It's 11. 45 pm now.
Aiden baru saja keluar dari red Ferrari car miliknya, sementara tangannya memutar mutar kunci mobil yang dia bawa.
He's in a good mood.
Bagaimana tidak? Seharian ini dia menemani Amaris menjalani pemotretan. Mengurusi segala hal ini itu yang dibutuhkan gadis itu, persis seperti seolah dia adalah babunya Amaris.
Tak apa, Aiden tak keberatan. Biarlah ia menjadi babu, asalkan tuannya adalah Amaris. Huh, sungguh budak cinta.
Aiden tertawa kecil mengingat betapa bodohnya dia. Ya, Aiden mengakui jika dirinya bodoh dengan segala hal tentang Amaris. Antara cinta dan bodoh memang beda tipis.
By the way, dia baru saja pulang dari club. Selepas mengantar Amaris pulang, Aiden mendapat pesan dari teman temannya untuk ikut bergabung dan sedikit refreshing bersama.
He drunk, of course.
Tapi beberapa gelas alkohol tidak akan bisa membuatnya mabuk hingga mengambil seratus persen kesarannya. Toleransi alkohol di tubuh Aiden cukup tinggi.
Baru saja Aiden hendak melangkah untuk masuk ke rumah, sudut matanya tak sengaja menatap siluet paman Tylor dan bibi Alisha yang sedang berdiri di depan paviliun mereka.
One step.
Aiden memutuskan untuk mendekati paman dan bibinya itu.
Two step.
Aiden bisa melihat bibi Alisha memijit pelipisnya. Oh, bibinya itu tampak lelah. Dia memutuskan untuk mempercepat langkahnya untuk mendatangi mereka.
"Paman, bibi, ada apa?" Ucap Aiden saat sudah berada di dahadapan keduanya.
"Ada apa lagi jika bukan masalah Irish, Aiden? Gadis itu benar benar tidak bisa diatur. Dia bahkan belum pulang sejak siang dan ponselnya mati."
"Honey, C'mon.. Irish bisa menjaga dirinya sendiri." Paman Tylor mencoba membujuk sambil mengusap bahu istrinya.
"Ya, dia memang bisa. Tapi sebagai ibunya aku takut jika dia hilang kabar seperti ini. Jika saja ponselnya tidak mati aku pasti tidak akan cemas seperti ini."
"Bibi, biar aku saja yang akan mencari Irish. Dan paman, sebaiknya paman mengajak bibi Alisha untuk istirahat. Aku berjanji akan membawa Irish pulang."
Aiden menawarkan bantuannya.
He's serious, of course.
Dia memang selalu perhatian pada dua gadis di dalam hidupnya itu. Either Amaris or Irish, Aiden akan selalu ikut tidak tenang jika terjadi sesuatu hal pada mereka.
Mobil mahal milik Aiden kembali membelah jalanan kota. To be honest, he don't know where should he go. Irish selalu berpindah pindah tempat. Entah itu club atau tempat nongkrong lainnya.
Jalanan yang Aiden lalui mulai masuk ke jalan jalan yang tidak cukup besar. Pencahayaan juga mulai temaram.
Aiden bisa melihat ada sebuah kerumunan di depan sana. Rata rata orang disana menggunakan celana panjang hitam, kaus hitam, dan jaket kulit hitam atau denim. Dua orang sedang saling berhadapan di tengah jalan, terlihat seperti hendak bertarung. Sedangkan sisanya berada di tepi kanan kiri jalan untuk menonton dan memberi sorakan.
Oh, it's a street fight. Dimana yang menang berhak mengambil hadiah taruhan sesuai yang sudah disepakati.
Bukan pertarungan jalanan itu yang menyita perhatian Aiden. Bahkan ia hampir saja memutar balik mobilnya sebelum dia menyadari bahwa salah satu orang yang berdiri di tengah jalan adalah seorang gadis yang dia kenali.
KAMU SEDANG MEMBACA
The SASSY Girl
RomanceHolly shit! Seorang pria dengan lancang menarik ku keluar dari dalam sebuah club malam. Kepala ku terasa berdenyut. Bukan karena alkohol, namun karena ocehannya yang tak putus putus. Aiden sialan! Ada apa dengan pria gila satu ini? Aku menyentak tan...