Bahagia tumpah ruah hari ini, tatkala mata indah itu akan kembali memancarkan aura nya setelah bertahun-tahun lamanya meredup. Bahkan hilang, akibat di telan benturan keras yang tak di sengaja, sampai-sampai kornea mata menjadi taruhannya. Dan hari ini, hari yang sangat menggembirakan. Sebab, bukan durasi operasi mata lagi yang mereka tunggu, namun sudah merangkap ke pembukaan perban yang sudah terpatri lebih dari lima hari menutup mata itu.
"Ashel sama Kathrina ada kan?"
"Enggak ada, mereka berdua masih marah." diam-diam Indah menahan diri untuk tak tertawa manakala raut wajah Marsha berubah cemberut.
Nathan mengusap kepala Marsha sayang "Buka sekarang aja oke? nanti, baru minta maaf." ujar nya yang sudah tahu kalau ke tiga nya bertengkar di karna kan ego Marsha yang tinggi.
"Saya buka sekarang ya..." kata dokter yang menangani Marsha dari operasi sampai pembukaan perban.
"Silahkan." Nathan mundur, ia ingin melihat Marsha dari depan saat anak kesayangan nya itu bisa melihat.
Marsha geming, tak mengiakan, tak melarang. Dia hanya... kesal pada Ashel-Kathrina seharusnya mereka berdua datang kemari, tapi malah lebih mengutamakan amarah. Saat dia akan di operasi pun ke dua nya tak menjenguk, sekadar menyemangati nya atau menanyakan kabar pun tak ada sama sekali.
"Nanti, kalau saya bilang buat buka mata, kamu buka nya pelan-pelan. Jangan di paksakan, tenang saja." Tutur dokter yang mulai penggunting perbankan yang melilit di wajah tepat nya di mata Marsha.
Marsha jelas mengangguk. Perasaan nya campur aduk. Senang, bahagia, serta kesal tercampur begitu saja. Senang karna sebentar lagi akan mengadopsi anak, bahagia karna bisa melihat lagi, dan kesal sebab ke dua sahabat nya tak datang lagi.
Nathan, dan Indah menunggu dokter dengan degup jantung tak biasa. Ke dua nya jelas bahagia, apa lagi Indah yang selalu mengurusi keperluan Marsha saat di rumah sakit jiwa, rumah sakit biasa, rumah sakit mata, serta di setiap hari nya (saat Nathan keluar kota).
"Buka mata nya pelan-pelan." titah dokter setelah selesai dengan kapas terakhir "Pelan saja." ingat nya lagi kala Marsha mulai membuka kelopak mata.
Sementara itu, remang-remang cahaya mulai menyapa matanya yang sudah lama tak pernah berguna. Silau nya memang tak menyakitkan tatkala kelopak mata sedikit demi sedikit terbuka. Tetapi cukup membuat sesuatu yang hilang kembali ke asal nya. Setitik demi setitik pula warna mulai bergumul, menyatu, menggambarkan bahwa itu sudah menjadi satu kesatuan yang utuh.
Air mata menetes, bibir bergetar tipis, dan hati mencelos manakala sang pahlawan pertama di hidup nya terlihat jelas. Bagaimana senyum teduhnya, bagaimana mata tegas nya yang menatap nya penuh cinta, serta berewok tipis yang seperti semut memenuhi area wajah bawah, dan juga keriput yang sudah ada dibeberapa titik, membuat perasaan nya tak tentu. Yang ia sadar, dia sudah banyak menyusahkan sang pahlawan pertama nya.
"Marsha, kamu bisa lihat Daddy?" Nathan berdiri tegap juga gagah di hadapan sang putri, ingin menarik tubuh putri kecil nya keburu kecolongan. Sesaat Marsha melompat memeluk nya erat. Ia tak berkata, memilih merengkuh putri nya dalam dekapan. Sembunyi-sembunyi dia juga menangis, haru.
"Kamu bisa lihat, nggak?" kali ini Indah berkata dengan nada bergetar hebat menandakan dia juga sudah menangis sedari awal.
Kelopak mata itu terkantup rapat dengan posisi yang masih setia memeluk sang ayah "Aku... bisa." lirih namun masih terdengar.
Indah, dokter, dan Nathan mengukir senyum. Hingga tak lama pintu di dorong kasar, keras terbentur dinding, membuat bising beberapa detik. Dua orang pelaku nya malah bersedekap dada di muka pintu sembari menyenderkan badan santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kolase Tentang Mu [ZeeSha] USAI✓
Teen FictionMengabadikan kisah mu dalam ingatan adalah cara terakhir ku untuk terus merasakan hadir mu