Bab 17

1 0 0
                                    

Judith berjalan dalam kegelapan villa, ia hanya mengandalkan cahaya dari senter ponsel. Tidak terang memang, tapi setidaknya ia dapat melihat satu langkah di depannya.

Karena tidak berlari seperti sebelumnya Judith dapat memperhatikan sekitarnya.

Bangunan di dalam villa terlihat seperti bangunan abad pertengahan. Padahal dari luar, bangunan villa menggunakan design modern. Namun entah kenapa di lantai kedua tampak seperti abad pertengahan di eropa.

Yah, kalau saja tempat ini dibersihkan dan lampu yang ada dinyalakan. Mungkin pemandangan yang ditangkap oleh matanya lebih bagus.

Ada banyak lukisan yang dipajang, beberapa diantara lukisan itu ditutupi oleh kain, beberapa ada yang di ditutupi, ada juga lukisan yang telah rusak.

Sepanjang ia melangkah Judith tidak menuemukan Mario, Camilla ataupun Kevin.

Judith ingin berteriak memanggil mereka tapi Judith mengurungkan niatnya. Bagaimana kalau monster itu malah muncul? Sama seperti apa yang terjadi saat Louise menghubungi pelayannnya.

"Hah...."

Judith menghela napas, terkadang ia merinding. Judith merasa ada mata - mata lain yang mengawasinya. Terutama setiap ia melewati lukisan yang ada.

Langkah Judith berhenti di depan sebuah lukisan. Sebuah lukisan yang menunjukkan seorang wanita eropa di abad pertengahan lengkap dengan gaunnya.

"Dasar tidak berguna!"

****

Judith kecil, berlarian di dalam rumah. Hari minggu adalah hari yang menyenangkan karena ia dapat melihat kartun di TV di pagi hari, serta bisa membeli eskrim yang enak di dekat taman.

"Ibu! ibu! Sarapan apa hari ini?"

Judith keluar dari dan segera turun menuju ke dapur.

Ibunya sedang memasak, aroma sup yang lezat langsung menggoda Judith yang kelaparan. Tidak ada yang lebih menyenangkan selain makanan yang hangat ketika perut lapar.

"Ibu! Ibu!"

Judith memanggil - manggil ibunya.

"Ibu! ayo cepat masak! Judith akan membantu juga!"

Judith mengambil piring dan mangkok, meletakkannya di atas meja mengambil sendok serta garpu.

"Sarapan! sarapan...!"

TAK!

"DIAM!"

Judith berhenti bernyanyi, susana hatinya yang cerah mendadak mendung.

***

"Kenapa aku harus mendengar suara menyebalkan itu?" gumam Judith sambil menggelengkan kepala.

Ingatan yang tidak ia sukai malah muncul di saat yang tidak tepat.

"Menyedihkan...."

Judith kembali melanjutkan langkahnya, melupakan kenangan yang ia benci.

***

Lama ia berjalan, Judith merasa tenggorokannya kering, mungkin sudah saatnya tubuh yang ia perah tadi menunjukkan kondisinya yang sebenarnya.

Air...

Judith tidak dapat berharap banyak. Lorong yang sudah mirip dengan labirin ini membuatnya pusing. Ia tidak ingin mengambil resiko terjebak di lam ruangan dimana ia tidak bisa keluar.

Ah... Sekarang bagaimana?

***

Mario, Camilla, dan Kevin berlari menghindar dari kejaran monster.

"HUEK!!'

"Kevin jangan muntah!!!!" peringat Mario

Kevin berusaha untuk menahan ras mual yang terus mencekiknya. Kalau saja mereka sedang tidak dikejar oleh monster Kevin sudah pasti akan berdiam diri dan mengeluarkan semua yang ada di dalam perutnya.

Sedangkan camilla yang berlari di samping Kevin nampak pucat pasi. Gadis itu tidak mengatakan sepatah katapun sejak mereka keluar dari ruangan.

Ia masih bersyukur karena kedua kakinya mau diajak kerja rodi. Menghindari si monster.

HAARGHH!!!

HIIII!!!!!

Bulu kuduknya meremang, camilla tidak pernah setakut ini. Bahkan saat menonton film horor sendirian minggu lalu ia masih bisa pergi ke toilet tanpa harus takut dengan kemunculan hantu di kloset.

Apa ini karena monster yang ada di belakang mereka nyata dan siap menyantap mereka kapan saja?

"Ayo! ke sini!"

Mario memimpin jalan. Lelaki itu masih saja tenang meski dalam keadaan yang tidak menyenangkan seperti ini.

Ia masih bisa mengendalikan diri, tidak panik meski ia juga takut setengah mati.

"Jangan berpencar ya! terus ikuti aku!!' perintah Mario

"Ba-baik!!!"

HAARGHHH!!!

HIHIHIHI!!!!

MAIIIIIINN!!! MAAAIIIIN!!!

KEMARIIIII KEMARIIII!!

AYO BERMAIN BERSAMAAAAA!!!!

"Hiiiy!!"

Camilla tidak ingin melihat ke belakang, suara - suara yang dikeluarkan oleh si monster membuat telinganya sakit.

Wajah - wajah yang ada di monster itu juga nampak hidup. Mereka mengeluarkan ekspresi - ekspresi yang aneh dan cenderung menyeamkan. Seolah - olah mengejek mereka yang hanya bisa lari, dan terus lari.

GRATAK!

Mereka mendengar suara retakan, dan di saat yang bersamaa tembok yang ada di samping mereka runtuh.

Sang PengadilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang