Fear

1.1K 121 11
                                    

"Tuan, pekerjaan anda disini telah usai. Acara selanjutnya setelah pidato dan peresmian dari anda hanya pesta minuman. Kita langsung kembali ke kantor?"

Aaron, pria itu melaporkan jadwal kegiatan yang telah Aiden lakukan.

"Aku ingin melihat lihat rumah ku sebentar. Bisa tolong kau ambilkan aku minum?"

"Sure, sir. Tuan bisa melihat lihat rumah yang sudah tuan beli dari proyek ini sementara saya megambilkan anda minuman."

Aiden mengangguk dan kemudian meninggalkan Aaron menuju ke salah satu rumah yang berada di tepi pantai. Rumah ini sudah Aiden beli, bahkan sejak awal dibangun. Suatu saat nanti dia ingin mengajak Irish berlibur dan menginap disini.

Baru saja pria itu merebahkan dirinya di atas sofa, suara dering ponselnya sudah terdengar begitu mengganggu. Saat Aiden melihat siapa yang menelfonya, ternyata si sialan Franklyn yang melakukannya.

"Hallo, baby sammy? How are you?"

"Fuck, Lil' O. Berhenti memanggilku seperti itu. Kau pikir aku masih menjadi bocah ingusan?"

"Kau juga berhenti memanggilku dengan sebutan itu lagi, bedebah."

Mereka berdua tertawa setelah itu.

Lil' O atau Little One adala nama panggilan Franklyn saat masih kecil, sementara baby Sammy adalah panggilan Aiden saat dia juga masih kecil.

Baik Aiden maupun Franklyn, keduanya sama sama tidak mau dipanggil dengan sebutan itu. Oh, ayolah.. Itu terdengar sangat tidak maskulin untuk ukuran pria dewasa seperti mereka.

"Ada apa kau menelfon ku? Jika tidak penting akan ku matikan--"

"Sialan, Aiden. Apa kau tidak bisa sabar sebentar?"

"Tentu saja aku bisa sabar. Hanya saja kau tahu sendiri kalau aku ini seorang CEO, jadi waktuku terlalu berharga untuk meladeni orang orang sepertimu."

"Bajingan yang sok sibuk." Cibir Franklyn, membuat Aiden terkekeh pelan.

"Aku ingin bicara serius denganmu--" sambung pria itu di.

"Hei, kau mau serius denganku? Sadarlah, Franklyn. Aku sudah punya Irish. Jika kau memang ingin serius dengan seseorang, setidaknya carilah orang lain."

"Kau tau, Aiden? Seandainya aku berada di hadapanmu, sudah ku patahkan lehermu sekarang juga."

"Oww, aku sangat ketakutan."

Berbanding terbalik dengan apa yang Aiden katakan, pria itu justru sedang tertawa keras sekarang. Merasa puas setelah berhasil membuat Franklyn merasa kesal.

"Brengsek. Sekali lagi kau bercanda, aku akan benar benar membunuhmu. Kau tahu? Kita sedang punya masalah-- sepertinya. Dan aku ingin membicarakan hal ini padamu. Jadi untuk kali ini saja, jadilah orang normal. Setelah kita selesai berbicara kau bisa kembali menjadi pria gila sesukamu."

Aiden mengerutkan dahinya.

Masalah?

Jika Franklyn berkata mereka punya masalah, itu artinya masalah itu pasti berhubungan dengan shadow economy. Karena dalam bisnis legal, Aiden sama sekali tidak bekerja sama dengan Franklyn. Jadi bisa dipastikan, masalah kali ini pasti tentang sisi lain dunianya itu.

"Masalah apa yang kau maksud?"

"Kemarin aku datang ke Jerman dan bertemu dengan pemimpin shadow economy di sana-- Mr
Dom. Kau tahu? Aku diserang disana. Aku sengaja mengalah dan membiarkan mereka menangkapku agar aku bisa mengetahui siapa yang menyuruh mereka. Dan ternyata Mr. Dom sendiri yang melakukannya."

"Benarkah? Kenapa dia menyerangmu?"

"Dia marah pada kita semua. Dia kecewa karena sekarang aku menjadi raja shadow economy, menggantikan kau.""

"Tapi kenapa baru sekarang? Bukankah dulu sebelum penobatanmu dilakukan, sudah disebar berita bahwa siapapun yang menolak untuk kau menjadi raja bisa protes ke hadapan ayahku secara langsung? Saat itu semua orang setuju dan tidak ada yang keberatan."

