Assalamualaikum#6

772 229 17
                                    

Sebagaimana hadits dari Ibnu 'Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata "Rasulullah SAW bersabda:

"Barangsiapa yang mati dan memiliki utang satu dinar atau satu dirham, maka akan dilunasi dari kebaikannya karena di sana (akhirat) tidak ada dinar tidak pula dirham."
(HR. Ibnu Majah).

#####

"Mohon maaf bu Ily, saya hanya menyampaikan bahwa ada kewajiban-kewajiban dari almarhum suami anda berkaitan bisnis propertinya yang belum diselesaikan!"

100hari berlalu.
Ily mengerti sudah sekian lama mereka menahan diri untuk tidak mengusik duka citanya. Selama tiga bulan ini ia melalui masa iddah tanpa keluar rumah kecuali ke dokter kandungan namun tidak dengan hal-hal yang lain.

Ia menerima tamu dari perwakilan mitra usaha dari perusahaan Ali dirumah didampingi ayah ibu dan mertuanya juga pak Zaidan staf Ali dikantornya.

"Kami sekeluarga akan berunding pak Hadi, terima kasih untuk informasinya, yang pasti untuk urusan utang piutang sudah tidak menjadi utang suami saya lagi melainkan utang saya, jadi dengan demikian, tidak ada lagi yang harus Ali pertanggung jawabkan karna utangnya sudah berpindah kepada saya!"

Ily tanpa ragu mengatakannya karna ia tidak ingin perjalanan Ali menuju Rabb-nya terhalang oleh sesuatu yang tentu saja sudah tidak mungkin bisa ia lunasi. Siapa lagi yang bisa kecuali yang masih hidup? Terlebih saat ini dituntut bukan diikhlaskan. Meski ia menyadari pembangunan sebuah lahan yang mangkrak membutuhkan modal yang tidak kecil. Ali belum pernah bercerita kalau ia memiliki masalah yang sebesar ini. Bahkan dari pak Zaidan ia mendengar bahwa investasi Ali yang menggunakan sebagian besar asetnya untuk sebuah usaha digital sedang dilanda kerugian. Mitra usahanya belum mempertanggung jawabkan sehingga Ali juga tidak bisa menyelesaikan pembangunan yang mangkrak itu.

Meskipun ia pernah mendengar, ulama juga bersepakat bahwa istilah mengenai 'warisan utang' tidak ada dalam fiqih. Apabila orang yang meninggal memiliki utang yang amat banyak, dan tidak meninggalkan aset yang cukup, maka ahli waris tidak memiliki kewajiban untuk membayar utang. Namun apabila ahli waris menghendaki untuk membayar utang, maka hukumnya sah-sah saja. Dan Ia memilih mengambil alih utang dan berjanji membayar utang Ali karna ia tak ingin Ali dialam sana tidak tenang, sebab jika tidak dilunasi didunia maka diakhirat  Ali akan membayar dengan pahalanya.

"Jika kita menjual aset perusahaan yang tersisa apakah cukup, pak?" Tanya Ily pada pak Zaidan.

"Tidak cukup bu, satu-satunya harus ada investor baru yang berani menyuntikkan dana besar!"

"Dengan begitu saya yang berhutang pada investor tersebut bukan lagi Ali kan, pak?"

"Iya, bu!"

"Artinya Ali akan selamat bukan? Dia tidak harus membayar utang dengan pahalanya diakhirat!" Ucapnya seraya menerawang.

Ia hanya berharap dengan begitu sudah tidak ada lagi yang harus Ali pertanggungjawabkan meskipun ia harus bekerja keras untuk itu. Ia juga tak tahu akan memulainya darimana, namun ia bertekad untuk melanjutkan usaha Ali yang ia tinggalkan.

"Bu, ayah, mama, saya akan menjual rumah ini dan pindah kerumah yang lebih sederhana apakah kalian setuju?" Ungkap Ily diakhiri pertanyaan pada orangtua dan mama mertuanya. Sementara papa Ali sudah lama tiada hingga saat Ali masih hidup ia selalu memperhatikan kehidupan beliau.

"Kalau memang jalan terbaik seperti itu, mama mendukungmu, Ily!" Sahut mama Ali terdengar pasrah.

"Saya akan mencoba untuk memulai menggantikan Ali menjalankan apa yang sudah ia bangun, apakah mama keberatan?" Tanya Ily lagi kepada orangtua Ali yang masih ia anggap sebagai mertua meski anaknya sudah tiada.

"Tidak, tidak keberatan sama sekali, kamu berhak mengaturnya Ily!"

"Saya berjanji apa yang diberikan Ali kepada mama selama ini tetap saya berikan, ma!"

"Jangan terlalu memikirkan mama, pikirkan dirimu dan calon cucu mama saja, Ily!"

"Tidak ma, secara hukum jika ada harta yang Ali wariskan, selain saya dan calon bayinya, mamapun akan mendapat bagian, saya gak mau mengambil hak yang bukan untuk kami!"

"Mama ikut saja dengan apa yang Ily mau lakukan, mama sudah lega Ily tetap peduli akan keselamatan Ali 'disana'!"

Meski berat, Ily tidak ingin memberatkan. Sudah takdir dan jalannya sudah harus seperti ini. Ia selalu mempermudah setiap urusan dan ia berharap Allah memudahkan semua urusannya.

"Yaa Allah, hamba hanya bergantung padamu!" Bisik Ily.

Tak ada yang harus disesali lagi dengan apa yang sudah terjadi. Takdirnya ia harus menjalani semua ini sendiri tanpa Ali. Baru dua tahun mereka bersama, harusnya sedang hangat-hangatnya hidup berdua. Masih banyak angan dan cita mereka yang belum terwujud. Masih banyak waktu yang ingin mereka lewati berdua saja. Angan mereka untuk menua bersama ditempat yang nyaman tanpa kebisingan kota pupus sudah. Utang janji cinta mereka masih panjang dan begitu banyak, namun Tuhan menentukan berbeda.

"Assalamualaikum, ya Qalbii! Semoga kamu tenang disisiNya, kamu tahu aku sangat mencintaimu, tapi kita sudah pernah saling belajar bahwa tidak ada yang harus lebih dicintai kecuali Allah dan rasulNya!"

Ily memejamkan matanya. Meski tiap malam masih tak bisa tidur nyenyak ia selalu mencoba terlelap. Walaupun terasa hampa karna ia sudah takkan bisa berharap ketika bangun di dini hari melaksanakan tahajud, ada sosok suami yang ia cinta disampingnya. Yang setiap bangun memberinya sentuhan sayang. Memeluknya erat-erat sambil berkata, "Ana Uhibuki, fillah, yaa Qalbii!" Lalu mendaratkan kecupan dikeningnya.

"Yaa Qalbii, sayangku!"

Lelapnya serasa baru sekejab saat terdengar bisik ditelinganya. Ia membuka mata dan terhenyak karna menemukan wajah berbinar menatapnya lekat.

"Ali?"

Ily terduduk dan mengerjap-ngerjapkan matanya. Wajah itu tersenyum dan mengangguk. 

"Yaa Qalbii, aku rindu!" Ily memeluk erat dan dibalas pelukan  yang sama erat.

Melepaskan pelukan ia menatap dalam pada mata dengan binar rindu yang sama. Ia menyisir wajah itu dari dahi hingga hidung lalu bibirnya. Ia memejamkan mata saat Ali melakukan hal yang sama, menyisir dari kening hingga bibirnya.

Gemetar ia merasakan bibir dingin itu menyentuh bibirnya. Dadanya berdenyut ngilu saat kenyal itu menyisir lehernya. Sekujur tubuhnya terasa tegang, meski bukan hanya tentang sentuhan batin yang ia rindukan, namun ia seolah tak pernah lupa rasanya dipuja hingga ia melayang menuju sebuah rasa yang pecah seolah meledak saat menemui muaranya.

"Oh Aliii...."

Ily bagai terhempas saat kakinya  tersentak. Membuka matanya ia tak menemukan siapa-siapa, namun keringat membanjiri tubuhnya diruangan yang sejuk.

"Astagfirullah hal adzim!"

Ily mengusap wajahnya. Hanya mimpi. Tapi mengapa rasanya seolah tertinggal?
Bunga tidur yang membuatnya serasa malu dengan dirinya. Lupa berdoa hingga membuat mimpinya diluar kendali. Ataukah karna rindu yang menggunung pada sosok yang meninggalkannya begitu cepat dan tak disangka?  Bagaimana mungkin ada yang menduga ia cepat menggantinya?
Sedangkan mimpi saja adalah buah dari sisa pikiran sebelum tidur. Dimana ia selalu memikirkan Ali. Sedang apakah ia disana? Apakah ia sudah asik bercengkrama dengan bidadari surga?

Mimpi yang baik datang dari Allah dan mimpi yang buruk datangnya  dari syetan.

"Astagfirullah hal adzim!"

Entah baik atau buruk bermimpi dicumbu almarhum suami, Ily beristigfar. Ada yang bilang, ketika mimpi buruk, saat bangun  memohonlah perlindungan kepada Allah dan meludah kecil ke kiri tiga kali, hal itu sebagaimana yang sudah ma’ruf kita dapati dari sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tapi apakah ia pantas meludah padahal ia merasa mimpinya indah?

#####
Banjarmasin, 29 Maret 2023
7 Ramadhan 1444H
00.21 wita

Hai semua!
Wattpadnya error ya?
Masih sepi aja komennya hehe
Selamat 7 hari Ramadhan ya!

Assalamualikum, Yaa Qalbii! (Untukmu Aku Kembali)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang