12. 'Zahrotusyita'

23 8 2
                                    

Sepanjang perjalanan pulang Nisa tak henti-hentinya menanyakan tentang pesantren, bagaimana keadaan di sana. Bagaimana perasaannya saat harus jauh dari orang tua. Bagaimana beradaptasi dengan teman yang baru. Gadis yang baru saja lulus sekolah dasar itu berencana untuk meneruskan belajarnya di pondok pesantren sama seperti kakaknya.

"Kenapa enggak nunggu lulus smp aja?" tanya Raja.

"Enggak mau. Pokoknya lulus esde mau langsung ke pondok," ucap Nisa mantap. Raja sebenarnya bersyukur adik kecilnya mau pergi ke pesantren dengan kemauannya sendiri. Tapi di satu sisi Ia juga bingung, kenapa anak sekecil dia mau meninggalkan kesenangan bermain di rumah bersama teman-temannya, dan memilih untuk pergi ke pesantren, yang mana hal-hal tadi tidak ditemukan di sana.

"Ya, seperti kata Mama yang dulu pernah bilang ke kakak," kata Raja. Raut wajah Nisa heran, ia mencoba mengingat apa yang pernah Ibunya dulu bilang.

"Apa sih, kak? Nisa enggak ingat," kata Nisa, setelah tidak tahu apa yang dimaksud ucapan kakaknya barusan.

"Di pesantren itu menyenangkan, dan orang-orang yang menolak pergi ke pesantren akan menyesal seandainya itu sudah tahu," Jawab Raja sembari menatap wajah adik kecilnya yang mencoba mengingat kata-kata itu.

"Oh, itu, iya. Nissa ingat."

Raja memegang kepala adik kecilnya sembari tersenyum. "Pokoknya di pondok itu menyenangkan dalam banyak hal, ya, walaupun ada sedihnya, tapi Cuma sedikit."

"Hm.. ,"

Wajahnya menerawang, Raja coba memilih salah satu kesedihan yang normal dialami oleh santri.

"Misal tiba-tiba keinget kumpul keluarga, itu kadang membuat kakak sedih sih," ucap Raja. "Coba tanya sama Mamah, keadaan santri putri gimana?" suruh Raja. Sebagai orang yang dulu pernah menjadi santriwati Ibunya mungkin lebih tahu.

Dari samping Nisa mendengar suara orang menguap beberapa kali.

"Iya, Gimana Mah," tanya Nisa ke seorang perempuan yang mulai mengantuk karena lelah. Nisa mengangkat tubuhnya, lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Ibunya yang mulai layu.

"Mamah ngantuk?"

Bu Salma mengangkat ke dua kelopak matanya dengan berat. Ia lalu kaget setelah melihat wajah perempuan kecil berada di dekatnya.

"Ada apa Nis?"

Nisa meneliti wajah Ibunya yang sama sekali tidak enak untuk di pandang karena menahan kantuk berat.

"Nanti aja Nis, kamu kaya enggak tahu aja mood mamah kamu kalau lagi ngantuk berat," kata seseorang yang duduk di kursi depan.

Nisa kembali duduk dengan sedikit membuang nafas kecil. Bu Salma hanya tersenyum membenarkan ucapan suaminya. Raja pun tertawa mendengarnya.

Raja kembali memegang kepala adik kecilnya. "Udah, enggak perlu banyak tahu," ucap Raja. "Yang perlu tahu itu kamu sudah bagus mau pergi ke pesantren dengan bersemangat. Karena di luar sana masih banyak anak perempuan yang menolak di suruh pergi ke pesantren," lanjut Raja.

"Iya, kak," jawab Nisa dengan senyum di bibirnya.

"Betul," sahut seseorang dengan ke dua mata tertutup dan wajah yang sendu. Tak lupa ia juga mengangkat satu jempol di tangan kanannya.

Lalu ada suara tawa yang berirama di dalam mobil.

***

Raja memarkirkan motornya di parkiran yang ada di sebelah selatan pasar. Bu Salma turun dari motor, lalu menyuruh anak laki-lakinya untuk menunggu di parkiran. Seorang mas-mas memakai rompi berwarna hijau menghampiri mereka. Bapak itu memata motornya supaya sejajar dengan motor-motor yang lain.

Bukan jomblo Abadi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang