa yang dihatnya.

Irish juga terkejut tentu saja. Dia spontan mengangkat kedua tangannya ketika pamannya itu tiba tiba menodongnya dengan pisau.

"Paman, ini aku." Ucap Irish.

Archie menurunkan pisaunya dan sedikit merasa lega. Setidaknya tidak ada hal buruk yang benar benar terjadi.

"Kenapa kau datang dengan mengendap ngendap, Irish?"

"Maaf jika aku mengejutkanmu, paman Archie. Aku hanya tidak mau merusak konsentrasimu dengan pekerjaanmu. Tapi ternyata aku salah. Insting petarungmu masih begitu kuat hingga kau masih bisa mengetahui kedatanganku. Padahal aku sudah sangat hati hati." Irish mencoba menjelaskan.

Archie terdiam, menerima jawaban dari Irish.

"Aku mencarimu, paman. Ketika aku bertanya kepada penjaga di depan kamarmu, dia bilang kau sedang berada di lab ini sejak siang tadi." Irish kembali berbicara.

"Ya, itu benar."

"Makanlah dulu setelah ini, paman. Kau pasti belum makan."

"Terimakasih sudah peduli, Irish."

Irish tersenyum melihat pamannya yang mengangguk meski hanya sekali.

"Kenapa kau mencariku? Bukankah ini sudah pukul dua pagi?"

"Ah, iya, kebetulan sekali, paman. Sepertinya ini adalah takdir ketika kita bertemu disini. Aku sedang membutuhkan bantuanmu."

Irish meraih benda kecil dari sakunya dengan begitu hati hati-- dia bahkan menggunakan sarung tangan kali ini.

"Aku ingin minta tolong padamu untuk melacak sidik jari yang ada di atas benda ini, paman. Aku sedang mencari seseorang. Ada banyak alat scan dan pelacak di laboratorium ini. Mungkin itu bisa membantu nantinya."

Archie mengerti dan mengangguk. Dia berjalan mendekat ke arah salah satu etalase kaca dan mengambil suatu wasah berisi bubuk halus berwarna putih di dalamnya dan sebuah kuas kecil dengan bulu halus.

Setelah menerima benda itu dari tangan Irish, Archie meletakkannya di atas meja. Dia mulai membuka wadah bubuk putih tadi dan menaburkannya di atas benda kecil tersebut.

Hal yang terjadi berikutnya seperti sebuah trik sulap bagi Irish. Ketika Archie menghapus serbuk tadi dengan kuas halus, ada sidik jari yang muncul dan terlihat. Ini sebenarnya bukanlah trik sulap. Hanya suatu reaksi ilmiah yang dapat dijelaskan dengan sains-- yang sayangnya Irish tidak terlalu paham dengan hal itu.

"Kita hanya tinggal mencari tahu siapa pemilik sidik jari ini." Ucap Archie.

"Tapi, paman. Ada beberapa sidik jari yang tertumpuk di bawah sidik jari yang atas ini. Dan mungkin orang yang ku cari ini sidik jarinya berada di bawah." Balas Irish.

"Kenapa tidak bilang dari tadi? Kalau begitu tunggu sebentar."

Archie berlalu untuk mengambil plaster khusus yang tipis dan berwarna bening. "Kita harus mengangkat sidik jari yang atas dulu kalau begitu."

Archie memotong sedikit plaster bening dan merekatkannya di atas benda itu. Tidak terlalu ditekan, hanya sedikit ditempelkan. Lalu ketika plaster itu diangkat lagi, serbuk yang putih yang membentuk sidik jari tadi terangkat dan menempel di permukaan plaster.

Paman Irish itu kembali mengulang langkah sebelumnya dimana dia menaburkan serbuk, menyapunya dengan kuas, lalu menempelkan plaster untuk mengangkat sidik jarinya. Begitu seterusnya hingga sidik jari terakhir yang bisa terdeteksi selesai diangkat.

"Ada beberapa sidik jari yang muncul, Irish. Untuk melacak pemilik sidik jari ini kita bisa menggunakan alat prototype pemindai sidik jari. Dengan alat itu kita bisa mendapat segala informasi tentang si pemiliknya."

"Iya, paman. Aku serahkan semuanya pada paman yang lebih tahu."

"Kau kembalilah dulu, Irish. Biar aku sendiri yang akan melacaknya. Nanti akan ku berikan padamu hasil rekapnya."

"Baiklah, paman. Bisakah aku minta tolong pada paman satu hal lagi?"

Archie menaikkan satu alisnya tanda bertanya.

"Tolong jangan beritahu hal ini pada siapapun, paman. Termasuk pada seluruh orang di rumah ini. Cukup kita berdua saja yang tahu."

"Apa ini ada kaitannya dengan sesuatu hal yang begitu penting, Irish? Hingga kau tidak mau melibatkan yang lain?"

"Tidak, paman. Aku punya alasan sendiri untuk itu. Jadi bisakah paman berjanji padaku?"

"Baiklah."

Irish kembali tersenyum dan mengangguk setelah itu. Yaahh, setidaknya dia sudah merasa sedikit lega.

"Baiklah, paman. Aku akan kembali. Jangan lupa beristirahat---"

Brakhh!

Suara pintu laboratorium yang dibuka dengan paksa mengejutkan mereka berdua. Disana ada Aiden dan dua orang pengawal yang masuk dan menghampiri mereka.

"Irish.. Irish.."

Aiden berjalan dengan tergesa gesa dan langsung memeluk Irish begitu dia melihatnya. Irish bisa melihat sirat kepanikan di mata Aiden, juga dari caranya berbicara memanggil namanya.

"Ada apa ini?" Archie bertanya pada dua pengawal di belakangnya.

"Tuan muda keluar dari kamar dan berteriak mencari nona muda, tuan. Kami sudah memberitahu jika nona muda berada disini, tapi tuan muda masih terlihat panik."

Archie mengangguk mengerti.

Sejauh yang dia tahu, buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Anak dari tuan besarnya ini pasti benar benar kalang kabut ketika mencari Irish. Setidaknya begitulah yang dia lihat dulu ketika Xavier sedang uring uringan mencari Megg yang tidak ada disampingnya. Mereka berdua benar benar pria yang selalu menjaga wanitanya.






Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 18, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The SASSY GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang