7. Subuh baru

15 7 4
                                    

KRING... KRING... KRING...

Suara itu terus menggema berkali-kali. Iramanya menembus udara dingin. Menerobos masuk ke dalam selimut yang tebal. Menyentuh gendang telinga dengan keras. Membuyarkan best scen dalam mimpi yang panjang, hingga dilanjutkan di malam yang lain dengan alur cerita yang berbeda.

Ada anak yang sudah bangun sebelum suara sangkakala itu berbunyi. Anak-anak tersebut biasanya anak-anak yang di rumahnya sudah mendapat predikat soleh dari kedua orang tuanya, karena solat subuh selalu tepat waktu. Ada yang baru melek saat ke dua telinganya mendengarkan suara alarm yang berbunyi nyaring tersebut. Ada juga beberapa anak yang bahkan apabila toa masjid ditempelkan di telinganya sekali pun dia tidak bangun. Namun hanya ada beberapa saja.

"Suara apaan sih!" umpat Raja dengan ke dua mata masih tertutup. Suara itu tidak henti-hentinya bersenandung dari tempat paling tinggi yang ada di setiap komplek.

Raja membuka ke dua matanya, karena penasaran dari mana suara itu berasal. Baru beberapa jam menetap di tempat itu, satu hal yang menjengkelkan sudah menyapanya.

Ia melihat ke arah samping kiri dan kanannya, lalu merasa ada beberapa anak telah menghilang. Waktu malam yang tidur di kamar itu sekitar ada lima anak. Kamar berukuran empat kali lima dengan kapasitas lemari sekitar dia puluh lebih. Kini yang tersisa hanya dirinya dan dua anak lain yang masih tidur. Satu anak berbadan gendut, ia tidur dengan posisi tengkurap. Anak itu merenggangkan ke dua tangan dan kakinya. Ada suara serak yang keluar dari hidung anak tersebut. Dan satu anak yang menutupi ke dua telinganya dengan bantal.

"Hmmm... Pantes aja enggak ngefek," guman Raja. Lalu menirukannya.

Raja sedikit lega karena frekuensi suara yang masuk ke dalam telinganya menjadi kecil.

"Itu yang mencet bel punya punya masalah apa dah, dari tadi nggak berhenti-berhenti," ucap Raja dari balik bantalnya.

Baru beberapa detik ia memejamkan ke dua matanya, masalah baru kembali datang. Ada beberapa cipratan air yang menghantam kakinya berkali-kali. Ia hanya diam, Raja tidak memedulikan itu. Ia berpikir kalau itu air hujan efek dari genteng bocor.

Raju lalu melepaskan bantal yang menutupi telinganya setelah sadar kalau di luar tidak sedang hujan. Ia melihat dua orang dengan badan tegap dan wajah yang mengeluarkan aura seram. Salah satu tangannya memegang benda yang bisa menembakkan air, dan satu tangan lain memegang satu kayu rotan yang terlihat mengkilap. Raja tidak berharap kalau rotan itu sampai menyentuh pahanya atau tangannya, seperti yang pernah ia lihat di film-film yang menceritakan dunia pesantren. Dua orang itu berdiri di depan pintu.

"Apa-apaan ini, kaya anak kecil aja mainan semprotan air," protes Raja yang kini sudah duduk sembari mengusap beberapa butiran air yang menempel di kakinya dan yang sudah menyatu dengan celananya.

Ke dua orang itu berjalan mendekati Raja.

"Ayuk, bangun, salat subuh," suruh seorang yang memegang semprotan air dan kayu rotan. Wajahnya terlihat garang. Mendengar itu Raja melihat jam tangannya.

"Ini baru jam setengah lima, masih lama," ucap Raja. Dua orang yang ada di hadapannya saling tatap sebentar. "lah, emangnya salat Subuh itu jam berapa?" tanya seorang yang satunya, dengan nada yang lebih ramah dari temannya yang bawa dua senjata.

"jam tuju-an kan juga boleh, " jawab Raja percaya diri. Dua orang itu tidak percaya dengan jawaban Remaja yang ada di depannya.

Mereka berdua kembali saling tatap.

"Salat subuh itu jam segini, bukan jam tujuh." mereka menepuk dahi.

"Saya biasanya salat subuh jam tujuh," ucapnya lagi. Waktu di rumah Pak Azin yang sudah kehabisan ide untuk membangunkan Raja salat subuh, akhirnya membiarkan Raja salat subuh jam tujuh, daripada tidak salat sama sekali.

Bukan jomblo Abadi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang