bab 13

1 0 0
                                    

Kedua monster itu tampak sama, lalu beberapa tangan muncul dari berbagai sisi tubuhnya. Tangan – tangan itu terlihat tak beraturan, bergerak gerak acak, berusaha meraih sesuatu.

HA-haaaarrghhh!!!

Muncul mata dan mulut, wajah – wajah muncul memenuhi tubuh monster, bersaing dengan tangan, berusaha memperbanyak eksistensinya.

HAAAARRRRGHHH!!!!

Cairan berwarna ungu keluar dari mulut sang monster membasahi lantai yang berdebu.

HAAARGHHHH!!!

Judith berlari lebih kencang, ketakutan memeluknya erat – erat. Tak memberikan waktu untuk Judith menarik napas.

"Sial ! SIal! Sial!"

Louise memaki – maki, mengumpat dengan keras, ia tidak peduli dengan tenggorokannya yang mulai rusak ataupun suaranya yang merengek ingin istirahat. Louise tidak dapat membiarkan tubuhnya rehat karena ia sedang dilecut oleh teror.

Menyebalkan, baru tadi mereka merasakan senang, sekarang realita mengancam mereka dengan begitu kejam.

"Bagaimana ini? kita akan terus berlari? Ini menyebalkan!" kata Louise

"Lalu menurutmu bagaimana? Yang kau lakukan daritadi hanyalah mengeluh, mengeluh, mengeluh, apa bibirmu itu tidak punya fungsi lain hah?!" cecar Alex

BUG!

Monster itu melempar berbagai macam barang ke depan. Bulu kuduk Judith berdiri, adrenalin memompa dengan ganas dan tak kenal berhenti.

"Hei Judith! Katakanlah sesuatu! Kau kan pintar!" teriak Louise

"Aku sedang melakukannya!" sahut Judith.

Mereka berlari tanpa arah, memasuki satu persatu kamar yang ada-dan untungnya selalu memiliki pintu lain. Judith merasa mereka sedang berlari di dalam labirin.

"Bagimana kalau kita selesaikan permainan sialan itu?!" ucap Alex tiba – tiba

"Bagaimana caranya?!" tanya Louise, "Membunuh monster itu?!"

BRUK!

Alex menggeser puing kayu yang menghalangi jalan mereka dengan sekali ayunan. "Dasar bodoh! Tentu saja dengan mengakhiri pengadilannya!"

Perkataan Alex ada benarnya juga, kalau Judith tidak salah ingat, mereka memang belum sempat menyelesaikan permainan itu.

Sebenarnya ada tiga langkah dalam permainan sang pengadil, pertama pembukaan, yang kedua adalah tahap pengadilan dan yangbketiga adalah penutupan.

Mereka hanya tinggal mengetok 'palu' sebanyak tiga kali dan mengatakan pengadilan telah berakhir. Namun yang menjadi masalah adalah palu yang digunakan harus sama dengan palu yang mereka gunakan untuk mengawali permainan.

Jika mereka ingin mengakhiri terror ini dengan menyelesaikan permainan sang pengadil, maka mereka harus turun ke lantai pertama dan mengetok palu tersebut.

Masalahnya, dengan keadaan dikejar – kejar monster ini, dan bertapa butanya mereka dengan tata ruang yang ada di villa ini, Juidth jadi skeptis untuk menghilangkan si monster dengan mengakhiri permainan.

ARGHH!!!!

BRUK!

Judith menoleh, Louise yang berlari dibelakangnya terjatuh. Ia jatuh seetlah terpeleset kain yang menutup sebuah kursi, dan kursi itu kini menimpanya.

"TOLONG!!!!"

Louise berteriak kencang, membuat Alex yang berlari di depan ikut menoleh dan berbalik.

"Sialan!" umpatnya berlari mendekati Louise dan membantu pemuda cerewet itu.

HAAARGHHH!!!!

Monster itu tiba – tiba saja sudah ada di depan mereka berdua, ia mengambil Louise, Alex tentu saja tidak tinggal diam. Lelaki itu mulai melawan dengan memberikan pukulan menggunakan kursi, menghalangi tangan – tangan si monster.

"TIDAK!! TIDAAAK!!"

Louise berteriak, memekik hingga telinga Alex yang ada di dekatnya berdengung.

"Diam! Sialan!" sahut Alex

HAARGHH!!

HAARRGJHHGGH!!

HAAARGGRGGG!!

Setiap wajah yang ada di tubuh monster itu mengeluarkan suara yang mengerikan, membuat Louise bertambah panik dan ketakutan. Ia meronta – ronta, dengan teriakan serta airmata yang mengalir.

Sedangkan Judith hanya bisa melihat mereka dari kejauahn, ia terlalu takut untuk mendekat.

"SIalan!!!'

Alex berteriak kencang, ia sangat marah dan frustasi, memukul mukul si monster dengan tangan kosong setelah kursi yang ia gunakan hancur.

KRAK!

Dua wajah yang ada di monster itu membuka mulut mereka, mengeluarkan benda hitam yang runcing, menembus kedua daging, menciptakan air mancur berwarna merah. Membasahi lantai.

Tak cukup dua wajah, kini wajah – wajah yang main menatap dua daging itu dan mengeluarkan benda yang sama. Menusuk di bagian – bagian lain yang belum terjamah.

Taka da teriakan, Judith tidak bisa menggerakkan lidahnya ataupun menarik napas dengan benar. Meski otaknya terus menerus memerintahkan untuk pergi, namun kaki Judith tidak mampu bergerak. Ia seperti dikutuk menjadi batu ketika teman – temannya mulau dimakan.

LARI!

LARI!

LARI JUDITH!!!

Judith mulai memarahi dirinya sendiri, ia tidak mau menjadi seperti Alex ataupun Louise yang sedikit demi sedikit mulai tertelan oleh kegelapan yang panjang. 





#####IKLAAAN SESIOOOON######

Yuk guys! Baca cerita ini sambil nunggu Sang Pengadil Update!

"Chandra Aditya, dengan bukti yang ada, saya tetapkan Anda sebagai tersangka."

Dengan seragam oranye dan wajah kebingungan, Chandra berusaha mencari pelaku sebenarnya. Tanpa bantuan, tanpa orang dalam, hanya dia yang berjuang sendiri.
Apakah dia mampu?

Penasaran? Carilah Chandra di KaryaKarsa. Ini linknya :
https://karyakarsa.com/Abglvinar/lhe

Sang PengadilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang