20. Al-ustadz

15 4 4
                                    

Di dalam mobil Raja masih terbayang wajah seseorang. Senyumannya seakan menempel di pelupuk matanya. Suaranya masih terngiang-ngiang di daun telinganya. Wanita itu menurut pandangannya sudah sangat sempurna. Laki-laki siapa pun akan bergetar saat disapanya. Ia merupakan definisi dari kata sempurna. Namun dalam lubuk hati yang paling dalam, Raja merasa bahwa dia bukan milik wanita yang sudah hafal tiga puluh juz Alquran tersebut.

Raja merasa masih membutuhkan waktu yang lama untuk dirinya menetap di pesantren. Dan wanita itu tidak pantas untuk menanggung lelahnya menunggu. Raja tidak senang membuat orang lain menunggu karena dirinya.

Raja berangkat ke pesantren sendirian menggunakan mobil Bus. Ia berangkat lima hari lebih awal dari Nisa dan Cita. Ada tugas yang harus ia kerjakan sebelum menyambut kedatangan santri-santri baru.

Sepanjang perjalanan Ia terus memikirkan Qurro. Ia memikirkan betapa indahnya andai dirinya saat ini sudah resmi mengikat sebuah hubungan yang direstui dengan perempuan berkulit kuning telur tersebut. Ke dua orang tuanya akan sangat bahagia sekali. Dengan senang hati mereka akan segera menyiapkan tanggal yang baik untuk melaksanakan acara pernikahan pemuda gagahnya. Di atas jok motornya akan ada seseorang yang memeluk perutnya dengan erat apabila Ia pergi menikmati suasana malam atau sejuknya semilir angin di siang hari. Hari-hari yang Ia jalani akan dimulai dengan satu sentuhan lembut di sisi pipinya yang halus sambil membisikkan kata-kata indah. Ia akan sering melihat ke dua matanya yang tegas dengan tanpa kekhawatiran. Di suatu malam-malam panjangnya akan ada seseorang yang meletakkan kepala di atas dadanya demi mendengarkan alunan detak jantungnya.

“Mas, Mas,”

Pemuda itu masih fokus menghadapkan wajahnya ke arah jalan Raya.

“MAS!”

Raja melihat bengkel motor yang ada di pinggiran jalan tidak bergerak pergi. Ia merasa ada sesuatu yang sedang berhenti.

Akhirnya satu sentuhan seseorang di bahunya menyadarkannya.

Raja melepaskan aerphone kecil yang menyumpal ke dua telinganya.

“Kenapa, Mas?” tanya Raja.

“Mobilnya udah berhenti,” ucap seseorang dengan memakai seragam berwarna hitam dengan lis berwarna merah.

“Oh, ada apa ya Mas? Di depan macet ya?” tanyanya lagi sembari melihat ke arah depan jalan.

“Memang sengaja berhenti,” ucap Mas-mas tersebut sembari tersenyum.

Raja menatapnya heran. “Loh kenapa? Bannya bocor kah?”

Mas-mas itu menggelengkan kepalanya.

“Terus kenapa berhenti?” Raja lalu melihat ke orang-orang yang ada di dalam mobil. Ia melihat seorang bapak-bapak memakai topi berwarna vanilla di kursi seberang.

“Kenapa Pak? Bocor kah?” tanya Raja. Setelah berkata seperti itu Ia lalu melihat ke beberapa penumpang yang lain yang ada di belakang dengan sedikit berdiri.

“Kok pada ngeliatin ke arahku semua ya,” batin Raja.

“Mas, sebenarnya ada apa ya?” tanya Raja sekali lagi kepada seorang Mas-mas sedang berdiri di samping tempat duduknya.

Mas-mas itu menunjuk ke arah bengkel yang tepat berada di samping mobilnya. Raja mengikuti arahan Mas itu.

“Kamu masa enggak familiar dengan tempat itu,” ucap Mas itu. Raja melihat bengkel yang berada di arah kiri jalan raya. Ia berusaha mengingat tempat tersebut betul-betul seperti yang diarahkan Mas-mas berbaju hitam. 

Raja memperhatikan beberapa orang yang sedang membawa alat di tangannya. Pakaian orang-orang itu sudah menyatu dengan beberapa air hitam. Di samping bengkel tersebut Raja melihat beberapa orang yang sedang duduk di kursi panjang. Di samping orang itu ada beberapa motor yang berjejer rapi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 21, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bukan jomblo Abadi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang