Tak henti-henti Indah menggoda Marsha habis-habisan, membercandai sahabat nya dengan larik-larik puisi dari surat Zee. Indah tak peduli akan rona merah pipi Marsha yang kian merah padam akibat malu tak terkira, tak peduli juga bagaimana sahabat nya menyembunyikan itu semua dari padangan nya.
Tentu, Marsha malu. Girang jua dalam waktu yang bersamaan, terasa menggelitik seolah menciptakan kupu-kupu di sekitaran perut tatkala Indah membaca kan surat dari pujangga bernamakan Azizi Shafaa Asadel yang sudah tergila-gila oleh rupa nya.
"Cie malu cie..."
"Apa sih kak."
"Merah gitu pipi nya."
"Enggak juga."
"Coba lihat cermin kalau nggak percaya." menaik turun kan alis.
Marsha mendengus dan melempar pelan bantal yang ada di pangkuan nya pada Indah "Buta gini di suruh ngaca." lalu ia beranjak dari kamar dengan perut yang masih menggelitik tanpa arti.
"Dih, ninggalin!" teriak Indah menyusul Marsha yang sudah di lantai dasar "kalau mau ke bawah bilang dong." Kata nya menyambar roti isi yang Marsha sodorkan.
"Tapi kan ngikutin juga." balas Marsha duduk di bangku mini bar dekat dapur "Tahu nggak--"
"--enggak!" potong Indah langsung.
"Ihhh aku belum selesai!" pekik Marsha.
"Yaudah lanjutin." acuh Indah.
"Aku nggak sabar punya anak! pengen cepet-cepet operasi aja." semangat nya.
"Jangan-jangan kamu pengen punya anak gara-gara andai-andai'an kita dulu." Dia menyipitkan mata menelisik lebih banyak dari raut wajah Marsha.
"Enggak, serius! waktu kita halu bareng tuh aku sama sekali nggak mikir sampai segini nya. Yang bikin gini tuh, ya... karna aku ketemu Harsa. Aku pikir punya bayi seru juga, ada teman bercanda, dengerin curhatan dia, bacain dongeng waktu mau tidurnya, siapin sarapan sampai makan malam nya, ajarin dia banyak hal yang positif, Seru aja! Aku nggak bisa bayangin seberarti apa dia di hidup aku nanti nya."
"Kenapa nggak bayi tabung aja?" celetuk Indah.
"Aku tuh mau punya anak tapi bukan dari rahim aku."
"Kenapa? sama aja anak kita ini."
"Takut lahiran nya." bisik Marsha.
Indah langsung mengerti "Ya... kalau keputusan kamu gitu, kita bisa apa. Yang penting kamu tanggung jawab penuh sama anak angkat kamu nanti nya. Soal gender, kamu mau nya bayi perempuan atau laki-laki?"
Sang empu seketika terdiam untuk beberapa saat hingga kemudian berkata, "Zee mau nya perempuan."
"Hum? Zee? kamu mau adopsi anak karna Zee? bukan kemauan kamu?" Agak terpancing untuk menghakimi Marsha.
"Bukan gitu..." tenang Marsha, ia sudah tahu respon Indah atau yang lain akan seperti ini nantinya jika di mengatakan hal yang jujur.
"Apa? Coba jelasin."
Marsha mengangguk sambil menopang dagu "jadi dulu itu aku sama Zee..."
🦋🦋🦋🦋🦋
Sorak-sorai anak-anak kecil bergemuruh riuh di udara saat Marsha dan Zee menginjakkan kaki di panti asuhan Cinta Bunda. Bahkan beberapa diantaranya ada yang menghampiri Zee, memalak permen dan coklat. Zee memberikan dengan tawa riang nya, sesekali juga Marsha mendengar kecupan manis Zee untuk beberapa anak-anak yang menghampiri mereka.
"Kakak coklat aku, coklat aku!" satu anak kecil berlari sambil berteriak gembira.
"Jangan lari-larian nanti jatuh terus luka, yang sakit kamu. Ini coklat nya, Kakak kasih bonus."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kolase Tentang Mu [ZeeSha] USAI✓
Teen FictionMengabadikan kisah mu dalam ingatan adalah cara terakhir ku untuk terus merasakan hadir mu