Ekadasa [11]

1.5K 293 31
                                    

Kini dirimu yang selaluBertakhta di benakku˳  ˳  ˳

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kini dirimu yang selalu
Bertakhta di benakku
˳  ˳  ˳

Hari ini kepalamu terasa menyakitkan. Terasa beberapa beban yang kamu tanggung meluruh dan berkumpul di ujung otak.

Untuk berkedip pun kamu kesusahan, terlebih lagi pergi ke sekolah.

Niatnya ingin izin, namun ocehan dari bunda akan lebih mengkhawatirkan kesehatanmu.

Maka dari itu kamu memutuskan tetap bersekolah dengan UKS menjadi sasaran tempat istirahat.

Na'asnya, kabar kamu sakit terdengar di telinga Kaiser.

"Barongsai gue mau apel."

"Tinggal lo makan kocak."

Bukan kamu yang menyahuti, melainkan Bachira. Kaiser yang tak terima ujung-ujungnya juga mencibir sendiri.

Mirisnya di UKS saat ini penuh dengan teman-teman Kaiser. "Hah ... Kaiser sama teman-teman, ini UKS bukan tempat bolos."

Kamu benar-benar berdoa, kepala yang sakit kini sudah tidak dapat terbendung lagi rasa tidak nyamannya.

"Ya, terus? Emang nih sekolah punya emak lo?"

Senyuman terpaksa kamu lontarkan untuk lelaki berambut seperti kodok. "Ya, tapi, 'kan UKS tempat buat istirahat,"

"Dan kalian juga harusnya ada pelajaran di kelas. Mau jadi apa coba besok gede kalo dari sekarang aja tukang bolos?" Cibirmu melontarkan pertanyaan yang identik dengan ibu-ibu.

Bukannya menjawab, Bachira malah membuat pesawat dari kertas dan meluncurkan ke arahmu. "UPS! MENDARAT BRUHH."

Di lain sisi terdapat Nagi yang sedang push rank dengan volume handphone besar. Benar-benar mengganggu.

Kepalamu berdenging.

Tanpa banyak bicara kamu beranjak menggapai tas, kepalamu terasa berat dan pandangan yang tiba-tiba menghitam. Hingga membuatmu memejamkan mata.

"Ngapain?" Tanya Kaiser mencekal pergelangan tanganmu.

Kamu menggeleng, tetap melanjutkan langkah keluar dari UKS. "Lanjutin aja mainnya, aku mau ke luar biar gak ganggu."

Lebih baik Kaiser juga terdiam di UKS bersama teman-temannya. Itu memudahkan untuk tidur di tempat lain.

Langkahmu memang gontai, semaksimal mungkin kamu berjalan tegap seolah tidak terjadi apa-apa.

Ditambah rasa mual kembali menyerang, "Hwek pengen muntah." Keluhmu bersandar pada dinding.

"Lo sakit?"

Bahumu ditepuk dua kali, tidak terdengar langkah dari sang empu. Sejenak membuatmu kaget, "E-eh? Oh, enggak. Emang kenapa?"

"Kelihatan pucet." Balas Isagi mengusap lehernya.

꒷ 𝐒ampoerna ،  𝐊aiser Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang