10. Musyawarah

15 7 2
                                    

Malam itu angin bertiup sangat kencang. Daun pohon mangga yang ada di sekitar halaman pondok banyak yang berguguran. Hawa dingin itu menyerbu dari pesisir pantai sampai menyusup ke pori-pori dan menyentuh tulang.

Seperti malam-malam sebelumnya. Raja berangkat musyawarah bersama teman-teman yang lain dari jam delapan. Dan akan berakhir saat jam menunjukkan pukul sepuluh. Selama dua jam penuh itu setiap santri berlatih untuk saling berdebat. Siapa yang punya pendapat harus belajar mempertanggungkan pendapatnya, Siapa yang pendapatnya disanggah orang lain ia harus bisa melawan tersebut dengan argumennya. Dalam sebuah kitab dijelaskan bahwa laki-laki sebenarnya adalah dia yang mempunyai sebuah pendapat dan berani mengemukakan pendapatnya. Sedangkan ada istilah setengah laki-laki, yaitu seseorang yang mempunyai sebuah pendapat namun tidak berani untuk mengemukakan pendapatnya. Yang terakhir bukan laki-laki sama sekali, yaitu seseorang yang tidak memiliki ke dua-duanya.

Di musyawarah juga mereka belajar bagaimana cara untuk menjadi pendengar yang baik. Yang tidak memotong pembicaraan orang lain di tengah-tengah. Belajar menyampaikan pendapat dengan benar, baik gaya bicara atau intonasi suaranya.

Dari musyawarah mereka juga akan mengerti setiap permasalahan ada yang tidak boleh diputuskan secara pribadi.

Karena tensi musyawarah terkadang tinggi tak jarang ada beberapa anak yang terbawa emosi. Tapi di sini lah uniknya musyawarah, karena setelah pulang, anak-anak yang terlibat perang urat saraf akan kembali normal seperti tidak terjadi apa-apa.

Rata-rata di setiap kelas memiliki empat kelompok musyawarah. Satu kelompok terdiri dari sepuluh orang, atau sebelas. Raja dan Zaki berada dalam satu kelompok C, sedang Bima bersama di kelompok D.

Di kelompok A terdapat satu anak kecil yang setiap musyawarah pasti maju. Gaya bicaranya terkadang membuat lawannya getar terlebih dahulu sebelum maju. Raja dan Zaki hanya diam menonton anak-anak tersebut berdebat. Mereka berdua sesekali tertawa melihat Bima maju ke depan dengan gaya bicara nya yang slengean. Raja tidak mengira, si gendut itu berani maju juga.

"Tidak sah, Teman-teman. Woy, kalian dengarkan, sarat solat, eh, maaf, salah satu sarat sah solat itu harus menghadap kiblat. Jadi, menurut kelompok kami yang.. " Bima membalikkan badan ke arah kelompoknya. "Yang kinyis-kinyis," ucap Bima. "Mana suaranya.. " Bima menghadapkan telinganya dengan menempelkan satu tangan.

"WIYUUUH..," ucap mereka serentak. Bima lalu duduk setelah tertawa kegirangan.

"Heh, Jangan ngarang anda," ucap anak kecil yang bernama Labib. "Sesuatu yang tidak sengaja dilakukan itu tidak ada hukumnya. Dalam arti orang itu seperti tidak melakukan apapun, jadi menurut kelompok kami tetap sah."

Seseorang mewakili kelompok B maju.

"Sah, giamana, Cil? salah satu sarat sah solat itu menghadap kiblat. Bener kata Mas Jayen tadi," kata dia sambil menunjuk ke Bima, lalu tersenyum.

Zaki menoleh ke Raja. "Kamu enggak mau coba maju, Ja?"

Raja menatapnya. "Pertanyaan itu lebih pasnya dari saya ke kamu Zak," kata Bima.

Labib lalu maju kembali.

"kan, orang itu tidak sengaja pas dihadapkan ke arah yang lain. Sesuatu yang tidak sengaja itu tidak bisa dihukumi. Pikir pake otak," ucapnya dengan nada ngegas.

"Anjir, berani sekali. Orang tua disuruh mikir pake otak," ucap Raja. Dia hanya bisa menahan tawa. "Kalo di sekolah aku kalo ada anak modelan begini udah pasti tiap hari masuk comberan, nih," kata Raja yang merupakan alumni tukang bully anak-anak culun.

"Enggak takut pa ya kalau si Zidan tiba-tiba kerasukan. Lalu ngelemparnya dari lantai tiga ini," kata Zaki.

Zidan yang tidak terima dengan alasan Labib sudah siap ada di depan.

Bukan jomblo Abadi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang