Introduction•

3.1K 216 33
                                    

Selamat datang di karya ke tiga Zaa!
Aku harap kalian gak bosen sama cerita cerita aku and
Sorry tadi ada kesalahan penulisan 🙏
Selamat membaca!







Siang hari di puncak selalu menjadi pilihan utama untuk menikmati udara segar tanpa polusi, terlepas dari udara memuakan kota Jakarta yang tidak baik jika harus terus menerus di hirup. Satu gadis tengah duduk terdiam di teras villa menikmati sepoi angin-- walau sesekali mata nya harus menyipit kala cahaya matahari menusuk mata nya lewat celah-celah dedaunan.

"Aku lupa beli butter."

"Pake mentega aja kak."

"Rasa nya jadi kurang enak, Kath."

"Popcorn doang, Yang. Pake bahan yang ada aja, kalo ke kota lagi makan waktu."

Sayup-sayup terdengar dari dalam suara Kathrina, Olla, dan Indah yang membuat Marsha menghela nafas meski setelah nya rasa pedih menyeruak kala nafas nya berhembus lirih. Ada ingatan tentang Zee soal popcorn.

Kala itu, mereka tengah bermain bersama di rumah pohon. Banyak bercerita tentang semua hal dengan di temani popcorn sebagai pelengkap mereka berbincang. Saat itu, Zee berkata dengan tiba-tiba di tengah pembicaraan guyonan.

Kata nya, "Aku pernah baca cerita dengan Judul Narasi, karya Tanderlova, dengan tokoh sastra, di halaman pertama ada perkataan Sastra yang bikin aku gak berhenti mikir sampe lima hari berturut-turut."

"Hum? Kok bisa? Emang bilang apa?"

"Kata Sastra; sifat manusia itu dinamis, seseorang bisa berubah kapan saja. Sementara waktu itu relatif. Aneh, kenapa sifat manusia itu musti dinamis padahal ada sifat konsisten yang seharusnya kita terapkan dalam kehidupan." memandang Marsha dengan mata satu nya, "Tapi setelah aku berfikir lebih luas dan lebih dalam tentang sifat manusia, tentu nya dengan sifat aku juga. Ternyata perkataan Sastra ada benarnya."

"Hum? Maksudnya, Zee?"

"Bahwasan nya sifat manusia itu kebanyakan sering berubah ubah, gak melulu terus stabil di sifat yang pertama. Pun, Buat kenal sama orang gak cukup dengan waktu yang sebentar, butuh waktu lama. Bahkan di waktu yang lama pun seseorang bisa aja berubah di tengah jalan, entah sikapnya atau cara orang itu memperlakukan kita. Semua nya soal waktu. Waktu yang berbicara, bukan mulut saja."

Dia tak pernah menyesal telah membahas sifat manusia yang selalu tak tentu dan jarang sekali stabil bersama Zee hari itu. Sedikit banyak di pertemuan hari itu bersama Zee, dia belajar banyak hal mengenai sifat manusia. Walaupun Zee sering membuka percakapan yang serius dengan kata 'Aku pernah baca.' namun di pertengahan pembicaraan tak jarang Zee selalu menyelipkan kode etik dan di akhiri dengan ending yang selalu mengajak nya untuk introspeksi diri, dan itu selalu terjadi saat ke dua nya membicarakan hal serius.

Menurutnya Zee sangat unik karena selalu melihat dunia dengan tatanan pemikiran yang luas dan sangat mendalam terhadap apapun itu. Cukup dengan kata 'Aku pernah baca.' Zee bisa menjelajahi apapun yang tak pernah ia pikirkan sebelumnya, dan bersama Zee pemikiran nya bisa jauh lebih luas ketimbang sebelumnya.

Tapi, sayang nya manusia baik itu terlalu cepat di panggil oleh sang pencipta. Ya, satu sudah satu tahun setelah kepergian Zee dari muka bumi. Namun sedikit pun dia tak pernah melupakan Zee, bahkan kenangan nya pun tak pernah ia buang begitu saja. Malah ia simpan dan terus ia pupuk agar terus menetap di pikiran dan hati nya, dan selama Petrichor nya pergi untuk selamanya, dia tak pernah berjalan dengan makhluk lain mana pun selain bayangan Zee yang selalu mengimbangi langkah nya.

"Sha, kata kak Indah makan siang dulu, Lo harus minum obat."

Marsha mengangguk lalu beranjak berdiri kala Ashel mengulurkan tangan untuk menuntunnya masuk ke dalam.

Kolase Tentang Mu [ZeeSha] USAI✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang