Pernahkah kalian menjilat ludah sendiri?
Maksudku, bukan secara literally, tapi melalui arti sebuah kiasan, seperti yang sudah terjadi pada diriku kali ini.
Biar ku ingatkan..
Aku pernah berkata bahwa aku tidak akan jatuh hati pada Aiden. Aku pasti sudah gila saat hal itu benar benar terjadi, dan aku selalu mengumpati gadis manapun yang kelak akan menjadi pendamping Aiden.
Tapi lihatlah diriku yang sekarang. Menjadi istri seorang Aiden yang dulu berkali kali ku sumpahi sebagai pria brengsek.
Bukankah itu artinya aku menjilat ludahku sendiri?
Entahlah.. Segalanya yang terjadi terasa begitu cepat dan diluar kendaliku. Terlalu mengejutkan saat tiba tiba dulu Aiden memintaku untuk menjadi kekasihnya.
Masih ingatkah kalian jika dulu aku bersedia menjadi kekasih Aiden hanya karena ancaman paman Xavier? Namun setelah beberapa kali Aiden memperlakukan ku dengan baik, aku bisa dengan begitu cepat terbuai oleh pria itu.
Aiden, tidak ada yang berubah dari pria itu. Dia tetaplah Aiden yang brengsek. Dia si pria menyebalkan yang selalu membuatku kesal. Dia tetap menjadi Samuel bitch Aiden fucking Davidson.
Tapi, entahlah.. mungkin aku sudah terbiasa. Dan-- ayolah, aku tahu ini memang sedikit gila, tapi --aku menyukai saat aku bertengkar kecil kecilan dengan pria itu.
Baiklah, sepertinya memang ada yang salah di otak ku.
Aku menatap pantulan diriku sendiri di cermin besar yang berada di hadapanku, sementara kedua tangan ku bertumpu pada wastafel marmer.
Sedikit informasi.. Aku bermalam di kamar Aiden malam ini. Ibuku sudah berkali kali mendorongku agar segera masuk ke kamar Aiden setelah pesta usai. Ibu berkata bahwa sebagai istri yang baik aku harus tidur di kamar Aiden.
Ya Tuhan.. Ibuku sangat cerewet. Maksudku.. Aku tahu jika aku pasti akan berpindah ke kamar Aiden. Tidak perlu sampai terus terusan mengingatkanku. Aku juga tidak berniat untuk kabur.
Pandangan ku kini beralih pada sebuah cincin emas tanpa permata yang melingkar di jari manis ku. Meski tanpa berlian, cincin itu tetap indah karena terdapat ukiran bunga dan burung merpati kecil di sekelilingnya. Aiden sendiri yang memilih cincin itu.
Sebuah kilasan peristiwa kembali terlintas di pikiranku. Masih sangat teringat dengan jelas ketika tangan Aiden gemetar memegang tanganku tadi.
Hey, bukankah dia sendiri yang meminta agar pernikahan disegerakan? Bukankah lucu jika justru dia juga yang terlihat tidak percaya?
Aku ingat saat Aiden membawaku bersembunyi dari keramaian para tamu undangan ke balik sebuah dinding dan kemudian berbisik di telingaku, "Baby, apa kita baru saja menikah?"
Oh, God.. Aku bersumpah itu adalah pertanyaan paling konyol yang pernah ku dengar.
"Tidak. Kita tidak menikah."
"Benarkah? Lalu siapa yang menikah tadi?"
"Aku dengan pria lain."
"Apa?! Kau berani menikah dengan pria lain, Irish? Sungguh--"
"Ck, kau ini bodoh atau tolol, Aiden? Tentu saja aku menikah denganmu.
Suara pintu walk in closet terbuka, membuat kilasan peristiwa itu hilang. Spontan aku menatap siapa yang datang melalui pantulan cermin-- meski tidak perlu lagi dipertanyakan siapa yang datang, tentu saja suamiku Aiden.
Aiden menghampiri ku dan memeluk tubuh ku dari belakang. Dia terus menatapku lekat lekat, seolah sedang berusaha menelanjangiku melalui tatapannya itu. Oh entahlah.. Aku merasa jika tatapan Aiden sedikit terlihat mesum kali ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The SASSY Girl
RomanceHolly shit! Seorang pria dengan lancang menarik ku keluar dari dalam sebuah club malam. Kepala ku terasa berdenyut. Bukan karena alkohol, namun karena ocehannya yang tak putus putus. Aiden sialan! Ada apa dengan pria gila satu ini? Aku menyentak tan...