17

2.6K 133 0
                                    

Fazza sudah lebih dari 3 jam berkeliling kota jakarta. Ia masih mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi pada dirinya.

Dia cemburu ya karena Gemostra deket deket sama cewe? Cemburu itu artinya cinta kan? Dia cinta sama Gemostra? Mungkin seperti itulah kegelisahan dihatinya.

Fazza sebenarnya masih tidak yakin pada perasaannya. Dia denial, sungguh. Pengecut memang.

Drtttt drtttt

Ponsel Fazza kembali berbunyi. Ini sudah yang kesekian kalinya. Yang menelpon dirinya pun bukan hanya Gemostra, tapi Chinzhilla dan keluarganya juga menelpon Fazza sedaritadi.

Ia mengecek batre ponselnya. Sial, batre ponselnya lemah, sekarang sudah 10%. Sebentar lagi, dapat di pastikan ponsel Fazza akan mati.

Ia kemudian menghela nafas lelah, memasukan kembali ponselnya dan pergi dari jembatan tempatnya berhenti tadi. Ia melanjutkan lagi perjalanannya.

Fazza sudah seperti bocah kehilangan arah. Langit mulai gelap, jam pada ponselnya menunjukan pukul 6 sore, jadi ia memutuskan untuk kembali.

Bukan, dia bukan balik ke rumahnya bersama Gemostra. Ia memilih kembali ke rumah Ragantama. Biarlah malam ini ia bermalam di kamar lamanya.

Tok tok.

Fazza mengetuk pintu rumah itu setelah dia memarkirkan motor Edwin di garasi yang kosong. Sepertinya, orang rumah sedang mencari dirinya.

Seorang ART yang masih berada di rumah membuka pintu. Itu Bi Lia, yang menemaninya dari bayi.

“Bi Lia, malam” sapa Fazza dengan senyum kecil.

“Den Paja yaampun” Bi Lia nampak terkejut dengan kehadiran Fazza. Pasalnya, hampir semua orang orang terdekatnya mencari dirinya. Makannya Bi Lia kaget bukan maen.

“Masuk dulu Den masuk sini” ujar Bi Lia mempersilahkan Fazza agar masuk kedalam.

“Hehe, Bunda, Ayah sama Teteh kemana Bi?” tanya Fazza. Padahal, ia sendiri sudah tau jawabannya.

“Ya nyariin Den Paja atuh! Kemana aja kamu Den? Ga ada kabar sama sekali” omel Bi Lia.

“Lagi capek Bi, biasalah percintaan remaja” ujar Fazza.

“Yaudah bentar ya, Bibi mau telpon nyonya sama tuan Ragantama dulu” ujar Bi Lia bangkit dari duduknya.

“Eh eh jangan Bi, nanti aja biarin balik sendiri, Paja lagi males denger omelan Bunda” ujar Fazza memberi alasan yang gajelas. Padahal aslinya mah dia takut kalau Bunda bakal ngadu ke Gemostra.

“Tapi, beneran gapapa ni ga Bibi kasih tau ke Bunda?” tanya Bi Lia.

“Iya gapapa, ntar kalo Bibi dimarahin bilang aja disuruh aku. Udah dulu ya Bi ya? Paja ngantuk, mau tidur” jawab Fazza. Ia kemudian naik ke lantai atas tempat kamarnya berada.

Sungguh, ia rindu rumah ini. Ia rindu dirinya yang selalu ngerokok diem diem di kamar, dia rindu dirinya yang selalu ribut di meja makan bersama teteh.. Dia rindu segala hal di rumah ini.

Kamarnya yang dulu sempat jadi tempat kumpul bersama Chinzhilla bentukannya masih sama. Yang berubah hanya beberapa bareng yang sudah tidak ada lagi di tempatnya, karena sudah Fazza bawa ke rumahnya sama Gemostra.

“Gila, kangen banget gua ama ni kamar” ujar Fazza yang kemudian berbaring di kasurnya. Ia menghela nafas panjang, ia sangat merindukan saat saat seperti ini.

“Den, ada yang nyariin Den” ucap Bi Lia saat Fazza baru beberapa menit merebahkan dirinya diatas kasur.

“Siapa Bi?” tanya Fazza yang sama sekali tidak beranjak dari kasur.

[BL] Satu Atap - GeminiFourth ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang