Tak terasah bulan mulai beranjak bulan. Usia Jiera pun sudah menginjak 10 bulan. Marsha juga sudah 9 bulan terakhir ini mulai mengelola kembali usaha kecil-kecilan yang hampir merangkap ke bisnis yang lebih besar. Wanita yang dulu pernah buta itu lebih fokus pada karir dan anak angkatnya, meski begitu, beberapa lelaki tak jarang mendekati nya. Berniat mengambil hati nya namun selalu di patah berkeping-keping.
Ya... walau sudah dua tahun Zee hengkang dari bumi, dia masih belum bisa menerima siapapun di hidup nya. Apa lagi kini pemikiran nya sudah tidak sedangkal dulu yang hanya memikirkan diri sendiri. Akhir-akhir ini bahkan dia sering berfikir, jika dia memiliki pendamping apakah pasangan nya itu bisa menerima Jiera dengan baik? ini juga alasan mengapa dia selalu menolak ajakan lelaki mana pun.
Jiera berpengaruh pada masa depan nya, apa lagi hati masih di genggaman sang senja, dan raga masih ingin di peluk oleh sang ayah. Tak mampu bagi nya mengacuhkan tiga orang yang menjadi penyemangat nya. Sulit untuk menerima orang asing.
"Emmm... udah wangi aja cantik nya Bunda." Mengangkat Jiera ke udara untung nya leher Anak nya itu sudah kuat "Mau ikut?"
Jiera terkikik kala Marsha mendusal di perut nya. Marsha ikut tertawa dan mengambil gendongan Jiera yang tergeletak di atas kasur untuk mengais anak nya itu bak koala.
"Berhubung kamu udah sarapan dan mandi pagi ini, kita nengok makam aunty Zee baru habis itu kamu ikut Bunda kerja, oke?"
"Em!" balas Jiera.
Marsha mengambil biskuit bayi dan memberikan nya pada Jiera. Entah mengapa seminggu terakhir ini Jiera sering sekali ngemil, mungkin karena akan mulai berjalan? ahk, Marsha tak tahu juga. Yang pasti Jiera sudah bisa merangkak walau sering terjatuh, dan juga dia jadi lebih banyak menyetok camilan Jiera di kamar nya.
Satu persatu anak tangga Marsha jejaki, tepat saat di anak tangga terakhir dia melihat Sang ayah yang tengah membenarkan dasi di meja makan, dia segera menghampiri dan mengecup singkat pipi Nathan yang di tumbuhi berewok tipis "Selamat Morning." Sapa nya.
"Kaya Bi Imas aja, cucu kakek mau kemana pagi-pagi begini udah cantik hum?" Mencium kening sang cucu yang sibuk dengan biskuit nya, Nathan mencubit pelan pipi mungil yang bergerak-gerak itu lalu melihat Marsha "mau kemana?"
"Ke makam Zee, terus ke kafe sekalian ke toko laundry, selesai dari situ ketemuan sama Freya-Harsa. Udah lama nggak ketemu mereka, kangen. Aku pulang agak malam, soal nya habis ketemu Freya aku mau jalan-jalan dulu sama Ashel, Kak Indah, Kathrin. Mungkin ke mall." Terang nya sekaligus meminta Izin.
"Butuh penjagaan?"
Marsha mengangguk sembari menyendok sedikit nasi kepiring nya, sesekali juga menghapus biskuit yang basah akibat air liur di area bibir Jiera "Iya, mungkin empat? sekitar segitu lah. Tapi dari jauh, jangan deket deket yang ada aku risih sendiri."
"Oke, beres. Supir?"
"Nope, aku mau nyetir sendiri."
"Jiera gimana?"
"Daddy ini kaya yang gak pernah lihat aku gendong Ji sambil nyetir. Aman lah itu, Daddy nanti mau pulang jam berapa?"
"Mungkin jam lima sore udah sampai, kenapa?"
"Enggak... cuma tanya doang."
Setelah nya mereka menghabiskan sarapan, dan bergegas keluar rumah bersama namun dengan mobil yang berbeda. Marsha menggunakan mobil pribadi nya dengan di ikuti satu mobil Mercedes hitam, sementara Nathan memakai mobil Alphard yang di dalam nya juga ada asisten.
Roda mobil menggerus aspal jalanan Ibu Kota. Pagi ini seperti biasa, macet. Namun tak begitu parah, mobil masih bisa melaju walau kecepatan nya kurang. Dalam perjalanan menuju makam Zee dia tak henti nya mengajak berbicara Jiera walau hanya dapat sahutan deheman sesekali tawa riang bayi nya. Mobil perlahan berbelok ke kiri, sedikit maju lagi hingga akhirnya berhenti di parkiran pemakaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kolase Tentang Mu [ZeeSha] USAI✓
Teen FictionMengabadikan kisah mu dalam ingatan adalah cara terakhir ku untuk terus merasakan hadir mu