5. Tuhan maha 'Suka-suka Dia'

20 8 3
                                    

Fahmi berdiri di depan gerbang sekolah. Sudah hampir lima menit dia mematung di sana. Sudah sepuluh kali juga miscolnya tidak diangkat. Sesekali ia melihat ke arah jam tangannya. Sesekali ia juga memainkan besi hitam yang masih mulus itu. Bunyi berisiknya memancing pertanyaan seorang yang sudah sangat akrab dengannya. Dia mencoba mendekati Fahmi.

"Nungguin siapa, Mi?" tanya dia.

"Nunggu Raja, Pak, belum datang juga," jawabannya, tanpa menengok ke arah pria berkumis tersebut. Sudah dua hari si Raja hutan enggak berangkat ke sekolah. Dan seperti biasa dia tidak bisa dihubungi.

"kan biasanya juga telat, terus naik pagar." Pak Zaman mengingatkan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan Raja. Mendengar itu Fahmi menengok ke belakang.

"Bukan itu masalahnya, Pak." Fahmi seolah menyuruh Pak zaman untuk berpikir.

"Terus, masalahnya apa, Mi?" Pak Zaman balik bertanya dengan wajah khasnya yang sangat menjengkelkan.

"Raja Udah dari kemarin enggak berangkat."

"Loh, iya Ya." Pak Zaman seakan baru tersadar. "Hari ini seharusnya jadwalnya Raja hutan naik pagar," ucapnya sembari menyentuh dagunya dengan jari telunjuk.

Dari belakang Arip dan Yanwar menghampiri.

"Kayaknya tuh anak enggak berangkat lagi," ucapnya. "Habis pulang sekolah kita langsung ke rumahnya aja."

"Setuju," ucap Yanwar.

Fahmi mengangguk. "Ok, lah."

Bel istirahat telah dibunyikan. Dari dalam kelas semua siswa serentak keluar untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing.

Seperti biasa, Fahmi, Arip dan Yanwar mengisi perut mereka dengan soto spesialnya Wa rom.

Setelah selesai makan mereka langsung masuk ke kelas kembali tanpa berlama-lama menggoda Wa Rom. Wanita setengah Dewi itu pun terlihat heran melihat remaja-remaja itu tidak seheboh seperti biasanya. Ia juga baru menyadari setelah mereka pergi meninggalkan warung, ternyata ada satu yang kurang. Remaja tertampan di circle mereka tidak ada. Apakah gara-gara itu mereka jadi kurang bersemangat, pikir Wa Rom.

Di dalam kelas mereka disamperi beberapa cewek.

"Raja lo kenapa, Mi, kok dari kemarin enggak berangkat," tanya Silvia mewakili dua anggota gengnya yang lain. Ia adalah cewek yang dari awal ketemu Raja langsung jatuh cinta dengan ketampananya. Ia semakin tergila-gila saat Raja berhasil membuat babak belur tiga siswa kelas sebelas yang mencoba memalaknya satu tahun yang lalu. Wajahnya yang cantik dan kulitnya yang kuning langsat tidak bisa dengan mudah membuat Raja membalas cintanya. Karena di balik wajahnya yang bersih ada hati yang kotor yang Raja tidak suka. Silvia selalu membuat jarak dengan mereka-mereka yang punya wajah pas-pasan. Yang boleh gabung dengan circlenya pun hanya cewek-cewek yang good looking saja.

Fahmi menatap cewek yang parfumnya sudah menguasai seluruh hidungnya. "gua juga enggak tahu, ditelpon juga enggak diangkat."

"Semenjak kemarin HPnya enggak pernah akti," Arip menambahi. "gua yakin pasti ada apa-apa sama tuh anak,"

Mereka sepakat dengan menganggukan kepala.

"Kalian semua enggak ada yang punya niatan untuk pergi ke rumahnya?" tanya seorang cewek dari kursi sebelah. Wajahnya cantik dengan kulit sawo matang. Salah satu teman Silvia.

"Habis pulang sekolah rencananya kita mau ke sana, sih," jawab Yanwar yang kini berpindah duduk di atas meja.

"Hah, yang bener?" tanya Silvia memastikan. Ada aura bahagia yang terpancar dari wajahnya. Sudah lama Ia ingin sekali main ke rumah cowok good looking itu. Selama kenal dia tidak pernah berani, karena si Raja tidak pernah merespon perasaannya. Dia hanya tahu kalau pujaan hatinya telah menyukai seorang cewek yang merupakan adik kelasnya.

Bukan jomblo Abadi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang