Raja memasukkan barang-barang miliknya dan milik Nisa ke dalam bagasi mobil. Sebenarnya hari ini belum waktunya dia berangkat ke pondok, namun Ia mengalah berangkat hari itu juga demi mengantar adiknya yang kebetulan pondoknya sudah aktif pada tanggal lima belas syawal. Mereka juga akan berangkat bersama rombongan keluarga Pak Sobri. Rombongan Pak Sobri akan lebih dulu menyamperi ke rumahnya. Lalu keduanya akan berangkat beriringan. Ini artinya Raja akan dipertemukan kembali dengan dua anak Pak Sobri yang berbeda karakter tersebut. Kali ini Raja akan berusaha mencari kesempatan untuk bisa menyapa perempuan anggun anak dari teman Bapaknya itu. Sudah lama sekali Ia tidak berinteraksi dengan lawan jenisnya dengan bersemangat semenjak bidadari pasar yang ia temui beberapa tahun yang lalu.
Suara klakson terdengar dari balik pagar rumahnya. Seseorang suami istri keluar dari pintu mobilnya yang berwarna putih. Mereka berjalan menghampiri Raja yang sedang menata barang-barang agar tidak jatuh. Raja lalu berhenti sebentar kemudian mencium tangan orang tersebut.
Dari dalam rumah Pak Azin keluar. “Cepet banget, Sob. Udah siap semua?”
“Udah, sat set pokoknya,” kata Bapak-bapak dengan perutnya yang agak buncit.
“Wih, mantap,” kata Pak Azin. “Ini kita juga tinggal berangkat doang,” lanjutnya sembari melihat Raja yang terlihat sibuk sendiri. Sesekali Raja melihat ke arah gerbang rumahnya. Berharap dua anak dari suami istri tersebut ikut keluar dari mobil.
Pak Azin lalu menyuruh temannya untuk minum kopi sebentar di teras rumahnya. Bu Salma lalu duduk di samping suaminya setelah meletakkan empat teh hangat dan beberapa makanan dalam toples. Lalu disusul dengan Nisa yang keluar yang muncul dari dalam rumah. Kemudian langsung mencium tangan Pak Sobri dan istrinya.
“Nisa, Ibu boleh minta tolong enggak?” tanya istrinya Pak Sobri. Pak Azin dan Bu Salma terheran mendengar permintaan tersebut.
“Iya, boleh, Bu,” jawab Nisa dengan tersenyum.
“Itu, ajak si Cita buat keluar dari mobil, terus suruh ke sini,” kata istrinya Pak Sobri dengan tersenyum.
“Kenapa enggak mau turun?” tanya Bu Salma heran. Ekspresi wajah Pak Azin juga sama seperti istrinya.
“Katanya, males dikata-katain lagi sama Bapaknya,” jawab Istri Pak Sobri sembari melirik suaminya. Bu Salma dan Pak Azin tersenyum kecil mendengar hal tersebut. Memang dari dulu temannya itu selalu terang-terangan untuk mengatakan suatu hal yang menurutnya tidak baik.
“Kalau kakaknya kenapa?” tanya Bu Salma, karena dua-duanya masih ada di dalam mobil.
“Ya itu, dilarang sama adiknya,” jawab Pak Sobri dengan wajah cuek.
Pak Azin dan Bu Salma hanya manggut-manggut. Pak Sobri meminum tehnya yang sudah tidak terlalu panas.
“Sana, Nisa, ajak teman kamu ke sini,” pinta Pak Sobri dengan tersenyum.
“Iya,” sahut gadis kecil yang periang tersebut. Lalu bangkit dari duduknya dan menuju mobil yang ada di depan jalan rumahnya.
Nisa mengetok kaca mobil dari samping. Dua kakak adik tersebut kaget. Mereka melihat di balik kaca mobil seorang gadis kecil yang sedang tersenyum. Qurro membuka pintu mobil. Cita menghentikan permainan mobil legennya.
“Ada apa?” tanya Qurro ramah.
“Ayuk, minum teh dulu di teras, Mamaku udah nyiapin,” ajak Nisa dengan senyum.
Qurro melihat adiknya yang berwajah masam. “Tuh, udah diajak Cit, ayuk,” kata Qurro.
Dari belakang Nisa seseorang muncul.
“Ayuk, duduk-duduk dulu di sana,” ajak Raja sembari menunjuk ke arah belakang. Raja menahan tawa saat melihat gadis kecil yang memegang hp dengan cemberut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan jomblo Abadi
RomanceKetika kebebasan pria tampan harus terenggut akibat kebebasan itu sendiri. Ketika laki-laki aneh harus dibohongi oleh orang tuanya demi kebaikan. Ketika pemuda canggung harus meniti jalan hidupnya yang baru, dan meninggalkan gaya hidupnya yang lama.