Last Part

3.4K 339 36
                                    

Haechan duduk diam di kursi penumpang samping Mark. Namun meski begitu air mata Haechan tak berhenti berjatuhan. Ia terus menerus mengirimkan pesan pada ponsel Jeno meskipun ia tau tak di balas. Meskipun ia sudah dapat kabar bahwa Jeno sedang menjalani perawatan dan tidak sadarkan diri.

Sesekali satu tangan Haechan mengepal kuat. Ia takut, ia sangat takut. Ia ingin segera sampai di rumah sakit tapi jalanan terlalu padat. Kenapa jalanan tidak padat saat Jeno pulang mungkin kalau sepadat saat ini tidak akan ada kecelakaan.

Benar ini salahnya, kalau saja Ia biarkan Jeno pulang tidak perlu menyiapkan hal-hal itu. Jeno masih bersamanya. Mereka saat ini mungkin sedang memeluk satu sama lain. Haechan pasti sedang bercerita tentang hari-harinya saat Jeno di Milan. Ia mungkin juga sedang mengomel karna Jeno tampil terlalu tampan dan membuat Haechan cemburu. Atau Haechan sedang mendengar cerita Jeno selama di Milan sana.

Meski Haechan akan merasa cemburu tapi ia juga ingin mendengar aktivitas Jeno di sana. Harusnya mereka sedang seperti itu kalau bukan karna dia yang menyuruh Jeno pulang lebih lambat.

Hati Haechan sakit sekali, Ia membuka jendela mobil untuk mengambil udara kuat-kuat.

"Haechan di luar dingin." Larang Mark. Ia menarik Haechan dan kembali menutup jendela mobil.

Haechan terdiam, air matanya masih terus saja jatuh.

"Haechan..tenanglah. Jeno pasti baik-baik saja. Jeno sudah di tangani oleh dokter. Jeno pasti akan baik-baik saja"

Haechan menarik tangannya dari genggaman Mark.

"DIA TIDAK BAIK! KALAU DIA BAIK DIA TIDAK DI TANGANI DOKTER DAN DIA ADA DENGAN KU SEKARANG, MARK!" pekik Haechan.


Mark menatap pada Haechan yang kini menutup wajahnya sendiri. Jalanan yang sangat padat membuat Mark bisa menatap Haechan cukup lama.

"Dia harusnya sedang dengan ku. Dia harusnya sedang ada di apartemennya. Kalau bukan karna aku yang mengacaukannya dia harusnya ada di sana. Bukan tidak sadar di rumah sakit. Dia tidak baik-baik saja... " Isak Haechan masih dengan menutup wajahnya.

"Chan.." Mark sungguh tak tau harus mengatakan apa. Ia tentu saja berharap yang terbaik untuk Jeno. Tapi tak bisa ia pungkiri kalau melihat langsung bagaimana Haechan menangisi Jeno hatinya terasa sakit.

Benar, Haechan adalah orang yang akan menangisi orang yang ia cinta meski hanya sakit biasa. Mark pernah mengalami cidera dan ia ingat bagaimana Haechan menangisinya dulu.

Haechan orang yang sangat kuat, sangat tangguh. Bahkan saat sakitpun Haechan tak pernah mengadu. Tapi ia akan sangat lemah jika itu berkaitan dengan orang yang Haechan cinta. Melihat bagaimana Haechan menangis sekarang. Membuat Mark tau kalau Haechan memang benar-benar mencintai Jeno. Hubungan Haechan dan Jeno memang benar-benar bukan untuk mendapatkan perhatiannya saja. Posisinya benar-benar sudah terganti oleh Jeno.


"Aku takut sekali Mark.. aku takut sekali.." isak Haechan.

Mark tak mengatakan apapun selain hanya menatap Haechan.

Haechan menoleh pada Mark. Dengan air mata yang terus berjatuhan.

"Aku akan bagaimana tanpa Jeno, Mark? "

Sebulir air mata juga terjatuh dari sudut mata Mark. Dulu Ia tak pernah sanggup menatap mata Haechan karna luapan cinta Haechan padanya yang begitu besar. Tatapan itu terlalu berbinar-binar hingga Mark tak sanggup. Tapi saat ini Mark benar-benar tak melihat sedikitpun binar itu dari mata Haechan.

"apa kau sangat mencintai Jeno?"

Haechan mengangguk. "Aku mencintainya Mark.. aku baru saja ingin memberitahunya kalau aku mencintainya.." jawab Haechan dengan kembali menjatuhkan air matanya.

Bukan Cinta Segitiga Biasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang