Terlahir dalam keluarga yang harmonis adalah harapan setiap orang. Begitu pula dengan Angga Eka Putra. Terlahir dalam keluarga yang pernikahannya dilaksanakan bukan karena kehendak dua pihak. Perselisihan,jeritan,tamparan dan dinginnya ruang tamu adalah hal wajar di setiap harinya.
"Mana tanggung jawab lu sebagai kepala keluarga hah?!" Ucap ibunda Angga
"Hah?! Gua udh cape cape kerja,lah lu kenapa malah beli baju baju yang kagak dibutuhin!"
"Maksud lu?! Pakaian pakaian ini tuh kebutuhan yang utama,lagian uang bulanan yang lu kasih tuh kurang baj*ngan buat makan sehari hari!" Emosi ibunda Angga memuncak
"DIEM LU! GUA CAPEK ANJ*NG" balas ayahanda Angga sembari menampar ibunda Angga dan menutup pintu kamar dengan keras
Ketika Angga masih anak anak,ia tumbuh dengan kehidupan jalanan yang lebih suka menyelesaikan masalah dengan meminta dan bertarung. Rumah hanyalah tempat untuk dirinya pulang. Tiba di Rumah dengan hal hal yang tidak enak didengar anak sekecil Angga. Satu satunya yang ia ketahui tentang keluarganya adalah nama ibu,nama ayah,dan rumah adalah tempat peristirahatannya.
Ketika Angga menginjak jenjang SMP,kedua orang tuanya semakin jarang bertemu. Sesekali Angga memergoki ayahnya sedang mabuk dan berselingkuh dengan wanita lain. Ibundanya hanya berpasrah diri di Rumahnya dengan keadaan ekonomi sederhana. Angga sendiri lebih menyukai berdiam diri di kamarnya untuk membuka buku buku novel sederhana.
"Dek, Ayo makan bareng di ruang tamu,mamah masakin masakan kesukaanmu..."
"Kamu kenapa? Kok kamu cemberut terus? Ibu punya salah ya sama kamu? Maafin ibu ya,ibu ga punya maksud gitu. Ibu cuman pengen kamu tuh jadi orang yang sukses."
Kalimat kalimat yang menunjukan kehangatan dalam keluarga adalah wishlist tersendiri bagi Angga. Harapannya sendiri untuk membuat apa yang ia baca dalam novel menjadi nyata. Tapi,kenyataannya keadaan semakin memburuk. Terkadang ayah Angga tidak pulang ke Rumah sama sekali.
"Kalo ini Rumah Ayah,kenapa ayah tidak pulang? Bukankah ini rumah peristirahatan? Apa ayah sedang bekerja tanpa beristirahat? Atau ayah sudah punya Rumah yang lebih baik?" Bisik hati Angga yang kala itu berumur 13 tahun.
Hal tersebut akhirnya memuncak ketika Angga berumur 14 tahun,lebih tepatnya saat ulang tahunnya. Ibunda Angga hanya menyiapkan lilin biasa dan sebungkus nasi padang dengan rendang sebagai toping favoritnya. Angga dengan cukup terharu meniup lilin tersebut dan mengatakan harapannya,"semoga hidup Angga sama keluarga Angga makin harmonis dan dekat lagi" hanya itu harapannya.
"WOI LON*E MANA LU ANJ*NG!" Ayahanda Angga yang sedang mabuk dengan sebotol alkohol di tangan kanannya tiba tiba mendobrak pintu
"Lu mau ngapain lagi kesini? Bukannya lu udh punya cewe lain hah?! Bukannya ngasih selamat ke anak lu yang ulang tahun,malah bertingkah sama yang lain" ibu Angga membalas dengan kesal serta pisau di tangan kanannya
"APASIH LU AH! BERISIK BANGET ANJ*NG!" Ayahanda Angga mulai memukul istrinya sendiri dengan botol tersebut hingga pecah.
Perselisihan tersebut tak mungkin dapat berhenti begitu saja. Angga yang melihatnya hanya terdiam dan terkejut karena ia melihat hal tersebut di depan matanya sendiri. Hingga akhirnya ibunda Angga menusuk ayah Angga tepat pada dada nya sehingga mati pada waktu itu juga. Angga segera bergerak kepada ibunya yang tampak kebingungan dengan apa yang telah terjadi.
"Maafin ibu ya Angga,ibu udh gagal jadi ibu yang baik buat kamu dan ibu sudah gagal buat mewujudkan harapan kamu" ibu Angga menangis dengan tangannya penuh darah yang entah darahnya sendiri atau suaminya.
"Aa.... Ga-gapapa bu,bu? Ang-Angga gapapa kok bu" Angga terbata bata membalas ucapan ibundanya sendiri.
Angga pun terkejut karena pisau yang dipegang oleh ibundanya diarahkan ke lehernya sendiri. Sesaat ibundanya akan menikam lehernya,Angga mencoba menghentikannya tapi terlambat. Justru tetangga melihatnya seakan akan Anggalah yang menusukan pisau tersebut kepada ibundanya sendiri. Tetapi karena umurnya yang masih terhitung anak anak,sehingga hukumannya tidak begitu berat. Dan karena umurnya yang dapat diitung masih anak anak,sehingga Angga kesulitan untuk bersaksi dengan apa yang terjadi.
[Temannya membantunya bersaksi]
Akhirnya Angga mengikuti komunitas anak jalanan dan menjadikannya "Rumah". Satu satunya sumber uang yang dapat ia cari hanyalah dengan juara balap liar atau bertarung dengan taruhan. Serta penyebab dia menjadi pemimpin komunitas tersebut karena tidak ada yang bisa mengalahkan Angga. Setiap harinya dia akan mendapatkan setoran uang setidaknya 250 ribu.
Tentunya cukup aneh mengingat Angga dengan kasusnya tersebut masih bisa diterima di sekolah sebesar itu. Dan alasannya adalah Angga menggunakan uang untuk memaksanya dapat di terima dengan orang tua salah satu teman komunitasnya sebagai penanggungjawab. Sekitar 10 juta yang ia berikan kepada pihak sekolah,sehingga pihak sekolah enggan menolaknya.
"Rumah? Harmonis? Bukankah kita("komunitas") ini jauh lebih erat dan hangat dibandingkan keluarga itu sendiri?" Pikirnya
"Eh,Angga katanya lu tertarik sama si Bagas? Kenapa dah sama anak pendiem gitu" tanya salah satu bawahannya
"Menurut gua,dia tuh cocok buat dijadiin otak(kepala) kelompok ini... Walau yaa,pasti gampang kalah sih soalnya mudah ketangkapnya"
[Salah satu grup "komunitas" lainnya sedang bersiap untuk mengalahkan komunitas Angga dengan menyekap salah satu anggota penting].
KAMU SEDANG MEMBACA
Flowers
Fiksi Remaja"hai,aku Bagaskara" ucapan mengawali awal masa SMA ku di sekolah yang konon dahulu seorang pembunuh bersekolah disini. Dengan beberapa rasa muak dan trauma milik Bagaskara ia berambisi merubah dirinya untuk mendapatkan apa yang ia inginkan di masa S...