"Itu dia akar masalahnya. Waktu itu Mr. Dom sedang sakit dan koma. Dia tidak tahu apapun. Dan saat dia sadar, aku sudah menjadi penggantimu. Dia merasa terhianati oleh keluarga kita. Dia merasa keberadaannya tidak dianggap."

Aiden memijat keningnya, merasa sedikit pening dengan urusan kali ini. Jujur saja, Aiden selalu muak jika harus berurusan dengan shadow economy. Baginya dunia bayangan itu terlalu rumit. Entah bagaimana dahulu Grandpa dan ayahnya bisa sangat antusias mengurusi bisnis bayangan yang seperti itu.

"Ku pikir kau harus mulai hati hati, Aiden. Mr. Dom mengancam akan balas dendam atas rasa sakit hatinya."

"Baiklah, baiklah.. Akan ku lakukan."

Tut..

Aiden mematikan sambungan ponsel secara sepihak.

Sebenarnya Aiden sama sekali tidak mau ambil pusing dengan apa yang baru saja Franklyn katakan. Namun mengingat bagaimana cara orang orang shadow economy bertindak, Aiden menjadi sedikit waspada. Mereka tidak pernah main main dengan ucapannya, begitulah yang Aiden tahu.

***********

Irish berlari menuruni bukit karang dengan rasa takut dan khawatir yang dia bawa. Tidak perduli ketika dia sesekali terjatuh-- tergelincir oleh bebatuan saat melewati jalan setapak yang miring.

Keadaan gadis itu terlihat sangat buruk. Debu dan tanah menempel di pakaiannya, sementara beberapa goresan luka terlihat di lengan dan wajahnya.

Irish tidak peduli pada teriakan orang orang yang berteriak setelah melihatnya yang tiba tiba datang dan menabraki semua orang, seperti sedang mencoba mengacaukan pesta. Satu yang Irish cari-- Aiden, suaminya.

Perempuan itu semakin panik saat mencapai panggung dan tidak menemukan Aiden disana. Dia berteriak memanggil nama pria itu, namun tak mendapat jawaban dari siapaun. Orang orang sibuk menatapnya takut, terutama saat melihat senjata besar yang berada di tangannya.

"Nona, ada apa ini?"

Irish dengan cepat berbalik saat mendengar suara Aaron. Pria itu menatap Irish kebingungan sambil membawa segelas minuman.

"Aaron, dimana.. dimana Aiden? Apa dia baik baik saja? Aku ingin melihatnya, Aaron. Dimana Aiden?"

Irish bertanya dengan tidak sabar. Air matanya belum mau berhenti keluar. Bahkan suaranya terdengar sedikit bergetar.

"Pertama tama, turunkan senjata anda, nona. Itu menakuti semua orang--"

"Aku sialan tidak peduli, Aaron! Aku ingin bertemu dengan Aiden!"

Demi, Tuhan.. Aaron sudah mencoba berbicara baik baik pada Irish. Namun sepertinya gadis itu kehilangan kendali karena emosi.

"Cepat katakan dimana dia!"

Orang orang memekik ketakutan ketika Irish menodongkan senapannya ke arah Aaron setelah membentak pria itu.

Mencoba untuk tetap tenang, Aaron mengangkat kedua tangannya ke udara. "Tuan ada di salah satu rumah yang berada di tepi pantai ini, nona. Rumah warna abu abu, nona bisa menemui tuan Aiden disana."

Irish mengambil langkah cepat untuk mencari rumah yang Aaron maksud. Dan beruntungnya hanya ada satu rumah yang berwarna abu abu, sementara yang lain berwarna putih, biru, atau coklat muda. Begitu memasuki rumah, Irish bisa melihat Aiden sedang duduk bersandar di sofa yang berada di ruang tamu.

Pria itu terlihat sedang memejamkan mata, namun seketika langsung terbuka saat mendengar suara langkah kaki seseorang yang terburu buru. Hal berikutnya yang Aiden dapatkan ada pelukan erat dari perempuan yang baru saja datang.

Aiden sedikit terkejut-- kenapa Irish bisa tiba tiba berada disini. Ditambah lagi istrinya itu datang dengan keadaan yang begitu kacau dan langsung menangis di pelukannya seperti ini.

Pasti ada sesuatu yang telah terjadi.

"Sayang, ada apa?"

The SASSY GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang